Ia juga mengajak generasi muda, khususnya Gen Z, untuk menjadi agen perubahan dengan memanfaatkan media sosial sebagai alat kampanye iklim. "Dari literasi menjadi aksi. Jangan tunggu sampai bumi memaksa kita dengan bencana yang lebih besar," pungkasnya.
Krisis Iklim Memicu "Eco-Anxiety" Gen Z
"Peristiwa iklim ekstrem seperti banjir, kebakaran, dan kekeringan menimbulkan trauma psikologis. Banyak remaja yang mengalami kehilangan rumah, pengungsian, bahkan kehilangan anggota keluarga," ungkap Dr. Nova sambil mengutip laporan WHO dan The Lancet.
Menurutnya, bencana iklim juga memicu gangguan mental seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), depresi, dan gangguan kecemasan. Data global menunjukkan peningkatan ide bunuh diri dan kasus gangguan jiwa pada anak muda di wilayah yang terdampak parah oleh bencana iklim.
Gangguan Mental: Dampak yang Tak Terlihat
Dr. Nova memaparkan bahwa perubahan iklim memengaruhi aspek kehidupan sehari-hari Gen Z:
- Pendidikan: Ruang kelas yang panas menurunkan konsentrasi, mengganggu kualitas tidur, dan menurunkan prestasi akademik.
- Nutrisi: Krisis pangan akibat gagal panen berdampak pada gizi buruk dan stunting.
- Keamanan: Peristiwa iklim ekstrem meningkatkan risiko kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan remaja di pengungsian.
"Generasi muda menyaksikan perubahan lingkungan yang drastis. Mereka merasa marah, takut, dan putus asa. Ini adalah tanda eco-anxiety yang nyata," jelasnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI