Wah saya bakal jadi guru sekolah menengah beneran nih, nanti saya bisa kasih soal murid di papan tulis, kemudian saya akan meniru guru matematika duduk di belakang kemudian bermain harmonika.
Tantangan kuliah di kota Solo cukup berat. Ekonomi keluarga pas-pasan, sementara orang tua masih harus menghidupi 5 orang adik-adik yang butuh biaya sekolah.
Ibu saya berjualan barang-barang kebutuhan dapur di pasar dan ayah bekerja sebagai pemborong bangunan.Â
Saya kemudian mengajukan beasiswa, puji syukur kepada Tuhan, saya mendapatkan beasiswa dari Pusat Pengembangan Bahasa sampai beberapa semester.
Untuk menghidupi kuliah, saya berusaha bekerja sambilan. Kebetulan ada rekan kuliah yang menjadi agen kacang bandung.Â
Saya kemudian dengan berjalan kaki dari kantin fakultas satu ke kantin fakultas yang lain untuk menitip kacang bandung itu.Â
Seminggu kemudian saya akan datangi kantin-kantin itu, totalan berapa yang laku dan saya beri kacang bandung yang baru.Â
Selain itu saya juga berusaha menulis cerpen di media surat kabar lokal dan membantu menulis reportase untuk koran-koran lokal tersebut.Â
Waktu itu saya menulis di koran lokal Solo Dharmanyata dan koran lokal Semarang Suara Merdeka dan Harian Sore Wawasan.Â
Pengalaman yang tak terlupakan saat membantu penulisan koran itu adalah saat tiba-tiba saja di sebuah konser rock di auditorium kampus, saya bertemu dengan Dono Warkop yang kebetulan nonton konser itu. Jadilah saya mewawancarainya dan dimuat di koran Dharmanyata.
Menjelang akhir kuliah, saya membantu nenek mengelola kos-kosan putra di Semarang. Kebetulan saat itu ramai-ramainya anak kost di daerah kampus IKIP Semarang yang masih beralamatkan di jalan Kelud Raya Semarang.Â