Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Bicara tentang Desa - Kopi - Tembakau - Perantauan

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Politik

DESAisME dalam Aksi JOKOWI dan PRABOWO @kompasianaDESA

26 April 2025   09:23 Diperbarui: 26 April 2025   09:23 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah riuhnya pembangunan kota-kota besar, Indonesia menyimpan kekuatan sunyi: desa. Desa bukan hanya entitas administratif atau batas wilayah geografis, tetapi sebuah sumber kehidupan, identitas, dan masa depan bangsa. Dalam perjalanan sejarah modern Indonesia, dua presiden menempatkan desa bukan sekadar sebagai objek pembangunan, melainkan subjek utama kemajuan nasional: Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Prabowo Subianto.

Mereka, lewat pendekatan dan zamannya masing-masing, membangkitkan sebuah ideologi baru dalam pembangunan nasional: Desaisme --- keyakinan bahwa pembangunan sejati harus berakar pada pemberdayaan desa, memuliakan desa, dan menjadikan desa pusat peradaban.

Mari kita telusuri bagaimana Desaisme ini berkembang dalam dua masa kepemimpinan yang berbeda.

Apa itu Desaisme?

Desaisme adalah pandangan ideologis yang meyakini desa sebagai fondasi utama negara modern. Dalam kerangka ini, desa bukan dipandang sebagai entitas terbelakang yang perlu ditinggalkan, melainkan sebagai sumber kemandirian, solidaritas sosial, ekonomi rakyat, dan ketahanan budaya.

Desaisme menolak hegemoni urbanisasi serampangan yang menguras sumber daya desa dan memusatkannya di kota. Sebaliknya, Desaisme menegaskan bahwa membangun Indonesia berarti membangun desa, menghidupkan potensi lokal, dan menyeimbangkan pembangunan antara pusat dan pinggiran.

Ideologi ini tampak menguat dalam dua masa kepemimpinan Indonesia: masa Jokowi (2014--2024) dan masa Prabowo (2024--2029).

Desaisme Era Jokowi: "Membangun dari Pinggiran"

Ketika Jokowi dilantik menjadi Presiden RI pada tahun 2014, ia membawa satu program besar dalam visi Nawacita: "Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan." Ini bukan slogan kosong.

Dana Desa menjadi instrumen utama Desaisme Jokowi. Dengan total alokasi lebih dari Rp400 triliun sepanjang dua periode pemerintahannya, Dana Desa digunakan untuk membangun jalan desa, puskesmas, balai desa, saluran irigasi, pasar tradisional, dan banyak lagi.

Jokowi tidak hanya berhenti pada infrastruktur. Ia mendorong desa menjadi entitas ekonomi melalui penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tahun 2021, Jokowi menandatangani PP No. 11/2021, memberikan BUMDes status badan hukum. Ini membuka jalan bagi desa untuk bermitra dengan dunia usaha, mengakses modal, dan mengembangkan potensi lokal menjadi kekuatan global.

Di bawah Jokowi, desa berubah dari sekadar penonton pembangunan menjadi pemain utama. Data menunjukkan, angka kemiskinan di desa turun dari 17,37 juta (2014) menjadi 14,64 juta jiwa (2021).

Desaisme Jokowi juga menghadapi tantangan: modernisasi cepat tidak selalu selaras dengan budaya lokal. Di beberapa tempat, modernisasi desa menimbulkan ketegangan sosial dan tantangan pengelolaan keuangan desa.

Desaisme Era Prabowo: "Koperasi Desa Merah Putih"

Ketika Prabowo Subianto memimpin Indonesia mulai tahun 2024, Desaisme memasuki babak baru.

Prabowo membawa pendekatan yang lebih berakar pada gotong royong. Melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 dan Permenkumham No. 13 Tahun 2025, ia meluncurkan program besar: Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes).

Berbeda dengan Jokowi yang fokus pada badan usaha desa modern, Prabowo memilih koperasi sebagai instrumen utama pembangunan desa. Kopdes tidak hanya berfungsi untuk perdagangan barang kebutuhan pokok, tapi juga layanan kesehatan, distribusi logistik, hingga pengelolaan hasil pertanian.

Di bawah Prabowo, desa diposisikan sebagai pusat resistensi terhadap krisis pangan, energi, dan kesehatan. Kopdes menjadi basis baru kemandirian rakyat, memperkuat ekonomi lokal sekaligus mempererat solidaritas sosial.

Dengan target 70.000 hingga 80.000 Kopdes di seluruh Indonesia, Desaisme Prabowo lebih bertumpu pada kekuatan kolektif, membangun desa dari dalam, bukan hanya dengan uang negara, tetapi dengan energi rakyat itu sendiri.

Tantangan Desaisme Prabowo: bagaimana memastikan bahwa ribuan koperasi ini benar-benar dikelola rakyat, bukan hanya menjadi alat politik elite lokal.

Membandingkan Dua Aksi Desaisme

Meski berbeda pendekatan, keduanya memancarkan semangat Desaisme yang kuat. Berikut perbandingan singkat antara Jokowi dan Prabowo

FilosofiProfesionalisasi dan legalisasi desaKolektivitas dan gotong royong desaInstrumenBadan Usaha Milik DesaKoperasi Desa Merah PutihPendekatanModernisasi ekonomi desaSolidaritas sosial ekonomi desaDampak SosialMobilisasi SDM desa menuju entrepreneurshipRevitalisasi gotong royong dan swadaya masyarakatTantanganProfesionalisme vs budaya lokalKapasitas kolektif dan politisasi

Keduanya menghidupkan ideologi Desaisme dengan warna yang berbeda. Jokowi membawa cita rasa modernisasi legal-formal, sementara Prabowo membawa semangat rakyat-berdaulat.

Mengapa Desaisme Penting bagi Masa Depan Indonesia?

Dunia sedang berubah. Ketahanan pangan, krisis energi, perubahan iklim, dan ketimpangan sosial menjadi tantangan global. Indonesia, dengan 70% wilayahnya berupa desa dan 42% penduduknya tinggal di desa, tidak bisa bergantung hanya pada kekuatan kota-kota besar.

Desa harus menjadi tulang punggung masa depan Indonesia:

  • Ketahanan pangan berasal dari petani desa.

  • Energi hijau dimulai dari potensi desa.

  • Kebudayaan luhur lahir dari nilai-nilai desa.

  • Ekonomi kreatif lokal tumbuh dari inovasi desa.

Desaisme adalah jawaban Indonesia atas tantangan dunia modern: kembali ke akar, membangun dari bawah, mempercayai kekuatan rakyat kecil.

Tanpa membangun desa, kita akan menciptakan negara yang pincang---kota-kota megapolitan dikelilingi desa-desa terlupakan. Dan dalam ketimpangan itu, lahir kemiskinan, migrasi liar, bahkan ketidakstabilan sosial.

Sebaliknya, dengan Desaisme, kita membangun Indonesia yang adil, seimbang, berdaya, dan berbudaya.

Rekomendasi Menuju Desaisme 2.0

Untuk menyempurnakan ideologi Desaisme di masa depan, diperlukan beberapa langkah strategis:

  1. Integrasi Model BUMDes-Kopdes
    Satukan kekuatan legal formal BUMDes dengan solidaritas sosial Kopdes. Desa harus punya badan usaha sekaligus koperasi.

  2. Pendidikan Kader Desa
    Bangun akademi desa untuk mencetak pemimpin-pemimpin lokal yang profesional dan berbudaya.

  3. Pengawasan Partisipatif
    Libatkan warga desa sendiri, LSM, media, dan lembaga independen untuk mengawasi program-program desa agar bersih dari korupsi.

  4. Penyesuaian dengan Kearifan Lokal
    Sesuaikan program pembangunan dengan karakter sosial dan budaya tiap desa. Tidak semua desa harus "dimodernisasi" dengan cara yang sama.

  5. Digitalisasi Desa
    Gunakan teknologi informasi untuk memperkuat transparansi, pelayanan publik, dan pemberdayaan ekonomi desa.

Muliakan Desa, Mulialah Bangsa

Presiden Jokowi dan Prabowo, meski berbeda latar belakang dan gaya kepemimpinan, sama-sama menunjukkan bahwa kekuatan Indonesia ada di desa. Melalui Desaisme, mereka membawa gagasan besar: masa depan Indonesia bukan di kota-kota supermodern, tetapi di desa-desa yang hidup, mandiri, dan berdaya.

Desaisme mengajarkan kita bahwa membangun desa bukan sekadar tugas teknis, melainkan panggilan ideologis. Ini adalah jalan untuk memuliakan manusia Indonesia, dari akar rumput sampai pucuk tertinggi kehidupan berbangsa.

Karena itu, bagi siapa pun yang mencintai Indonesia, satu prinsip harus dipegang erat: muliakanlah desa, maka bangsa ini akan berdiri tegak dalam kemuliaannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun