Dengan pengakuan kelezatan lewat penghargaan dunia, menu rendang membawa kuliner masakan padang ikut dikenal dan semakin populer di dunia. Oleh karena kelezatannya, banyak masyarakat Indonesia menyukai menu masakan nasi padang. Bersama hadirnya paket hemat nasi padang di masyarakat, jauh lebih banyak lagi konsumen yang memburu nasi padang untuk kebutuhan makannya sebagai alternatif.Â
Maka kelezatan kuah atau bumbu yang tidak tersedia adalah salah satu kecenderungan alasan peristiwa konsumen memukuli pegawai atau karyawan rumah makan padang. Alasan kelezatan pula yang mencukupkan kuah atau bumbu menu masakan padang dengan nasi tanpa lauk-pauk bisa disebut makan enak.
Alasan kelezatan yang dibawa oleh menu masakan padang juga yang membuat paket hemat nasi padang berharga murah dijual di banyak tempat meskipun pemilik warung dan yang memasak belum tentu orang minang atau padang. Â Â Â
Oleh karena itulah bila diamati dari perilaku konsumen terhadap menu masakan padang termasuk menu paket hemat di banyak warung nasi padang, kelezatan kuah dan bumbu ditambah variabel sambal dan rasa pedasnya yang khas, menjadi alasan sebagian besar konsumen menjadi sangat reaktif dan emosional saat keinginan, kebutuhan, kenikmatan, kesenangan, kepuasan, rasa aman atau rasa bahagianya dengan kepantasan kapasitas kemampuan membayar yang mereka miliki terusik. Tetapi tahukah bagian mana dari paket hemat nasi padang yang disebut tak logis? Â Â
Suatu hari di malam yang dingin dan mendatangkan rasa lapar yang teramat sangat bagi seorang pekerja seperti saya. Ketika tiba di rumah selepas lelah bekerja seharian dan sedang sendirian, salah satu pilihan tercepat untuk memenuhi rasa lapar adalah menanti jenis penjual makanan apa pun yang lewat di depan rumah.Â
Kebetulan beberapa menit seusai merapihkan barang bawaan dan berganti pakaian, ada irama yang datang dari dentingan mangkuk atau piring yang diadu oleh sebuah sendok. Irama tersebut biasanya merupakan isyarat atau ritual memanggil calon pembeli atau konsumen yang dilakukan oleh pedagang di jalan depan rumah sebagai cara menawarkan barang dagangannya.Â
Sedekat ingatan saya, isyarat irama seperti itu berasal dari penjual makanan jenis bakso, soto mie atau pempek yang menjajakan barang dagangannya dengan menggunakan gerobak dan berkeliling masuk ke pemukiman warga.Â
Ketimbang membiarkan penjual yang lewat akan segera berlalu, saya bergegas ke luar rumah untuk memberhentikan dan memesan. Rupanya, pedagang yang lewat adalah penjual jenis makanan pempek. Tetapi tentu saja pempek yang dijual bukan pempek kelas restoran asli Palembang. Ini pempek kelas rumahan, yang tak memiliki rasa ikan tenggiri di dalamnya.Â
Karena sudah cukup lama saya tak menikmati pempek rumahan ini, sembari memesan saya bertanya berapa harga jual per porsinya. Penjual tidak menjawab harga per porsi, ia menjawab harga Rp10.000 untuk tiga buah pempek. Saya setuju memesan tiga buah pempek dengan asumsi pemikiran di benak bahwa harga per buahnya Rp3500.Â
Namun saat saya iseng bertanya berapa harga per buahnya, jawaban penjual pempek membuat pikiran logis saya diuji. Harga per buah pempek Rp3000 katanya. Saya terdiam heran. Saya mengulangi pertanyaan untuk meyakinkan.
"Satu buah tiga ribu, kalau tiga buah bukannya sembilan ribu Bang? " tanya saya.Â