Banyak orang tua bertanya pada saya, “Apakah menulis tangan masih berguna di dunia kerja nanti?” Saya jawab dengan yakin: tentu saja. Tidak semua pekerjaan mengharuskan keterampilan mengetik super cepat. Justru, di banyak bidang, kemampuan untuk membuat catatan yang jelas, menyusun ide dalam bentuk tulisan tangan, atau bahkan sekadar menulis ucapan terima kasih di secarik kertas, sangat dihargai.
Seorang teman saya yang bekerja di bidang kreatif bercerita bahwa ide-ide terbaiknya justru muncul saat ia mencoret-coret di buku sketsa, bukan saat mengetik di laptop. Begitu juga dengan rekan saya yang menjadi jurnalis. Ia masih membawa buku catatan ke lapangan, menulis dengan cepat hasil wawancara, karena menurutnya, itu lebih praktis dan membuatnya lebih fokus pada peristiwa yang berlangsung.
Bahkan di dunia korporat, saya sering mendengar bahwa catatan rapat yang ditulis tangan lebih efektif karena langsung disaring oleh si penulis. Mereka tidak menyalin mentah-mentah, tapi hanya mencatat poin-poin penting. Ini membentuk pola pikir yang lebih analitis dan ringkas—dua hal yang sangat dibutuhkan dalam pekerjaan mana pun.
Karier yang Tumbuh dari Kebiasaan Menulis
Dalam jangka panjang, menulis tangan juga membantu seseorang membangun karier yang lebih bermakna. Saya pernah membaca bahwa menulis tangan saat menyusun rencana pribadi atau tujuan hidup memberi efek psikologis yang lebih kuat. Tulisan tangan menciptakan koneksi emosional yang mendalam, seperti kita benar-benar menandatangani komitmen dengan diri sendiri.
Saya sendiri merasakannya. Saat saya menulis target saya di buku harian sebagai guru—apa yang ingin saya capai tahun ini, siswa seperti apa yang ingin saya bentuk—saya merasa lebih terikat untuk mencapainya. Menulis tangan membuat saya tidak bisa sembarangan menghapus atau mengedit. Ada kesungguhan dalam tiap goresannya.
Dan ini bukan hanya pengalaman pribadi. Banyak profesional sukses, dari penulis, seniman, hingga pengusaha, mengandalkan tulisan tangan untuk mengatur ide, mengevaluasi kinerja, dan menyusun strategi jangka panjang. Karena dalam tulisan tangan, kita lebih hadir. Kita tidak terganggu oleh notifikasi. Kita betul-betul berpikir.
Kita Perlu Menulis Tangan Lagi
Saya tidak mengajak kita menolak teknologi. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa dalam dunia yang serba cepat ini, kita butuh cara untuk memperlambat diri dan berpikir lebih dalam. Menulis tangan bisa menjadi salah satu jalannya. Murah, sederhana, tapi kuat dampaknya.
Sebagai guru, saya akan terus membiasakan siswa saya menulis. Saya akan terus memberi ruang bagi mereka untuk mengenal kembali pulpen dan kertas. Karena saya percaya, dari situlah benih-benih berpikir kritis, kedisiplinan, dan refleksi diri akan tumbuh.
Untuk para orang tua, rekan guru, dan siapa pun yang peduli pada pendidikan: mari kita hidupkan kembali kebiasaan menulis tangan. Bukan karena kita ingin kembali ke masa lalu, tapi karena kita ingin masa depan yang lebih sadar, lebih dalam, dan lebih manusiawi.