Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Review Makanan Tanpa Menjatuhkan, Belajar dari Jurnalis Kawakan Pak Bondan

13 Maret 2025   14:08 Diperbarui: 20 Maret 2025   15:21 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto jurnalis senior Bondan Winarno sedang bekerja (Sumber: foto koleksi keluarga Pak Bondan diambil dari feastin.id)

Belakangan ini, dunia bisnis kuliner atau terkenal dalam istilah "anak Jaksel" sebagai bisnis efenbi (maksudnya f & b alias food and beverage) diramaikan dengan ulah beberapa reviewer makanan yang ditengarai telah menjatuhkan sejumlah bisnis kuliner karena review mereka yang kadang subjektif dan bernada menjatuhkan. Bukan berskala kecil, isu ini bahkan sampai diangkat ke tingkat rapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Memang, keberadaan reviewer bak pedang bermata dua. Di satu sisi, kehadiran mereka dengan review positifnya bisa saja mengangkat satu bisnis kuliner. Di sisi lain, jika mereka menayangkan review buruk, usaha kuliner yang kebanyakan berskala kecil-menengah itu mungkin akan bangkrut. Di sinilah, para reviewer sebenarnya perlu mencari jalan bagaimana melakukan review atau kritik makanan tanpa menjatuhkan. Untuk keperluan itu, mereka dan kita semua sebenarnya bisa belajar dari satu jurnalis kawakan bernama Bondan Winarno (wafat 2017) atau akrab dikenal sebagai Pak Bondan.

Review edukatif

Pak Bondan dikenal sebagai pemandu acara pertama sekaligus paling legendaris dari program "Wisata Kuliner" yang tayang di TransTV sejak 2005. Acara ini melambung popularitasnya di tangan Pak Bondan yang membawa pemirsa ke berbagai tempat makan di Nusantara untuk memberikan informasi menggiurkan tentang berbagai sajian yang ada di sana. Dari sinilah, Pak Bondan mempopulerkan kalimat "Mak Nyus" untuk merujuk pada cita-rasa satu makanan yang sangat lezat.

Tidak sekadar membawa acara dengan komentar standar seperti "Kejunya keju banget" atau "enaknya sampai mau meninggoy", Pak Bondan berbekal wawasan luasnya sebagai wartawan kawakan belasan tahun mengenalkan pemirsa kepada asal-usul suatu hidangan kuliner lengkap dengan sejarahnya, relasi sosiologisnya dengan masyarakat setempat, dan bagaimana makanan itu menjadi cerminan antropologis dari manusia-manusia pembuatnya. Pak Bondan tanpa disadari mengedukasi masyarakatnya dengan disiplin "antropologi kuliner". Selain itu, sebagai orang yang juga hobi memasak, Pak Bondan bisa mengetahui secara detail bahan-bahan apa yang ada di dalam suatu masakan, sehingga pengetahuan pemirsa jadi lebih kaya. Singkat kata, menonton Pak Bondan itu bukan hanya "kenyang rasa" tapi juga "kenyang fakta". Di sini, Pak Bondan lebih memilih untuk melakukan "review edukatif"

Uniknya, Pak Bondan tidak pernah mencerca rasa suatu makanan. Bagi yang jeli menonton Pak Bondan (silakan juga lihat potongan-potongan klipnya di YouTube), ada tiga kata yang digunakan Pak Bondan ketika menilai rasa suatu makanan. Kata "Mak Nyus" adalah puncak kenikmatan suatu makanan. Jika Pak Bondan sudah mengucapkan itu, kita bisa mengetahui bahwa makanan itu menurut Pak Bondan sangat enak. Adapun kata "Top Markotop" menandakan makanan yang disantap Pak Bondan cukup lezat, tapi masih di bawah makanan berkategori "Mak Nyus." Terakhir, jika Pak Bondan menggunakan kata "Lumayan" atau "Boleh dicoba", itu berarti makanannya bercita-rasa biasa-biasa saja.

Kita lihat di sini Pak Bondan tidak pernah membuat review yang menjatuhkan. Beliau justru fokus pada mengedukasi masyarakat tentang bahan-bahan yang ada di dalam suatu makanan, sejarah khas bahan-bahan itu, dan bagaimana antropologi kulinernya. Manfaat review seperti ini pun banyak, mulai dari masyarakat yang teredukasi sampai popularitas tempat makan yang terangkat. Toh jika masyarakat secara umum menganggap tempat makan yang direview Pak Bondan kurang lezat sehingga tempat itu lambat laun sepi kembali, itu bukan salah Pak Bondan yang memang tidak pernah menjelekkan tempat makan maupun makanan yang ada di tempat tersebut.

Sosok multitalenta

Apa kira-kira yang membuat Pak Bondan sang legenda kritikus makanan ini tidak mau membuat review menjatuhkan? Saya kira ini karena beliau adalah sosok multitalenta yang jauh dari kesan jumawa alias beliau merupakan orang yang sangat humble. Banyak dari pembaca mungkin akan kaget bahwa Pak Bondan ini pernah memimpin suatu perusahaan di Amerika Serikat selama beberapa tahun. Beliau pun pernah menjadi kolomnis tetap rubrik Kiat yang berisikan kiat-kiat manajemen di Majalah Tempo, yang kemudian beliau teruskan di Tabloid Kontan. Artinya, Pak Bondan tahu secara praktis (hands-on) bagaimana sulitnya orang menjalankan manajemen suatu usaha makanan. Karena itu, tentu Pak Bondan tidak mau secara gegabah memberikan review makanan jelek yang bisa menjatuhkan suatu bisnis makanan.

Selain itu, Pak Bondan adalah wartawan ulung yang pernah menduduki posisi puncak keredaksian di harian sore terkemuka Suara Pembaruan. Di surat kabar ini pula, Pak Bondan memelopori kolom serba-serbi kuliner bernama "Jalasutra". Karena itu, semangat mengedukasi masyarakat dengan informasi yang menghibur tapi mencerahkan jelas sudah mendarah-daging di dalam diri Pak Bondan. Sehingga, meskipun mediumnya bukan lagi media cetak melainkan televisi, gaya jurnalistik uraian informatif Pak Bondan masih sangat kental terasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun