Mendaki gunung tentu butuh fisik dan mental prima. Fisik dan mental lemah tak akan mampu menaklukan sebuah gunung terendah sekalipun. Karena itu, (calon) pendaki dipaksa untuk berlatih fisik dan mental agar siap untuk mendaki gunung.
Tensi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dari batas normal sangat berbahaya untuk dipaksa mendaki gunung. Tidak ada cara lain supaya bisa mendaki gunung, tensi harus dinormalkan. Dan untuk itu harus mempertahankan gaya hidup sehat.
Belum lagi penyakit-penyakit lain semisal diabetes, jantung, rematik dsb dipastikan akan menghalangi untuk mendaki gunung.
Mengatur pola hidup sehat dan rutin donor darah mencegah berbagai penyakit akut agar fisik tetap prima. Hayo donor darah. Eh, kok jadi kampanye donor darah.
3. Lepas dari rutinitas pekerjaan
Pekerjaan kadang serasa tak ada habis-habisnya. Dari hari Senin sampai Jumat atau Sabtu, kadang ditambah hingga malam hari, tapi pekerjaan kadang tak kunjung tuntas sampai memuaskan hati.
Dalam keadaan lain, bekerja seperti rutinitas saja, mekanis seperti mesin: bangun pagi, mandi, sarapan, berangkat ke kantor, pulang, tidur, bangun pagi, mandi, sarapan, berangkat ke kantor. Begitu seterusnya. Seperti sebuah lingkaran yang tak habis-habisnya.
Jalan-jalan ke luar negeri atau traveling di objek wisata dalam negeri merupakan pilihan yang paling umum untuk dilakukan. Mendaki gunung salah satu pilihan nonmainstream.
4. Menyegarkan hidup dan ide
Sepanjang perjalanaan kita akan dihadapkan pada hamparan pemandangan yang indah, sungai jernih gemericik, pohon pinus berderai sampai jauh, cuaca dingin yang ngangeni, dan ketemu dengan banyak orang dari berbagai daerah, bangsa bahkan mancanegara.
Obrolan yang asyik dengan kawan seiring atau tetangga sebelah tenda, suara gitar yang merdu (bila tak terlarang membawa gitar), berpadu dengan acara memasak di gunung, adalah pengalaman yang segar dan menyegarkan.