Tanpa disadari oleh masyarakat jejaring, ruang hidup dalam interaksi sosial digital semakin banyak melahirkan ruang-ruang digital yang berpotensi menimbulkan gejolak sosial.Â
Sebab makin banyak orang berani bersuara untuk mendukung atau mengkonfrontasi salah satu pihak, yang sedang berseteru atau berpolemik pada perkara apa pun.Â
Gejolak sosial yang dapat ditimbulkan oleh ruang-ruang digital terindikasi dengan bermunculannya ruang-ruang digital pendukung atau pembenci atas perseteruan atau polemik antara dua pihak.Â
Perseteruan atau polemik yang didukung atau dibenci bahkan telah menyasar ke berbagai bidang.Â
Mulai dari bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, agama dan bidang lainnya.Â
Namun bila diperhatikan secara seksama, tidak semua ruang-ruang digital tersebut berisi orang-orang yang berani bersuara langsung dalam mendukung atau membenci lalu melakukan konfrontasi terhadap salah satu pihak yang sedang berseteru atau berpolemik.
Ruang-ruang digital pendukung atau pembenci ternyata sering kali hanya berisi konten berupa potongan video antara dua pihak berseteru atau berpolemik, yang dibentur-benturkan atau diadu.Â
Sebuah ruang digital yang berisi konten kompilasi berupa potongan video yang diambil dari pihak yang didukung dan dibenturkan dengan potongan video dari pihak yang dibenci, yang tentu saja dengan kecenderungan bias pada potongan video pihak yang dibenci.Â
Memang semua kontennya tidak selalu berisi potongan video yang dibenturkan antara pihak yang didukung dengan pihak yang dibenci, kadang hanya potongan video pihak yang dibenci kemudian dibenturkan dengan reaksi, komentar, opini atau argumentasi dari orang-orang yang mendukung, atau sebaliknya.
Sementara orang dalam konteks ini, kreator konten yang menciptakan ruang-ruang digital dan selanjutnya dapat disebut sebagai "ruang nanyita digital", tidak jarang cuma mengucap salam pembuka, menyajikan potongan video pihak berseteru, intermeso, dan mengakhirinya dengan salam penutup tanpa memberi reaksi, komentar, opini maupun argumentasi terhadap konten yang dibuatnya.
Sesekali potongan konten video yang dibenturkan dan dibuat hanya ditampilkan sambil dibacakan komentar-komentar yang berada di dalamnya.Â
Meskipun beberapa yang lainnya agak berani memberikan argumentasi dengan menggiring opini untuk mengalihkan dukungan pada pihak yang didukung atau memengaruhi untuk ikut membenci pihak yang dibenci, tetapi umumnya tetap dengan catatan disclamer.
Perkara itulah yang membuat konten-konten semacam disebut "ruang nanyita digital", yakni sebuah ruang digital yang diciptakan oleh kreator konten dengan prinsip "nabok nyilih tangan" atau disingkat "nanyita".Â
Dalam berbagai literatur, secara harfiah nabok nyilih tangan berarti memukul dengan meminjam atau menggunakan tangan orang lain.Â
Lebih jauh, nabok nyilih tangan merupakan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan seseorang tetapi menggunakan orang atau pihak lain untuk mencapainya.
Dengan demikian, "ruang nanyita digital" yang dilahirkan oleh kreator konten cenderung mempunyai kepentingan yang sesuai dengan keinginan pembuat konten sehingga tampak mendukung atau membenci salah satu pihak, padahal umumnya dilakukan hanya dengan menggunakan potongan konten (video) milik orang lain dengan potensial informasi bias yang sangat mungkin terjadi.Â
Karena itu dari sanalah potensial awal letak bahayanya berasal. Ruang nanyita digital kerap menyebarkan informasi yang tidak utuh, potongan yang senantiasa menjadi bias, dan pembuat kontennya selalu dominan menyatakan disclaimer terhadap konten yang dibuat.Â
Sehingga jelas terbaca bahwa kreator konten yang memunculkan ruang-ruang nanyita digital ingin terlepas dari beban tanggung jawab pada konten yang telah dibuatnya.Â
Itu sama artinya dengan 'nabok nyilih tangan', mengalihkan tanggung jawab kepada pembuat konten (sumber video) yang diambil secara potongan, tidak utuh atau disesuaikan (di-setting) ke dalam konten yang dibuatnya.
Dalam artikel berjudul "Fenomena 'Referendom' di Generasi Topping", hal tersebut telah diuraikan sebagai tindakan menyerahkan suatu masalah kepada orang banyak dalam ruang-ruang gema di dunia digital untuk dapat menentukan suatu persoalan melalui konformitas dan pertentangannya menggunakan konten yang dibuat dengan mereferensi dan mendompleng konten orang lain serta cenderung digunakan untuk meraih keuntungan diri dan menunjuk konten orang lain jika konten yang dibuatnya mengandung konsekuensi dan mengundang risiko hukum.Â
Fenomena referendom adalah perbuatan mengambil keuntungan dengan menciptakan ruang gema digital yang bersifat konformitas dan pertentangannya, untuk mengangkat akun dan konten pembuatnya dengan cara mereferensi konten orang lain yang sedang viral dengan kencenderungan menolak konsekuensi atau risiko hukum yang bisa saja terdapat dalam konten video yang dibuatnya.
Oleh karenanya, untuk sejumlah konteks tertentu terutama dengan pernyataan disclaimer, kemunculan ruang-ruang nanyita digital, alih-alih dapat menetralkan polemik, memperoleh titik temu atau jawaban pasti atas seteru antara dua pihak, justru akan membuat masalah inti tidak pernah selesai tapi menyebar ke mana-mana, bias, sebab tidak jarang pula terdapat informasi yang tersebar diambil dari simpatai dan berakhir hoaks.Â
Jadi kesimpulan atas masifnya ruang-ruang nanyita digital yang muncul tanpa keberanian ikut bertangggung jawab atas suatu perseteruan atau polemik yang digemakan, bukan hanya tidak akan menyelesaikan perseteruan atau polemik, melainkan akan menambah seteru dan polemik baru.Â
Artinya, ada indikasi bahaya dalam ruang nanyita digital di generasi topping dibanding dengan kemungkinan manfaat yang bisa dihadirkan olehnya.Â
Yaitu bahaya-bahaya ruang nanyita digital tanpa keberanian tanggung jawab, yang seharusnya bisa dihindari bahkan diantisipasi agar tidak memberikan dampak atas bahaya berikut ini:Â
1. Tanpa adanya tanggung jawab (disclaimer) dari pembuat konten, dukungan atau konfrontasi terhadap suatu perseteruan atau polemik berpotensi bias dan menimbulkan masalah-masalah baru sehingga masalah inti tidak pernah selesai.Â
2. Masalah-masalah baru yang ditimbulkan ini, cenderung memiliki potensi memecah belah antara pendukung dan pembenci dua pihak berseteru atau berpolemik. Sehingga membuat masalah semakin ruwet.Â
3. Benturan antara potongan video dua pihak berseteru atau berpolemik dalam ruang nanyita digital bertendensi memprovokasi, membuat gaduh, dan mulai saling menyerang objek personal. Bukan substansinya.Â
4. Munculnya ruang-ruang nanyita digital dengan masing-masing argumentasi dukungan atau kebenciannya, justru akan semakin memperpanjang masalah dan hanya akan mengarahkan hasil akhirnya pada kebenaran post truth.Â
5. Ruang nanyita digital sangat berpotensi menjadi ruang digital yang menciptakan simpatai (simpulan cepat berantai), yang tanpa verifikasi dan tidak dapat dijamin validitas informasinya, tersebar tanpa kontrol dan besar kemungkinan menjadi informasi-informasi hoaks di luar masalah intinya.Â
6. Meskipun dengan membawa pesan disclaimer, konten pada ruang nanyita digital sejatinya tetap memiliki potensi pelanggaran hukum atas UU ITE, fitnah, ujaran kebencian atau pencemaran nama baik , maka potensi bahaya bagi kreator konten nanyita tidak serta merta menjadi kebal hukum.Â
Poin-poin bahaya itulah yang harus mampu diantisipasi oleh generasi topping sehingga tidak mudah terjebak dalam dukungan atau kebencian yang tidak memberi manfaat.
Karena tidak selamanya menggunakan tangan orang lain, dalam hal ini konten kreativitas atau pemikiran orang lain bisa melindungi kreativitas atau pemikiran (tangan) sendiri bila memenuhi unsur pelanggaran hukum, norma, agama, moral dan nilai-nilai positif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI