Apakah keluarga Indonesia masih punya kebiasaan makan bersama di meja makan? Atau jangan-jangan, meja makan sudah berubah fungsi jadi rak buku, meja kerja, atau malah panggung TikTok? Tantangan menulis bertema Cerita Meja Makan dari Kompasiana memberi ruang untuk menggali bukan hanya kenangan personal, tapi juga peluang edukatif dan refleksi sosial.
Sebab, meja makan bukan sekadar tempat meletakkan piring dan sendok. Ia adalah ruang kecil yang mencerminkan sistem nilai, komunikasi, bahkan pembangunan literasi anak.
Dan menariknya, hal ini bukan sekadar romantisasi keluarga ideal. Ini dibuktikan secara ilmiah.
Makan Bersama = Belajar Bersama
Natalie Kucirkova dan Jarmila Bubikova-Moan, dua peneliti dari Norwegia, menulis artikel berjudul "Parent--Child Mealtime Conversations Stimulated with Decorated Tableware" dalam Early Childhood Education Journal (2024). Mereka meneliti bagaimana piring bergambar dapat merangsang percakapan anak dan orangtua saat makan. Bukan hanya sekadar lucu-lucuan, gambar di piring ternyata memantik anak bertanya, berimajinasi, bercerita, bahkan berdebat.
Anak-anak usia prasekolah dalam studi ini menunjukkan variasi penggunaan bahasa --- mulai dari menyebut nama benda, membuat narasi, sampai menjelaskan alasan. Semua itu terjadi di meja makan, bukan di kelas.
Bahkan, percakapan saat makan dianggap punya nilai edukatif setara dengan kegiatan membaca buku bersama, karena melatih kemampuan naratif dan pemahaman sosial anak. Orangtua yang aktif mengobrol saat makan, secara tidak sadar memberi anak "asupan" bahasa yang sangat kaya.
Ayah Diam, Ibu Aktif?
Lalu muncul pertanyaan kritis: siapa yang sebenarnya paling banyak berbicara di meja makan? Apakah ayah, ibu, atau anak?
Natalie Merrill dan Robyn Fivush dalam artikelnya "Gender Differences in Family Dinnertime Conversations" (Discourse Processes, 2014) menjawab ini dengan data. Dalam studi terhadap keluarga kelas menengah di Amerika Serikat, mereka menemukan bahwa ibu berbicara lebih banyak daripada ayah, terutama dalam topik perilaku dan narasi. Ayah cenderung lebih aktif saat topik berpindah ke pengetahuan umum.
Menariknya, anak perempuan lebih banyak terlibat dalam percakapan emosional dan afiliasi, sedangkan anak laki-laki lebih sedikit berkontribusi dalam narasi yang penuh ekspresi. Ini menunjukkan bahwa meja makan bukan hanya tempat belajar berbicara, tapi juga arena reproduksi norma gender yang halus tapi efektif.
Tradisi yang Belum Merata di Indonesia
Namun, bagaimana konteks Indonesia? Apakah tradisi makan bersama juga berlaku universal di seluruh rumah tangga?