Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Tegar Menjadi Pelajar Perantau

27 Juni 2022   02:01 Diperbarui: 28 Juni 2022   02:00 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama rekan-rekan PMK FKIP UNS (Sumber Foto: Dokumen Pribadi)

Sekarang kampus IKIP berpindah di daerah Gunung Pati dan nama kampus berubah menjadi UNES (Universitas Negeri Semarang).

Pernah memiliki pengalaman lucu saat mencari pekerjaan sambilan. Saya membaca kolom lowongan pekerjaan. Ditulis dibutuhkan SPG.

Lalu saya bertanya-tanya serta menyiapkan lamaran, karena saya lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru). 

Saya tidak tahu saat itu jika SPG yang dimaksudkan adalah sales promotion girl. Yang dibutuhkan oleh perusahaan itu bukan orang yang lulus sekolah guru, tetapi gadis muda yang dapat memasarkan produk-produk mereka. Oh dasar, hehehe...

Mengembangkan Talenta

Dalam upaya mengembangkan talenta, saya bersama rekan membuat majalah dinding, kemudian membuat majalah prodi yang cara mencetaknya dibuat dengan fotocopy, namanya Serunai. Kemudian berkembang mengelola majalah pendidikan kampus yang saat itu bernama Motivasi. 

Sebelumnya koran kampus kami bernama Inovasi, tetapi karena menulis hal yang sensitif, maka dibredel pihak kampus. Kemudian terbitlah majalah Motivasi, di mana saya yang menjadi pemimpin redaksinya. 

Pada saat itulah, saya mulai mengusulkan supaya mahasiswa membayar uang pers kampus. Dengan demikian jalannya penerbitan lancar dari segi keuangan, mungkin istilah uang pers kampus masih ada di UNS sampai sekarang ini.

Saat mengelola majalah Serunai kami memiliki pengalaman yang saat itu bagi saya luar biasa. Saat sedang ramai-ramainya perdebatan sastra kontekstual, di mana Arief Budiman dan Ariel Heryanto dosen UKSW Salatiga menjadi ikon, maka saya bertekad mewawancarai mereka. 

Hasil wawancara itu dimasukkan ke dalam antologi buku Perdebatan Sastra Kontekstual di mana Ariel Heryanto menjadi editornya.

Memupuk Kerohanian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun