Mohon tunggu...
Syahtila Rajabi
Syahtila Rajabi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa.

Tak Akan Ada Rasa Cukup Dalam Menulis. Terus Berusaha Membuat Tulisan Yang Bagus Dan Enak Dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Maheswara: Dendam Ratu Siluman (7)

11 Maret 2024   12:00 Diperbarui: 11 Maret 2024   12:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Chapter 7: Penyihir Hutan Tengkorak

Maheswara dan Sang Jaka pergi menuju Hutan Tengkorak menaiki Ki Wiryo dalam bentuk elang. "Apa masih jauh Jaka? Tanya Maheswara tak sabaran.

"Seharusnya kita sudah hampir sampai." jawab Sang Jaka.

Saat ini mereka sudah keluar dari wilayah kerajaan Tirtapura dan mulai memasuki wilayah Hutan Tengkorak. Maheswara merasakan bahwa udara disekitar nya berubah, menjadi lebih berat dan lembab.

"Itu dia. Hutan Tengkorak." seru Sang Jaka menunjuk sebuah hutan besar dibawah mereka. Sang Jaka pun mengatur terbang Ki Wiryo agar mendapatkan tempat mendarat yang aman.


Setelah berhasil mendarat dengan aman di depan Hutan Tengkorak, Sang Jaka meminta Ki Wiryo kembali ke wujud semulanya, "Sekarang kita sudah sampai didepan Hutan Tengkorak, seperti yang kau lihat, sebuah hutan yang gelap dan mengerikan bukan? Hanya segelintir orang yang bisa keluar dari sini hidup-hidup." terang Sang Jaka.

Mata Maheswara menerawang sekeliling, "Memang sebuah hutan yang mengerikan, tak heran dijuluki Hutan Tengkorak. Lalu darimana kita akan memulai?" tanya Maheswara.

Sang Jaka mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari tas nya, "Ini adalah peta Hutan Tengkorak, dari sini adalah area pertama, di area pertama ini tidak ada siluman atau makhluk berbahaya. Sementara untuk pohon kelor berada di area ketiga, area itu berisi banyak tumbuhan obat-obatan namun siluman disana cukup berbahaya. Terdapat lima area di Hutan Tengkorak dan setiap area memiliki ekosistem nya masing-masing. Setelah melewati kelima area ini adalah pusat dari Hutan Tengkorak. Tetapi kita tidak akan kesana, kita hanya akan pergi ke area ketiga dan kembali ke Tirtapura." terang Sang Jaka.

Maheswara berusaha mengingat apa yang dikatakan Sang Jaka, "Aku mau bertanya."

"Iya?"

"Tadi kau bilang soal pusat dari Hutan Tengkorak, aku penasaran, apa yang ada di pusat hutan ini?" tanya Maheswara.

"Aku tidak tahu ini benar atau tidak, tetapi ada rumor mengatakan bahwa ada seorang Dukun Sakti yang tinggal di pusat Hutan Tengkorak. Dia dikutuk untuk terus tinggal disana, dan tak akan bisa dari sana, kita sebaiknya menghindari area itu karena tidak ada apa-apa disana. Sementara untuk kesana kita harus melewati area kelima, siluman area kelima memiliki kekuatan setara siluman ular derik Varthasur." jawab Sang Jaka.

"Mm aku akan mengingat itu, tapi apakah ada orang yang pernah masuk sampai pusat hutan ini dan selamat?" tanya Maheswara.

"Ada satu orang. Tapi itu adalah sebuah kisah lama sekali, dia masuk ke dalam Hutan Tengkorak hingga ke inti hutan dan mengalahkan Dukun Sakti itu. Tapi aku tidak tahu kebenaran akan kisah itu." jawab Sang Jaka.

Maheswara menganggukan kepalanya seperti mengerti, "Kalau sudah mengerti, ayo kita masuk." ajak Sang Jaka.

Sang Jaka berjalan memimpin didepan sementara Maheswara mengikuti dari belakang, namun baru satu langkah memasuki Hutan Tengkorak, Maheswara mendengar bisikan yang memanggil namanya.

"Maheswara."

Bisikan yang tepat di telinga Maheswara, membuat bulu kuduk nya berdiri. "Hiih.." Maheswara memegang tengkuknya.

"Kenapa Paman?" tanya Sang Jaka.

"Tidak apa-apa, teruslah berjalan." jawab Maheswara.

Akhirnya mereka berdua memasuki area pertama Hutan Tengkorak yang ternyata diluar dugaan Maheswara. Area pertama penuh dengan pohon serta tanaman yang indah dan ramai.

"Tempat seindah ini dinamai Hutan Tengkorak?" tanya Maheswara.

"Haha jangan tertipu dengan itu Paman, kita masih berada di daerah terluar hutan. Terkadang menilai sesuatu dari luarnya saja dapat membahayakan mu. Ayo lanjut jalan." seru Sang Jaka.

Maheswara dan Sang Jaka melanjutkan perjalanan nya dengan melewati area pertama Hutan Tengkorak dan sekarang mereka mulai memasuki area kedua hutan.

"Baiklah sekarang kita sudah sampai di area kedua, untuk berjaga-jaga aku akan meminta Ki Wiryo memantau dari atas." ujar Sang Jaka.

"Hmm udara disini sedikit lebih lembab dibandingkan sebelumnya dan juga disini lebih gelap, pohon pohon ini begitu besar." terang Maheswara.

"Kau sebaiknya tidak lengah, karena walaupun tidak terlalu berbahaya, mahkluk di area ini cukup merepotkan."

"Baiklah aku tidak akan lenga--"

'syuut'

Sebuah anak panah meluncur kearah Maheswara namun dengan segera di halau oleh Keris Ki Wiryo. "Hampir saja, darimana datangnya anak panah itu?!" Maheswara sedikit terkejut dengan serangan barusan.

"Kemungkinan itu adalah siluman kerdil, mereka berukuran tak lebih dari setengah tombak. Walaupun begitu mereka cukup merepotkan karena sulit untuk dilacak." terang Sang Jaka.

"Lalu? Hmph! Anak panah yang sama dengan yang tadi, sepertinya mereka menyerang secara berkelompok."

"Siluman Kerdil memang selalu berkelompok. Ki Wiryo periksalah semak-semak! Paman Maheswara kau boleh gunakan senjata mu untuk menghempaskan daun di pohon-pohon ini." perintah Sang Jaka.

Maheswara mengangguk mengerti, "Golok Naga! Hhmm yahh!" Maheswara mengayunkan Golok Naga yang ayunan nya menghempaskan dedaunan.

"Aakkkhh." teriakan terdengar dari salah satu pohon.

"Disana! Sekarang Paman." Sang Jaka menunjuk pohon yang mengeluarkan suara tadi.

"Baiklah!" Maheswara melompat ke pohon yang dimaksud dan menemukan mahkluk kerdil. "Kau ternyata, sini kau." Maheswara menarik siluman kerdil itu dan menurunkan nya dari dahan pohon.

"Aduh aduh aduh ampun.." siluman kerdil itu mengerang minta ampun.

"Cepat perintahkan kawanan mu untuk berhenti menyerang kami!" seru Sang Jaka.

"Baiklah baiklah, priit!" siluman kerdil itu bersiul dengan sangat kencang dan bersamaan dengan itu serangan anak panah itu berhenti. "Nah sudah kan? Sekarang aku akan pergi-" Maheswara menggenggam kepala siluman kerdil itu sehingga ia tak bisa lari.

"Tunggu sebentar, tolong kau panggil teman-teman mu kesini." ujar Maheswara.

"Heh? Ba-Baik!" jawab siluman kerdil itu.

"Hmm? Apa yang kau pikirkan Paman?" tanya Sang Jaka.

"Aku ingin menanyakan sesuatu."

...***...

Saat ini Maheswara dan Sang Jaka berada di area kedua Hutan Tengkorak bersama dengan kawanan siluman kerdil. "Jadi kalian bertujuh, aku ingin bertanya." ujar Maheswara sembari bertolak pinggang.

Para siluman kerdil itu hanya bisa menundukkan kepalanya takut sementara Sang Jaka terlihat duduk di sebuah batu tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Apa kalian mengetahui tentang Dukun Sakti yang berada di pusat hutan ini? Apakah dia orang yang kuat?" tanya Maheswara.

Para siluman kerdil itu saling menatap sampai salah-satu diantara mereka mengangkat tangannya dan menjawab, "Dukun Sakti itu bernama Nyi Kulodarmaji. Dia yang membuat Hutan Tengkorak ini dan membagi setiap tempat nya. Kalau kau berniat melawannya, aku akan menyarankan mu untuk pergi pulang." jawab salah-satu siluman kerdil itu.

"Hmm? Tetapi bukannya pernah ada yang berhasil mengalahkannya? Bagaimana caranya dia mengalahkan Nyi Pulodarmaji itu?" tanya Maheswara.

Para siluman kerdil itu kembali saling menatap satu sama lain, lalu salah satu diantara mereka pun mengangkat tangannya dan menjawab, "Memang ada satu orang yang berhasil mengalahkan Nyi Kulodarmaji dan itu sudah lama sekali. Dia adalah orang yang sangat sakti, bukan, teramat sakti mandraguna adiwijaya." jawab salah-satu siluman kerdil itu.

"Hmm? Apa kau tahu siapa orang itu?" tanya Maheswara.

"Kami tidak mengetahui perihal itu, yang kami tahu pertarungan diantara mereka sangat dahsyat. Seisi hutan dibuat ketakutan olehnya." sambung salah-satu siluman kerdil itu.

"Jangan terlalu mempercayai kata-kata mereka Paman. Siluman kerdil itu pandai merangkai kata-kata." ujar Sang Jaka.

"Kami tidak mengarang cerita ini, ini adalah benar adanya." jawab salah-satu siluman kerdil itu.

"Baiklah baiklah aku percaya."

"Apa kami sudah boleh pergi?" tanya salah-satu siluman kerdil itu.

"Eits sebentar, pertanyaan terakhir. Sebenarnya aku sedang mencari daun kelor dan pohon nya berada di area ketiga," Maheswara berhenti sebentar dan mendekatkan mulutnya kearah para siluman kerdil itu, "Apa kalian tahu jalan pintas menuju pusat hutan?" bisik Maheswara.

Para siluman kerdil itu saling menatap dan mulai saling berbisik, sampai salah satu diantara mereka mengeluarkan sebuah gulungan, "Ini adalah peta Hutan Tengkorak, aku akan memberikan ini jika tuan memberikan sesuatu yang setimpal." ujar salah satu siluman kerdil itu.

"Ish kau ini." salah satu siluman kerdil memukul kepala siluman kerdil yang menawarkan peta.

"Hmm? Sebuah peta? Aku sedang tidak membawa apa-apa, aku rasa aku memiliki sesuatu di tas ku." Maheswara merogoh tas kecilnya, "Ini ambillah." Maheswara menyodorkan gelang emas yang ia dapat dari jarahan perampok.

"Wah!" mata para siluman kerdil berbinar-binar. "Ini Tuan ambillah peta ini! Wahh!" siluman kerdil yang memegang peta segera meraih gelang emas itu.

"Hahaha terimakasih. Sana pergi, hush hush." usir Maheswara sembari memasukkan peta itu ke tas nya.

Para siluman kerdil itu pun pergi dengan senang dan Maheswara kembali berjalan menuju area ketiga, "Apa bisnis mu berjalan lancar Paman?" tanya Sang Jaka.

"Ah ahaha bisnis apa?" jawab Maheswara gugup sementara Sang Jaka terus berjalan.

Maheswara dan Sang Jaka berjalan hingga akhirnya mereka tiba di area ketiga Hutan Tengkorak. Sebuah tempat yang sangat lembab namun lebih terang dibandingkan area sebelum nya.

"Mulai saat ini kita harus lebih waspada lagi jangan sampai lenga--" perkataan Sang Jaka terpotong oleh kemunculan siluman ular besar yang tiba-tiba.

"Varthasur?!" tanya Maheswara.

"Inilah yang aku maksudkan. Maaf Paman, aku rasa aku harus menyerahkan tugas membasmi siluman padamu. Sementara itu aku akan mencari daun kelor nya. Sampai jumpa." Sang Jaka pergi meninggalkan Maheswara untuk mencari daun kelor.

"Oi Sang Jaka!! Aish benar-benar merepotkan. Maju kau siluman sialan hyaah!"

Maheswara melompat ke arah siluman ular raksasa itu dan mendaratkan serangan bertubi-tubi membuat siluman ular raksasa mengerang keras.

"Takkan aku berikan kesempatan kau untuk memulihkan diri hyaah!" Maheswara mengumpulkan kekuatannya kedalam Golok Naga dan membelah tubuh siluman ular raksasa itu jadi dua.

"Huft... cukup melelahkan, tapi aku tidak bisa berhenti disini. Aku harus pergi ke inti hutan, mumpung Sang Jaka pergi mengambil daun kelor." Maheswara segera melesat dengan cepat menembus batasan hutan agar ia bisa segera sampai ke inti dari Hutan Tengkorak.

Sesekali Maheswara menebas beberapa siluman yang berada di hadapannya, "Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui." Maheswara melanjutkan perjalanan nya dan sekarang dia sudah sampai pada batasan terakhir Hutan Tengkorak, area terakhir, inti dari Hutan Tengkorak, tempat Nyi Kulodarmaji, penyihir Hutan Tengkorak bersemayam.

"Jadi ini adalah inti dari Hutan Tengkorak?" Gumam Maheswara ketika ia dihadapkan dengan dua buah pohon yang keduanya bersatu membentuk sebuah gerbang.

Dengan yakin Maheswara melangkahkan kaki nya untuk masuk kedalam inti Hutan Tengkorak, namun sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Tidak ada yang boleh masuk tanpa izin ku."

Maheswara segera membentuk kuda-kuda, mewaspadai serangan yang bisa datang darimana saja.

"Apakah kau Nyi Pulodarmaji?" tanya Maheswara.

"Khhk! Nama ku Kulodarmaji bodoh!" suara yang ternyata adalah suara dari Nyi Kulodarmaji itu terdengar kesal.

Tiba-tiba muncul asap tebal dari kedua pohon itu, berkumpul dan membentuk sebuah pintu yang perlahan terbuka, memperlihatkan penguasa dari Hutan Tengkorak, Nyi Kulodarmaji.

"Maheswara Putra Ashura, kau yang tidak mengetahui asal-usul mu adalah orang yang buta. Kau kesini karena kau inginkan sebuah pertarungan bukan? Sungguh dungu." ucap Nyi Kulodarmaji, sembari berjalan mendekati Maheswara.

"Aku akui yang Nyi Pulodarmaji ucapkan ada benarnya, kalau begitu ayo kita mulai saja!" tantang Maheswara dengan semangat.

"Sungguh dungu, tapi aku suka dengan sikap mu itu. Sebelum kita bertarung, ayo ikut aku." Nyi Kulodarmaji berjalan kembali masuk kedalam gerbang.

"Eh? Ah baiklah." Maheswara mengikuti nya dari belakang.

Tatkala Maheswara melangkahkan kakinya masuk kedalam gerbang, ia merasakan tekanan yang seakan menghimpit nya, membuatnya sulit untuk bernafas.

"Tenang saja kau akan terbiasa. Sekarang, selamat datang di tempat yang aku sebut rumah." Nyi Kulodarmaji menyambut Maheswara kedalam tempat yang ia sebut rumah.

Mata Maheswara terbelalak tak percaya dengan apa yang ia lihat, "Bagaimana bisa ada tempat seperti ini di Hutan Tengkorak?" apa yang Maheswara lihat adalah sebuah ruangan bak kamar Raja.

"Hahahaha sungguh dungu, ini hanyalah ilusi belaka. Aku ingin menyambut tamu ku dengan baik. Langsung saja, ada yang aku ingin bicarakan dengan mu." Nyi Kulodarmaji menatap tajam Maheswara dari tempat duduknya.

"Tanyakan apa saja, aku akan menjawabnya." jawab Maheswara.

"Bagus. Aku tidak suka basa-basi, aku akan mengakui bahwa aku sudah memperhatikan mu sejak awal kau memasuki hutan ini. Kau membuatku tertarik." jelas Nyi Kulodarmaji.

"Maksudmu?" Maheswara bingung.

"Hahahaha, Maheswara Putra Ashura. Menikahlah denganku, biarkan aku mengandung anak mu!" ucap Nyi Kulodarmaji yang sekarang sudah berada di belakang Maheswara.

"Eh... Maksudmu aku dengan mu?" Maheswara tidak bisa menerima apa yang dikatakan oleh Nyi Kulodarmaji karena yang ada dipikirannya hanyalah pertarungan.

"Terlalu sulit memang untuk menggunakan kata-kata, oleh karena itu aku lebih suka menggunakan kekerasan."

Tiba-tiba muncul rantai yang mengikat Maheswara, membuatnya tak bisa bergerak, "Sial!" Maheswara berusaha melepaskan rantai yang mengikat tubuhnya.

"Rantai itu tak akan bisa lepas, setidaknya sampai urusan kita disini selesai hahahaha." tawa Nyi Kulodarmaji begitu nyaring ditelinga.

Maheswara memberontak dan berusaha mengeluarkan kekuatan namun sayang rantai itu seperti menghisap energi nya ketika ia melawan.

"Sungguh dungu, sungguh bodoh. Kau begitu kuat, penuh dengan potensi namun sayang kedunguan mu itu adalah kelemahan terbesar mu. Hah... Tapi tidak apa-apa, aku suka sikap mu itu, karena itu memudahkan ku untuk memanfaatkan ku hahahaha." Nyi Kulodarmaji sangat puas melihat Maheswara yang terikat tak berdaya.

Maheswara hanya bisa menggeram sambil memikirkan bagaimana caranya bisa lepas dari rantai yang menahannya,

"Jangan terlalu bergantung pada senjata itu, atau senjata itu yang akan membunuh mu."

Kata-kata Ki Arya yang tiba-tiba muncul dalam pikiran Maheswara memunculkan ide gila yang seharusnya ia tidak lakukan.

Maheswara menundukkan kepalanya, berusaha fokus mengumpulkan kekuatannya dalam inti, 

"Kau adalah api, cahaya yang menyinari gelapnya bumi. Kau adalah pusat dari segalanya, kau adalah yang paling terang, bintang dari bintang. Jawablah panggilan ku, Mahasanga Asura! Melesatlah!"

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun