Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Desa Wisata yang Melestarikan Alam

2 Oktober 2022   05:00 Diperbarui: 2 Oktober 2022   06:26 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembu putih (sumber: pariwisataindonesia.com)


Kalau sebelum berjangkitnya pandemi Covid-19, orang lebih cenderung wisata ke metropolitan. Paling dekat ke Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Shanghai, Hong Kong, Sydney, Paris atau Los Angeles. Namun setelah berjangkitnya pandemi Covid-19, tren wisata terpuruk, karena manusia harus lebih banyak diam di rumah. Kini justru timbul konsep wisata berupa Desa Wisata.

Awal mulanya, bermula dari konsep bekerja dari rumah (Work From Home), orang mulai tergerak melakukan wisata secara virtual. Otomatis bisnis pariwisata mati total. Orang lalu berpikir, Bagaimana berwisata yang sehat, tidak padat, maka timbullah konsep kembali ke alam. Udara yang terbuka, dinilai lebih sehat, karena mengurangi keterpaparan virus.

Wayan (dok: Koteka)
Wayan (dok: Koteka)

Sore ini, Sabtu 1 Oktober 2022, Koteka, komunitas traveler Kompasiana telah melangsungkan webinar bertajuk 'Wonderful Indonesia: Peran Desa Wisata dalam Mendukung G-20 dan Recovery Tourism". Dengan mengundang narasumver I Wayan Wardika. Acara dipandu langsung oleh Ony Jamhari, Ketua Koteka.

Wayan semula adalah seorang pelaut pada kapal pesiar. Wayan telah  12 tahun betpengalaman di bisnis hospitality. Yang pada saat berusia 40 tahun, memutuskan pulang ke Bali. Tepatnya pada tahun 2018, dua tahun sebelum Covid-19 mengguncang dunia.

Wayan muda yang terobsesi kerja di kota dan di hotel kembali ke desanya, pada usia 40 tahun, yang bernama Taro di Gianyar, Bali. Kembali ke desa membuat Wayan berpikir bahwa wisata harus bermanfaat secara ekonomi, lingkungan dan budaya.

Terpuruknya pariwisata akibat Covid-19, dianggapnya sebagai prluang. Apalagi selama kurun waktu sebelum Covid-19, destinasi wisata populer dikuasai pemilik modal yang hanya menganggap warga desa sebagai obyek.

Warga desa harus bisa menjadi subyek, maka Wayan menggenerasi bisnis wisata secara komunitas yang ramah lingkungan.

Wayan mulai melakukan pengelolaan sampah dengan baik agar bermanfaat menjadi pupuk organik  Kegiatan ini harus memberi kesempatan kepada warga desa, maka Wayan menyebut dirinya Desapreneur.

Wisata harus memberikan nilai tambah bagi wisatawan. Maka Wayan mengelola semua potensi desa dibawah komando kepala desa. Karena selama ini desa menjadi bagian kurang peting dalam perkembangan wisata, terlebih tidak peduli pada lingkungan.

Konsepnya disebut Desa Wisata, yang melibatkan warga desa, yang harus memiliki inovasi agar dapat bertumbuh.

Maka Wayan mengkonversi desa ke konsep bisnis. Semua kegiatan dikapitalisasi menjadi modal dengan menjaga lingkungan, mengubah cara berpikir, memikirkan kemasan yang menarik dan mengubah gaya hidup warga desa.

Warga desa yang memiliki homestay, yang pandai memasak, yang memiliki destinasi wisata , warga desa yang memiliki mobil dan mampu berbahaya Inggris, dikumpulkan lalu dikelola oleh komunitas.

Karena prinsipnya, desa memiliki 3 sumber daya, yakni manusia (merayu kaum muda untuk kembali ke desa), alam (gunung, hutan, sawah, sungai), keunikan budaya di tiap lokasi. Ke tiga sumber daya ini harus dikelola dengan baik untuk melestarikan budaya dan lingkungan. Maka Wayan meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan banyak kaum muda desa.

Mereka sepakat menjemput wisatawan untuk dibawa ke desa, diajak jalan-jalan melihat sawah dan hutan, trekking di gunung dan bukit, bersepeda, berbaur dengan aktivitas warga, menunjukkan perkebunan dan berfoto. Dapat berfoto dimana saja, karena jarang terdapat kendaraan lewat, hanya harus berhati-hati saat bersepeda, jangan meleng sehingga masuk ke sawah.

Keluarga Wayan sendiri memiliki perkebunan kelapa, yang dapat memproduksi gula aren, kolang kaling dan minyak kelapa

Selain mengelola camp, Wayan juga memiliki konservasi kunang- kunang. Kunang kunang adalah serangga sawah yang mengeluarkan cahaya pada malam hari. Banyaknya pemakaian pestisida dan pencemaran cahaya, membuat kunang-kunang sulit berkembang biak  Selain kunang-kunang, Wayan juga memiliki konservasi lembu putih serta menanam kelor (moringa oliefera).

Desa Taro adalah desa yang memenangi BCA Awards untuk katagori Wisata Alam.

Bagaimana dengan Anda? Masih terobsesi wisata ke metropolitan atau kembali ke alam dengan Desa Wisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun