Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Empat Tingkat Moralitas Manusia

20 September 2025   15:56 Diperbarui: 20 September 2025   15:56 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis empat tingkat moralitas manusia. (Gambar dibuat dengan AI)

Cinta sebagai moralitas bukan sentimentalitas. Ia justru yang paling sulit, sebab menuntut keberanian melawan naluri ego. Seorang dokter yang tetap merawat pasien miskin tanpa bayaran, seorang ibu yang mengasuh anak cacat seumur hidupnya, seorang aktivis yang berjuang meski tahu akan gagal---semuanya adalah wujud cinta.

Dalam agama-agama besar, cinta dipandang sebagai jalan menuju yang Ilahi. Umat kristiani menyakini ajaran Kristus, "Kasihilah musuhmu." Nabi Muhammad dikenal dengan sebutan rahmatan lil-'alamin: rahmat bagi semesta. Cinta adalah horizon tertinggi moralitas manusia, karena ia tidak lagi sekadar soal "benar" atau "adil," melainkan soal "mengasihi."

Kritik terhadap Moralitas Kita

Jika kita cermati masyarakat kita hari ini, banyak orang terjebak di level adab dan keadilan. Kita memuja kesopanan, tetapi toleran terhadap korupsi. Kita menuntut keadilan, tetapi sering hanya ketika kepentingan sendiri terganggu. Refleksi etis jarang dilakukan, apalagi cinta yang transendental.

Krisis moral bangsa bukan semata-mata krisis hukum atau krisis etika, melainkan krisis cinta. Kita hidup dalam zaman ketika orang saling berebut benar, tetapi jarang mau saling mengasihi. Padahal, tanpa cinta, keadilan bisa kaku, etika bisa dingin, adab bisa palsu.

Menapaki Tangga Moral

Empat tingkat moralitas ini bukan pilihan biner, melainkan tangga yang harus dinaiki. Adab tetap penting sebagai dasar, keadilan diperlukan untuk mengatur hidup bersama, etika dibutuhkan untuk menggugat dan memperbaiki, tetapi cinta adalah puncak yang memberi roh pada semuanya.

Masyarakat yang sehat bukan hanya yang sopan dan adil, tetapi juga yang reflektif dan penuh cinta. Dan cinta, meski terdengar utopis, adalah satu-satunya cara agar moralitas tidak berhenti pada formalitas.

Penutup

Manusia, kata filsuf, adalah makhluk pencari makna. Dalam pencarian itu, moralitas adalah kompas. Tetapi kompas itu tidak berhenti pada arah sopan santun atau aturan hukum. Ia menunjuk ke langit yang lebih tinggi: cinta. Tanpa cinta, kita hanya makhluk beradab tapi dingin. Dengan cinta, kita menjadi manusia sepenuhnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun