Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Negara Masih Abai Memenuhi Hak Anak atas Pangan Sehat?

25 Juli 2025   07:37 Diperbarui: 25 Juli 2025   14:44 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak stunting (Sumber: Shutterstock via Tempo.co)

Pada akhirnya, kita akan melihat bagaimana kebijakan pangan untuk anak hanya akan berdampak jika dibangun dalam kerangka hak, bukan belas kasih.

 

Data dan Realita Buruk Gizi Anak di Indonesia

Ilustrasi anak stunting (Sumber: Shutterstock via Tempo.co)
Ilustrasi anak stunting (Sumber: Shutterstock via Tempo.co)

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2024, prevalensi stunting nasional masih berada di angka 21,5 persen. Meskipun mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, angka ini masih jauh dari target 14 persen yang ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya untuk 2024.

Lebih memprihatinkan lagi, daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Papua Pegunungan, dan sebagian wilayah pedalaman Kalimantan mencatat angka stunting di atas 30 persen. Ini menunjukkan bahwa sebagian anak Indonesia masih tumbuh dalam situasi darurat gizi yang kronis.

Ketimpangan geografis juga menjadi indikator nyata bahwa program penanggulangan stunting belum berjalan merata. Anak-anak di wilayah terpencil tidak hanya kekurangan akses terhadap makanan bergizi, tetapi juga minim akses ke layanan kesehatan dasar, air bersih, dan sanitasi yang layak.

Dalam kondisi demikian, pencegahan stunting harus mencakup penyediaan makanan sekaligus transformasi infrastruktur pelayanan dasar yang belum menyentuh wilayah tertinggal.

Faktor sosial-ekonomi juga berperan besar. Data menunjukkan bahwa anak dari keluarga miskin, terutama yang orang tuanya tidak menyelesaikan pendidikan dasar, memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting. Gizi keluarga masih dibebankan sepenuhnya kepada individu rumah tangga yang justru hidup dalam kerentanan.

Kondisi ini memperlihatkan kegagalan negara dalam mengimplementasikan prinsip keadilan sosial dalam pemenuhan hak anak. Sementara anak-anak di kota besar memiliki akses ke susu, daging, dan sayuran segar, banyak anak-anak di wilayah pedesaan yang hanya mengenal karbohidrat tunggal sebagai makanan pokok setiap hari. Ini bukan semata-mata masalah pola konsumsi, tetapi cerminan kegagalan distribusi dan prioritas kebijakan.

Dengan demikian, jika Indonesia sungguh ingin menyiapkan generasi emas 2045, maka persoalan gizi anak harus ditempatkan sebagai prioritas nasional yang tidak bisa ditawar. Data stunting bukan hanya angka statistik, tetapi potret buram masa depan bangsa jika tidak segera ditangani secara serius dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun