Kau yang di Jakarta,
duduk di ruang sejuk dan indah,
aku di desa,
menghitung hujan, lumpur, dan resah.
Kau membuat kerja sama,
dengan tanda tangan yang mudah,
aku menelan pahitnya,
dengan beban di pundak hampir patah.
Kau pikir ini biasa saja,
selembar kertas tanpa nyawa,
tapi bagiku, setiap tinta
bermakna resiko dan dilema.
Utusan datang mengetuk pintu,
membawa kabar, bicara rencana,
ujung-ujungnya satu yang dimau,
bagilah dana desa untuk kita.
Aku tersenyum, aku tertawa,
tapi hatiku bergolak juga,
karena tiap rupiah yang mereka minta,
adalah titipan rakyat yang percaya.
Oh, Jakarta yang jauh di sana,
lihatlah desa dengan mata nyata,
agar kau tahu, di tiap kebijakanmu,
ada resah yang harus aku jaga.
*Gundah Kepala Desa*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI