Fenomena ini menyisakan pertanyaan reflektif: sejauh mana rakyat benar-benar memiliki kontrol atas narasi yang mereka jalani? Ataukah mereka hanya pion dalam permainan besar perebutan kekuasaan? Demokrasi tampak hidup, tetapi roh partisipasinya justru makin rapuh ketika suara rakyat dikooptasi oleh skenario politik.
Membaca peristiwa ini, kita dipaksa menyadari bahwa demokrasi tidak bisa hanya diukur dari jumlah massa di jalan atau riuhnya perdebatan di media. Demokrasi sejati hanya mungkin hadir jika rakyat punya akses penuh pada informasi yang jernih, ruang aspirasi yang otentik, dan narasi yang tidak selalu diarahkan oleh elite. Tanpa itu semua, yang tersisa hanyalah amuk massa dan desain narasi---sebuah demokrasi yang bising tapi kosong.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI