karena ia masih meminjam napasku
di pagi hari ketika aku menyalakan lampu.
aku mendengar sesuatu bergerak di balik cahaya,
seolah seseorang baru saja berpindah ruangan
dan tak sempat menutup pintu.
masa lalu tidak punya kaki,
tapi ia tahu jalan pulang.
ia datang lewat suara air kran yang menetes,
lewat huruf yang jatuh dari pesan tak terkirim,
lewat bayangan tubuhku sendiri
yang tiba-tiba lebih muda dari wajahku.
kadang ia bicara dari cermin,
menyebut namaku dengan ejaan yang salah.
aku menjawab, tapi suaraku terdengar asing,
seolah ada orang lain yang tinggal di tenggorokanku.
aku tidak membencinya.
aku hanya takut suatu pagi
aku akan memanggilnya dengan nama hari ini
dan ia akan menoleh,
tersenyum,
seakan semuanya belum selesai.
masa lalu tidak hidup di dalam waktu,
ia tinggal di dalam dan permukaan benda:
sendok bengkok di dapur,
pakaian yang menyimpan aroma hujan,
kursi yang patah di mimpi.
aku tahu, karena setiap malam,
ada sesuatu yang duduk di ruang tamu,
mendengarkan napasku seperti lagu yang liriknya hampir dilupakan semua orang.
kadang-kadang aku mencoba menyingkirkannya.
aku mengganti cat tembok,
mengganti gorden,
bahkan mengganti urutan doa.
tapi setiap kali aku menutup mata,
ia muncul di sela kedipan,
membawa versi diriku yang tidak berhasil dewasa.
kadang kupikir, masa lalu hanyalah kebohongan yang sopan.
ia tidak pergi,
karena ia tahu aku masih menyiapkan tempat duduk untuknya;
di kepala, di meja makan, di semua kalimat yang tak pernah selesai kuucapkan.
dan di saat paling sunyi,
aku mendengarnya tertawa pelan,
suara yang sama seperti dulu,
tapi sedikit lebih jauh
dan sedikit lebih dingin.
aku ingin berlari,
tapi kaki hanya tahu satu arah:
menuju tempat aku pernah bahagia.
lalu aku berhenti.
kubiarkan masa lalu duduk di sebelahku,
memasukkan tangannya ke sakuku,
mencuri sesuatu yang bahkan tak kuingat kumiliki.