Genosida adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang melibatkan tindakan dengan maksud untuk menghancurkan, baik seluruh atau sebagian, suatu kelompok nasional (negara), etnis, ras, atau agama.Â
Istilah "genosida" diperkenalkan oleh Raphael Lemkin, seorang pengacara Polandia, pada tahun 1944. Lemkin pertama kali menggunakan istilah genosida dalam bukunya yang berjudul "Axis Rule in Occupied Europe". Istilah ini untuk menggambarkan tindakan sistematis yang bertujuan menghancurkan suatu kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama.
Namun yang sering kali luput dari tujuan genosida adalah bahwa kehancuran yang diakibatkan darinya bukan sekadar hancurnya suatu bangsa, etnis, ras atau agama, melainkan menyebabkan pula kehancuran ekonomi, keruntuhan infrastruktur, hilangnya tenaga kerja produktif, dan kemiskinan yang berkepanjangan.
Akibat itulah yang selalu menjadi perdebatan bahwa tujuan utama dari motif genosida itu sendiri sebenarnya lebih cenderung mengarah kepada motif ekonomi. Yaitu keinginan untuk menguasai tanah-tanah dan sumber kekayaan alam atau rasa iri yang berlebih atas kemajuan ekonomi suatu bangsa, etnis, ras atau agama lain yang menjadi sarasan genosida.
Oleh karena itu, dalam lingkup yang jauh lebih kecil, invasi iklan-iklan masif tawaran pinjol dan paylater di berbagai media sosial lewat SMS (short message service), panggilan telepon hingga surel yang bertujuan menyerang (memengaruhi) psikologis setiap orang agar bersedia melakukan pinjaman meski tidak membutuhkan, identik dengan invasi pasukan bersenjata (fisik) yang bermaksud menyerang untuk menguasai suatu negara. Mengapa pinjol dan paylater identik dengan genosida ekonomi?
Sebelum masuk pada alasan mengapa pinjol dan paylater identik dengan genosida ekonomi, maksud dari genosida ekonomi itu sendiri bisa dimaknakan sebagai upaya mengambil keuntungan finansial atau sumber daya ekonomi (kekayaan alam termasuk tanah, rumah dan harta berharaga lainnya) dengan cara-cara tidak etis (jahat) terhadap setiap individu, keluarga, kelompok, wilayah hingga negara bahkan sampai menerima kehancuran ke akar-akarnya. Bukankah karena alasan ekonomi pula genosida yang sesungguhnya terjadi dengan mengatasnamakan sentimen kebangsaan, etnis, ras atau agama? Â
Genosida ekonomi dalam balutan pinjol dan paylater dimulai dengan menginvasi penawaran produk ke konsumen melalui iklan-iklan yang menggoda, menggiurkan, memengaruhi psikologis dengan daya tarik yang luar biasa. Terlebih narasi yang selalu dibangun adalah perannya dalam membantu perekonomian untuk pembiayaan-pembiayaan masyarakat yang membutuhkan. Â Â
Daya tarik yang ditawarkan berupa dapat membayar kebutuhan apa pun, nominal pinjaman yang besar tanpa agunan, kemudahan penerimaan pinjaman tanpa syarat berbelit, bunga rendah hingga proses pencairan yang cepat bahkan dalam hitungan menit. Semua malah bisa dilakukan tanpa verifikasi dan validasi data secara langsung (offline).
Sementara proses pembayaran, pemberlakuan bunga dan denda serta penagihan nyatanya cenderung tidak manusiawi. Demi mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, yang berujung dengan kecenderungan motif ingin menguasai harta milik peminjam seperti rumah, tanah atau barang-barang berharga lainnya. Pinjol dan paylater kini terbukti digunakan oleh banyak nasabah (masyarakat) yang tidak mempunyai kemampuan membayar.Â
Faktanya, dengan merujuk pada yang dimaksud dengan genosida ekonomi dan berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebutkan bahwa total nilai pinjaman pokok belum dilunasi mencapai Rp79,97 triliun pada Maret 2025. Dan sebanyak 2,77% sudah masuk gagal bayar atau wanprestasi 90 hari, yang nominalnya mencapai Rp2,22 triliun, menunjukan bukti bahwa invasi ekonomi tinggal menunggu waktu eksekusi genosida. Â Â
Mirisnya lagi, banyak anak muda yang mengambil pinjol dan masuk status gagal bayar. Per Maret 2025, terdapat 20,4 ribu rekening dengan nilai gagal bayar Rp4,16 miliar untuk pengguna di bawah 19 tahun dan 467,9 ribu rekening senilai Rp794,41 miliar untuk pengguna usia 19-34 tahun.
Dengan demikian, genosida ekonomi dalam balutan pinjol dan paylater berarti membunuh banyak ekonomi keluarga dan personal ke dalam jeratan utang, menghidupkan mekanisme gali lubang tutup lubang, membunuh kesempatan bekerja hingga membuat banyak orang ter-PHK.
Pinjol dan paylater juga dapat melahirkan joki bantuan yang justru lebih menjerat, menumbuhkan aksi kriminal penipuan, mengubah uang suami istri menjadi utang hingga menimbulkan perceraian, memanipulasi data statistik tentang kemampuan daya beli masyarakat yang nyatanya uang dari berutang, sampai mematikan mental dan psikologis banyak orang karena tekanan yang dialaminya.
Karena perkara-perkara itulah pinjol dan paylater identik dengan genosida ekonomi atau sebut saja "oikosnomosida". Jadi, alasan mengapa pinjol dan paylater identik dengan genosida ekonomi atau oikosnomosida adalah berikut:
1. Ada invasi yang menyerang psikologis individu yang terkandung dalam setiap iklan-iklan dan ajakan untuk melakukan pinjaman pinjol dan paylater. Termasuk narasi bahwa pinjol dalam bahasa halusnya pindar dan paylater adalah bentuk usaha pembiayaan yang membantu masyarakat.Â
2. Ada senjata dalam bentuk perjanjian tak tertulis yang boleh jadi sebagai aturan kesepakatan yang mengikat antara kreditur dan debitur, disebut tak tertulis sebab kesepakatan aturan tersebut disajikan dalam bentuk atau format online sehingga sering kali, cenderung bahkan diabaikan oleh kedua belah pihak. Tidak diarahkan oleh kreditur untuk dibaca dan dipahami sebelum submit atau menyetujui sebagai tanda persetujuan, dan tidak dibaca pula oleh debitur.Â
3. Terdapat banyak data peminjam atau debitur yang ternyata melakukan peminjaman bukan atas kemauan dan persetujuan dirinya, melainkan digunakan oleh sanak saudara, teman, pacar atau rekanan di bawah tekanan psikologis atas desakan, paksaan, rasa iba tanpa perjanjian tertulis. Informasi ini pastinya diabaikan oleh pihak peminjam.Â
4. Bahkan tidak sedikit data peminjam yang digunakan oleh yang bukan pemiliknya alias digunakan oleh orang yang tidak berhak, demi mencari atau mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya. Sedangkan tagihan atas utang paylater, utang pinjol atau keduanya tetap dialamatkan kepada data yang atas namanya digunakan. Â
5. Tidak pernah benar-benar ada survei lapangan untuk memverifikasi atau memvalidasi kemampuan membayar peminjaman pada peminjam dari pihak pinjol atau paylater seperti pada pengajuan kredit peminjaman melalui bank yang dilakukan secara offline.
6. Tidak pernah ada penagihan langsung (offline)Â dengan cara persuasif oleh karyawan resmi pinjol atau paylater. Penagihan umum dilakukan secara represif melalui panggilan telepon yang berkali-kali hampir tiap jam hingga menit (teror), debt collector atau pihak ketiga dengan cara-cara yang sama (teror), pesan-pesan jahat dan kotor sampai ke teror fisik.
7.  Ketika peminjam galbay, hampir tidak ada pendekatan untuk memberikan solusi atau keringanan pembayaran. Bahkan saat peminjam putus informasi karena kehilangan kontak akibat sesuatu dan lain hal, tidak pernah ada upaya petugas pinjol atau paylater resmi yang melakukan pemberitahuan resmi dalam jangka waktu tidak lebih dari tiga bulan, baik lewat surat tertulis atau datang langsung.Â
Hal putus informasi karena kehilangan kontak dalam kondisi tetap dalam ketidakmampuan membayar, cenderung dianggap sengaja ganti nomor, sengaja tidak mengaktifkan nomor atau melakukan block untuk menghindar dari tanggung jawab. Padahal, data peminjam melalui verifikasi data sederhana KTP (Kartu Tanda Penduduk) mempunyai alamat yang jelas bagi peminjam untuk bisa melakukan penagihan resmi secara langsung, yang seharusnya bisa dilakukan.Â
Di sisi lain, dengan tidak adanya pemberitahuan melalui tagihan resmi baik surat maupun datang langsung, bunga dan denda terus berjalan. Tetapi nyatanya, setelah lebih dari sekian tahun tetap akan ada upaya pinjol atau paylater yang tiba-tiba kembali menagih dengan cara yang sama.
Hal tersebut bisa terjadi umumnya karena peminjam terdeteksi di BI Checking (sekarang SLIK OJK) atau karena adanya pengajuan peminjaman lain dari debitur ke jasa peminjaman seperti kredit motor, kredit barang atau lainnya. Terutama ketika belakangan ini OJK menerapkan aturan terkait galbay, tagihan muncul kembali ke nasabah galbay, yang tentunya dengan nominal tagihan fantastis karena bunga dan denda yang sudah bertahun-bertahun.Â
8. Banyaknya data galbay menjadi bukti bahwa pinjol dan paylater ikut membunuh banyak ekonomi keluarga dan personal ke dalam jeratan utang, menghidupkan mekanisme gali lobang tutup lobang, membunuh kesempatan bekerja hingga membuat banyak orang ter-PHK, melahirkan joki bantuan yang justru lebih menjerat, menumbuhkan aksi penipuan bahkan perceraian, memanipulasi data statistik tentang kemampuan daya beli masyarakat yang nyatanya uang dari berutang.Â
Pinjol dan paylater juga berpotensi mematikan mental dan psikologis banyak orang serta akan menciptakan kemiskinan yang berkepanjangan, ganggunan kejiwaan sampai bunuh diri dan menimbulkan tindak kriminal pencurian, perampokan hingga pembunuhan.
Kini dengan adanya aturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menetapkan penyelenggara pinjaman daring (pindar) atau pinjol wajib menjadi pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mulai 31 Juli 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2024.
"Informasi SLIK ini dapat menjadi salah satu bahan masukan untuk menilai kelayakan calon debitur yang akan mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan oleh lembaga jasa keuangan Indonesia," kata Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (18/06/2025).Â
Dengan langkah-langkah penguatan itu, Ismail menyampaikan bahwa industri pindar atau pinjol (tentunya termasuk paylater) diharapkan dapat berlangsung semakin sehat, transparan, dan akuntabel serta membantu kebutuhan masyarakat, termasuk untuk pembiayaan produktif. Pertanyaannya, benarkah semua hal positif itu akan terjadi? Apakah dengan adanya aturan tersebut oikosnomosida tidak akan terjadi dan pembiayaan yang dipinjam oleh masyarakat sungguh akan digunakan untuk pembiayaan produktif?Â
Referensi
https://goodstats.id/article/10-provinsi-dengan-tingkat-gagal-bayar-pinjol-tertinggi-2025-1uyN3
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI