Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

80 Tahun Indonesia Merdeka: Refleksi, Paradoks, dan Jalan Menuju 2045

17 Agustus 2025   07:34 Diperbarui: 17 Agustus 2025   07:34 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi logo HUT Republik Indonesia ke-80 (Sumber: Antaranews.com)

Hari ini, 17 Agustus 2025, bangsa Indonesia tepat merayakan hari kemerdekaan yang ke-80. Delapan dekade kemerdekaan adalah tonggak bersejarah yang patut direnungkan secara mendalam. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 telah melewati berbagai babak sejarah, mulai dari perjuangan mempertahankan kedaulatan, pembangunan nasional di era Orde Baru, hingga era reformasi yang menjanjikan demokrasi dan keterbukaan. Di usia 80 tahun ini, capaian pembangunan memang tidak bisa dipungkiri: infrastruktur modern membentang di berbagai daerah, angka kemiskinan menurun, dan daya saing Indonesia di mata dunia semakin meningkat.

Namun di balik capaian tersebut, masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Ketimpangan sosial dan ekonomi masih mencolok antara kota dan desa, Jawa dan luar Jawa. Problem klasik seperti pengangguran, kemiskinan, dan akses pendidikan berkualitas belum sepenuhnya tuntas. Bahkan, krisis pangan dan energi yang muncul akibat dinamika global memperlihatkan bahwa kemandirian bangsa masih rapuh.

Refleksi ini semakin penting ketika bangsa Indonesia menapaki perjalanan menuju seratus tahun kemerdekaan pada 2045. Pertanyaan mendasar adalah: apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka dalam arti substansial? Apakah kemerdekaan sudah menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat? Pertanyaan ini harus menjadi evaluasi kolektif, bukan sekadar euforia perayaan.

Usia 80 tahun juga harus dimaknai sebagai momen introspeksi. Generasi pendiri bangsa telah mewariskan republik ini dengan darah dan air mata, sementara generasi hari ini punya tanggung jawab moral untuk menjaga, merawat, sekaligus melanjutkan perjuangan dengan cara yang relevan. Kemerdekaan bukan hanya warisan, tetapi amanah untuk memastikan rakyat terbebas dari belenggu kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan.

Dengan demikian, refleksi delapan dekade kemerdekaan harus menjadi batu loncatan untuk mempersiapkan lompatan besar ke depan. Indonesia tidak boleh hanya puas dengan capaian infrastruktur atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus memastikan bahwa kemerdekaan benar-benar berakar pada keadilan, pemerataan, dan kesejahteraan.

Makna Tagline 80 Tahun Kemerdekaan

Tagline HUT ke-80 tahun ini, "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju", membawa makna mendalam dan relevan untuk perjalanan bangsa menuju satu abad kemerdekaan. "Bersatu" mengingatkan bangsa Indonesia bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan kelemahan. Di tengah polarisasi politik dan perbedaan identitas, persatuan adalah modal utama untuk menjaga stabilitas dan mewujudkan cita-cita bersama.

"Berdaulat" menjadi penegasan penting bahwa bangsa ini harus berdiri tegak tanpa intervensi asing. Dalam era globalisasi, kedaulatan bukan hanya soal menjaga teritorial, tetapi juga kedaulatan pangan, energi, teknologi, dan digital. Indonesia harus bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya agar tidak terus-menerus bergantung pada impor yang rentan terhadap gejolak global.

"Rakyat Sejahtera" menegaskan bahwa esensi kemerdekaan ada pada kondisi kehidupan rakyat. Kemerdekaan bukan hanya simbol upacara bendera, melainkan tercermin dari apakah rakyat bisa hidup layak, memiliki akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang baik, serta terlindungi dari praktik-praktik yang merugikan mereka.

Sementara "Indonesia Maju" adalah visi jangka panjang yang mengarah ke 2045. Dalam dua dekade ke depan, bangsa ini dituntut menyiapkan generasi emas yang berpendidikan, sehat, dan mampu bersaing dalam persaingan global. Tanpa persiapan serius, bonus demografi bisa berubah menjadi bencana sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun