Mohon tunggu...
Widya Widya
Widya Widya Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa

Hallo :)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Refleksi Ramadhan: Ustadz Juga Harus Ngaji

2 April 2022   12:27 Diperbarui: 2 April 2022   12:43 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Lagian bukahkah menikah memang bukan untuk bahagia?

Teman-teman dan tetangga juga penting krn kalau ga shalih takutnya ngebawa kita ke jalan yang salah. Saya pribadi,, tidak menyanggah soal ini, tapi harus dilihat lagi, bagaimana ukuran shalih itu sendiri, karena banyak persepsi dari kata shalih...

Misalnya ukuran shalih hanya sebatas dia rajin shalat, rajin puasa, berbakti sama orangtua dan mengajak hal-hal seperti itu, bagi saya pribadi saya tidak setuju dengan ukuran bahagia adalah teman dan tetangga shalih.

Kenapa?

Jika saya harus punya teman dan tetangga yang buat jadi tolok ukur apakah saya bahagia dengan ukuran mereka, maka begini konsep shalih dari saya:

Saya ingin, teman-teman dan tetangga saya, selain jago dalam urusan akhirat, dia juga mau nih berkembang di dunia. Misalnya, saya akan menambahkan poin-point seperti: peduli lingkungan dan selalu ada action plan buat wujudin lingkungan yang ga Cuma bersih, aman dan nyaman tapi juga berkelanjutan. Apa maksud berkelanjutan di sini? Bagi saya saat ini, saya ingin berada di sekitar mereka yang yang sudah komitmen mengurangi sampah dan bijak mengolahnya. Saya ingin teman-teman dan tetangga saya kelak punya MINDSET yang terbuka, yang bukan hanya soal akhirat saja, tapi soal dunia juga oke. Karena saya sadar sebagai khalifah yang ditakdirkan Allah di bumi, bukankah kita harus mewujudkan kehidupan yang lebih baik dari segala aspek?

Nah kalau ukuran bahagia menurut point 4, saya sudah tidak setuju dari awal.

Menurut saya, ini pemikiran yang terlalu sempit. Ada banyak faktor dan alasan kenapa saya bilang begitu. Pertama, kita tahu bahwa kompetisi selalu ada, dan kalau kita tidak punya spesifikasi yang cukup, akan sulit bagi kita bekerja di perusahaan yang kita inginkan. Tentunya ada posisi-posisi di perusahaan yang tidak terlalu membutuhkan keahlian, tapi biasanya pekerjaan seperti ini tidak terlalu banyak penghasilannya.

Dengan ukuran bahagia yang seperti itu, mau tidak mau, suka tidak suka bekerja apa saja dengan gaji berapa saja juga sudah bahagia. Tapi bagi saya pribadi itu bukan hal yang membahagiakan. Itu mengekang!

Bagaimana bahagia versi saya jika ukurannya adalah pekerjaan?

Bagaimanapun, saya ingin bekerja di perusahaan yang bisa memberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan value saya. Jadi saya harus punya nilai dulu, harus punya keterampilan dulu sehingga saya bisa memperoleh pekerjaan dan posisi yang saya inginan. Walaupun pekerjaan itu menuntut saya jauh dari keluarga tapi jika saya senang dengan pekerjaan itu, ya saya bahagia. Memang jika dekat keuarga pikiran akan tenang, tapi jika ada peluang kehidupan yang lebih baik di masa depan, mengapa kita takut mengambil resiko tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun