Selama ini, apa yang diajarkan pada jenjang pendidikan SMA tidak sesuai dengan dunia kerja ataupun ketika lanjut ke perguruan tinggi. Begitupun banyak lulusan SMK yang nganggur karena tidak  tersedianya lapangan kerja dengan jurusan di SMK.
Harusnya perdebatan menyentuh akar masalah, yaitu kurikulum pendidikan. Terlebih sudah dalam era revolusi industri 4.0.
Apa yang dapat dilakukan bila tetap dengan kurikulum 13 (K13)?
Lalu bagaimana persoalan guru yang wajib siap dengan revolusi industri 4.0. Sementara menjalankan K13 saja masih terseret-seret.
Artinya sangat diperlukan stok guru berkualitas. Tapi bagaimana melangkah lebih jauh, persoalan kesejahtraan guru, guru honorer, kekurangan guru, juga terus menjadi problematika dunia pendidikan kita.
Jadi, seharusnya dalam debat cawapres kemarin, persoalan mendasar tentang kurikulum dan bagaimana menyiapkan guru berkualitas lebih mengapung.
Barangkali dapat belajar dari Finlandia yang sukses dalam dunia pendidikan. Mengapa peserta didik di sana belajar di kelas hanya tiga jam. Gaji gurunya setara gaji dokter dan pengacara. Namun, untuk menjadi guru pun wajib melalui proses yanf tidak mudah. Kuncinya, Finlandia memiliki Kurikulum pendidikan yang mumpuni, pun menyiapkan guru dengan sangat cerdas.