Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hai, Bolehkah Kupinjam Telingamu?

26 Februari 2020   17:58 Diperbarui: 29 Februari 2020   13:09 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini Selasa, dan Luna berada di bagian atap sebuah gedung besar milik kedua orang tuanya, menunggu tengah malam sambil menghisap rokok kretek yang kata temannya terlalu berat untuk perempuan seperti dirinya.

Hari ini Selasa, biasanya ketika jam 12 malam atau lewat tengah malam, handphone-nya akan berbunyi. Telepon dari orang yang sama, dengan cerita yang sama, dan keluhan yang sama, yang selalu terulang setiap minggunya.

"Kringg.." 

Handphone Luna berbunyi, Ia mengangkat, lalu menempelkan pada telinga kanannya. Di ujung telepon, terdengar suara isak tangis perempuan. Tangisan yang sama, yang terjadi setiap minggunya di hari Selasa. Rima kembali bercerita kalau malam ini seorang laki-laki yang disebutnya sebagai suami kembali datang menemuinya, memperlakukannya dengan kasar dan memperkosanya. Tidak ada yang berubah. Ceritanya, tangisannya, ataupun intonasinya ketika ia bercerita kepada Luna.

Luna ingat pertama kali Rima menceritakan hal tersebut, Rima mengatakan kalau rasanya ia ingin bunuh diri saja. Sepanjang malam itu Luna mencoba menenangkan Rima hingga akhirnya Rima mengurungkan niatnya untuk mati dan berterima kasih kepada Luna karena mau mendengarkan ceritanya.

Minggu pertama..

Kedua..

Ketiga..

Dan begitu terus setiap minggunya hingga Luna hafal dengan kata-kata dan suara tangisan yang akan Rima keluarkan ketika ia menelpon Luna setiap Selasa di tengah malamnya.

Tidak ada yang berubah..

Membuat Luna semakin lama semakin tidak banyak bicara setiap minggunya ketika Rima menelponnya. Hanya sekedar berdehem, atau mungkin mengatakan "iya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun