Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prospek Soft Power Sebagai Strategi AS melawan Iran

5 Juli 2025   08:08 Diperbarui: 5 Juli 2025   08:08 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebab, ide demokrasi yang menjadi produk andalan soft power AS akan mentah oleh versi demokrasi khas Iran yang disebut teodemokrasi. Itulah model demokrasi yang dengan efektif mengawinkan konsep kedaulatan rakyat dengan kedaulatan Tuhan, konsep sekular dengan konsep religius, dalam bentuk Republik Islam Iran (RII).  Konsep Republik di sini dimodifikasi dengan kepemimpinan wilayah al-faqih atau pemerintahan para ulama yang menyentuh ketiga pilar Trias Politika dalam demokrasi: eksekutif, legislatif dan yudikatif. 

Berdasarkan ini, Iran memiliki empat pemilihan umum (pemilu). Pertama, pemilu untuk secara langsung memilih presiden yang akan mengomandani sistem presidensial. Kedua, pemilu memilih anggota parlemen dalam sistem distrik. Parlemen bertugas membuat legislasi dan bahkan memiliki wewenang memberikan persetujuan atas menteri yang diangkat oleh Presiden.

 Ketiga, pemilu referendum untuk menetapkan perundang-undangan yang terkait dengan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang amat penting.

 Keempat, pemilu untuk memilih ulama-ulama independen---bukan lewat partai---yang akan menjadi anggota Dewan Ahli (Majlis-i Khubregan). Dewan Ahli ini bertugas untuk mengangkat seorang Wali Faqih atau bisa juga Dewan Faqih yang terdiri dari tiga atau lima orang ulama yang berkualifikasi. Wali faqih ini memiliki kekuasaan untuk mengangkat otoritas yudisial tertinggi dan panglima angkatan bersenjata, kekuasaan untuk menyatakan perang dan damai, kekuasaan untuk memobilisasi angkatan bersenjata, dan kekuasaan untuk memecat presiden. Singkatnya, wali faqih adalah semacam kepala negara, sementara presiden adalah kepala pemerintahannya.

Akan tetapi, bukan berarti wali atau Dewan Faqih ini tak bisa diganggu gugat. Sebab, berdasarkan Pasal VIII ayat 107 Konstitusi RII, wali faqih itu diangkat dan bisa diberhentikan oleh Dewan Ahli yang nota bene dipilih langsung oleh rakyat.

Dari uraian di atas, konsep teodemokrasi Iran berarti menjalankan distribusi kekuasaan secara merata, sebuah prinsip utama dalam demokrasi. Sebab, semua pilar pemerintahan RII tidak memiliki kekuasaan mutlak dan bisa saling menjalankan checks and balances. Maka itu, demonstrasi yang mengusung penerapan demokrasi cangkokan Barat biasanya tidak bergema kencang di Iran. Alhasil, sulit bagi siapa pun menggelar panggung awal berkedok isu demokrasi dan HAM demi mendapatkan alasan menginvasi terang-terangan Iran lewat brute force. 

Kalaupun penyerangan itu terus dipaksakan dengan alasan yang dicari-cari, si penyerang bisa dikategorikan agresor yang pasti akan menuai hujatan komunitas internasional. Dan itu kemungkinan hanya akan kian memojokkan citra AS alih-alih berhasil menaklukkan Iran.     

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun