Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Memoar Cinta Virtual dalam Tiga Babak

7 Oktober 2025   12:21 Diperbarui: 12 Oktober 2025   15:19 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Serial Normal People (Hulu) 

Riwayat yang Tidak Pernah Dipublikasikan

di antara deretan huruf dan tagar,
ada jeda yang tak bisa diterjemahkan,
antara kalimat pembuka dan kalimat penutup
yang sama-sama tidak ingin berakhir.

saya menatap layar,
seolah ia adalah jendela menuju sesuatu
yang tidak bisa saya kunjungi:
sebuah kota yang diselimuti kabut dan hujan tipis,
tempat seseorang menunduk pada cahaya kecil di genggaman.

tidak ada yang benar-benar terjadi,
hanya rangkaian percakapan yang tersimpan di sebuah server,
yang terkadang muncul sebagai arsip,
kadang hilang oleh pembaruan sistem.

dan saya tidak tahu,
apakah yang membuat hati bergetar
adalah dirinya,
atau sekadar kemungkinan untuk dikenal.

karena barangkali setiap pesan
hanyalah bentuk lain dari doa yang tak berbalas,
yang berani kita kirimkan
tanpa tahu kepada siapa ia akhirnya tiba.

mungkin di sana,
seseorang sedang membaca kalimat saya,
dalam jeda di antara rapat dan laporan,
dalam cahaya biru layar yang sama,
dan merasa sedikit,
meski hanya sedikit,
diingat oleh semesta.

Di Balik Nama yang Tidak Pernah Saya Sebut

ada nama yang muncul di halaman rekomendasi,
seperti nasib yang menyelinap lewat algoritma.
saya tidak tahu mengapa ia muncul,
atau mengapa saya tak bisa mengabaikannya.

setiap unggahan terasa seperti surat
yang tidak ditujukan kepada saya,
namun entah kenapa saya membacanya
seperti seseorang yang sedang dipanggil pulang.

mungkin ini hanya kebiasaan modern:
menatap seseorang dari jarak sinyal,
menerka kehidupannya lewat sorot foto
dan kata-kata yang ia pilih untuk tidak sembunyikan.

tapi setiap kali saya melihatnya tertawa,
saya merasa dunia sedikit lebih utuh,
seolah semua retakan dalam diri saya
menemukan alasan untuk tetap bertahan.

saya tidak menuliskan namanya di mana pun.
karena nama, di dunia ini,
bisa berubah menjadi alamat yang terlalu cepat ditemukan.
saya lebih memilih menyimpannya
di sela kalimat yang belum selesai,
di ruang tak bernama
antara rindu dan kehati-hatian.

di sana, ia aman.
di sana, saya bisa mencintainya tanpa harus memilikinya.

Catatan Setelah Percakapan Terakhir

setiap pesan yang berakhir
meninggalkan ruang kosong seperti kursi yang baru saja ditinggalkan.
hangatnya masih terasa,
tapi kehadirannya sudah tidak ada.

saya masih menyimpan tangkapan layar
dari percakapan yang tak lagi bersuara
semata-mata untuk membuktikan bahwa sesuatu pernah terjadi.

kadang saya berpikir:
barangkali seluruh hubungan modern
adalah tentang menunggu notifikasi,
tentang membangun perasaan
di atas tanda-tanda yang samar;
emoji yang salah dikirim,
atau waktu baca yang tak berubah.

saya tidak tahu apakah saya menunggu dia,
atau menunggu versi diri saya
yang dulu berani berbicara tanpa takut kehilangan.

karena sebenarnya,
yang paling sulit dari mencintai seseorang
bukanlah kehilangan dia,
melainkan kehilangan diri sendiri
yang pernah percaya pada hal sederhana:
bahwa pesan yang dikirim
akan selalu menemukan penerimanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun