Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Diterima di Kampus Elit, Tapi Merasa Tak Pantas? Kamu Tidak Sendiri!

21 Maret 2025   10:47 Diperbarui: 21 Maret 2025   10:47 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merasa tidak pantas. (Sumber; Freepik.com)

 

Bagi mahasiswa generasi pertama (first-generation students), masuk universitas bukan sekadar soal akademik. Mereka tidak hanya menghadapi ujian mata kuliah, tetapi juga ujian sosial yang lebih kejam: ketidakcocokan habitus! Studi oleh Ivemark dan Ambrose (2021) dalam jurnal Sociology of Education berjudul "Habitus Adaptation and First-Generation University Students' Adjustment to Higher Education: A Life Course Perspective" mengungkap bahwa mahasiswa generasi pertama harus beradaptasi dengan norma sosial kelas menengah yang mendominasi dunia akademik. Dan jika gagal? Mereka bisa tersingkir, bukan karena bodoh, tapi karena merasa tidak punya tempat di kampus.

Penelitian ini mengidentifikasi tiga tipe mahasiswa generasi pertama dalam beradaptasi di universitas: Adjusters, Strangers, dan Outsiders. Adjusters adalah mereka yang berhasil menyesuaikan diri dengan budaya kampus, Strangers merasa terjebak antara dunia lama dan baru, sementara Outsiders merasa benar-benar asing dan sulit menyesuaikan diri. Yang lebih mencengangkan? Kebanyakan kampus tidak menyadari bahwa proses adaptasi ini bisa menentukan keberhasilan atau kegagalan akademik mahasiswa generasi pertama.

Seberapa besar peran keluarga dalam masalah ini? Sangat besar! Mahasiswa yang sejak kecil terpapar lingkungan sosial yang kaya akan modal budaya (cultural capital) cenderung lebih mudah beradaptasi. Sebaliknya, mereka yang tumbuh dalam lingkungan dengan keterbatasan budaya akademik lebih sulit merasa cocok di kampus. Artinya, kampus sebenarnya tidak cukup hanya dengan membuka pintu bagi mahasiswa miskin---mereka harus benar-benar menyiapkan strategi agar mahasiswa ini bertahan dan sukses.

Ketika mahasiswa generasi pertama masuk ke universitas, mereka tidak hanya membawa ambisi dan harapan, tetapi juga beban sosial yang tidak dirasakan oleh mahasiswa dari keluarga akademik. Mereka sering merasa bahwa mereka bukan bagian dari lingkungan itu, bahwa mereka "menyusup" ke dunia orang-orang yang sejak lahir sudah memiliki akses ke pengetahuan dan koneksi akademik. Mereka menghadapi dilema: tetap setia pada latar belakang mereka atau berusaha keras untuk menyesuaikan diri dan, sering kali, kehilangan identitas asal mereka.

Inilah pertanyaan besarnya: apakah universitas benar-benar peduli? Atau apakah mereka hanya bangga bisa menerima mahasiswa generasi pertama, tetapi menutup mata terhadap kenyataan bahwa banyak dari mereka kesulitan bertahan? Jika benar-benar ingin menjadi institusi yang inklusif, kampus tidak bisa hanya memberikan akses masuk, tetapi juga harus memberikan jaminan keberhasilan.

Solusi yang Harus Dilakukan Kampus

  1. Mentoring dan Dukungan Sosial: Kampus harus menciptakan program mentoring antara mahasiswa generasi pertama dengan dosen atau mahasiswa senior yang memahami tantangan mereka.
  2. Pelatihan Keterampilan Akademik dan Sosial: Jangan anggap mahasiswa otomatis tahu cara berinteraksi dengan dosen atau mencari bantuan akademik. Pelatihan tentang etika akademik, networking, dan komunikasi akademik harus menjadi bagian dari kurikulum.
  3. Komunitas Mahasiswa Generasi Pertama: Mereka perlu ruang aman untuk berbagi pengalaman dan strategi bertahan.
  4. Kebijakan Fleksibel untuk Menyesuaikan Diri: Kampus harus mengembangkan kebijakan yang memahami bahwa mahasiswa generasi pertama mungkin membutuhkan pendekatan berbeda dalam penyesuaian akademik.

Mahasiswa generasi pertama bukan hanya angka dalam statistik penerimaan universitas. Mereka adalah simbol harapan perubahan sosial. Jika universitas tidak ingin mereka gagal, maka saatnya berhenti sekadar memberi akses dan mulai benar-benar mendukung mereka.

Referensi

Ivemark, B., & Ambrose, A. (2021). Habitus adaptation and first-generation university students' adjustment to higher education: A life course perspective. Sociology of Education, 94(3), 191--207. https://doi.org/10.1177/00380407211017060

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun