Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip

Di Pantai Situs Nangasia, Pelakor Itu Berkisah

24 Agustus 2021   08:15 Diperbarui: 24 Agustus 2021   08:26 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi menghargainya, saya menggeser badan walau tak cukup nyali menatapnya lama-lama. Terlihat dirinya begitu seksi. Rambut pirangnya terurai di sapu angin laut. 

Pakaian yang dikenakannya hanya menutupi beberapa bagian tubuhnya saja. Kulit putihnya bersih dengan dadanya menyembul seksi. Tali di dua sisinya menyibak belahan itu. Bagiannya terlihat, walau puncaknya sedikit berjarak dengan kalung yang dikenakannya. Walau sekilas melihatnya, pikiran saya tak karuan dibuatnya.

Melihat saya kikuk, dirinya tersenyum tipis.

"Kenapa bang sendiri" Tanyanya.
"Saya memang  ingin sendiri" Jawab saya singkat.
"Bolehkah saya menemani abang hingga senja temaram di sapu gelapnya malam?"

Mendengar pertanyaan itu, saya kembali terdiam. Saya merasakan getaran jantung yang serba tak karuan. Perasaan saya serasa gemuruh halilintar membahana di langit berawan. 

Bercampur aduk diseret keputusan sulit untuk menjawab. Bertemu seorang gadis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ia hadir bak jelangkung yang datang tanpa diundang dan pergi tanpa di antar. Ia duduk tak seberapa berjarak.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Tak ditanya, gadis itu berkisah tentang masa lalunya yang getir dan menguras emosi. Dirinya bukan lagi gadis seperti yang disangkakan. Ia sudah menjanda dua tahun silam, setelah suaminya memilih pergi dengan kekasih pujaan hatinya.

Mula-mula rumah tangganya baik-baik saja. Kebahagiaan selalu menyelimuti keluarga kecilnya. Kehadiran anak pertamanya satu tahun setelah turun dari pelaminan, memberi keyakinan padanya bahwa ia dan suaminya akan mampu membawa bahtera rumah tangganya hingga menepi di ujung waktu.

Ternyata itu hanya seulas harapan saja. Nasi terlanjur menjadi bubur. Suaminya mulai berubah ketika mendapat jabatan di salah satu tempatnya bekerja. Jarang pulang. Kalau ditanya, selalu dijawabnya dengan cacian, makian dan bahkan  tamparan bersarang di pipinya yang putih. 

Mula-mula ia mencoba bertahan dari sikap suaminya yang tak pernah bersahabat. Tapi, ketika suatu hari melihat langsung suaminya bercumbu dengan wanita lain di salah satu kaffe di sudut kota, membuat hatinya hancur dihempas ombak penghianatan suaminya.

Ia memutuskan  bercerai. Memilih jalan yang berbeda. Melanjutkan hidup dengan putri sematang wayangnya yang kini hidup dengan ibunya di sudut kota. Ia hanya mendapatkan rumah beserta isinya setelah berpisah dengan suaminya. Kini, dirinya hanya memiliki sejumut harapan bahwa kelak akan mendapatkan lelaki yang akan tulus mencintainya. Merawat, hingga rambutnya beruban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun