Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jepang Lebih Baik Karena Budaya Bacanya

25 Maret 2024   23:47 Diperbarui: 26 Maret 2024   01:26 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi budaya baca di Jepang (Sumber: Jogja.tribunnews.com)

Jepang Lebih Baik Karena Budaya Bacanya 

Oleh: Sultani

Sebutkan satu hal saja yang membuat pikiran Anda langsung ingat dengan negara Jepang? Kalau pertanyaan top of mind ini ditanyakan kepada semua orang yang pernah ke Jepang, Saya yakin sebagian besar dari mereka akan menjawab dengan tegas, budaya bacanya. Inilah kelebihan Jepang sehingga membuat negara ini mampu untuk pulih dari kehancuran akibat Perang Dunia II dalam waktu yang relatif singkat.

Jepang adalah bangsa yang memiliki kesadaran literasi yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Budaya literasinya juga sudah terbentuk dengan sempurna. Budaya literasi ini sudah dilembagakan sebagai budaya baca yang menjadi bagian dari visi Jepang cerah. Budaya ini dibangun lewat kebijakan penyadaran pentingnya membaca, direncanakan dengan sengaja, ditanamkan, ditumbuhkan dan dikembangkan secara serius dan berlanjut.

Budaya baca sudah diwariskan secara turun temurun dan diterima dalam seluruh lini kehidupan masyarakat.  Masyarakat Jepang sendiri sudah menjadikan budaya baca sebagai bagian dari kehidupan mereka. Membaca bagi mereka sudah menjadi kebutuhan sehingga bisa dilakukan di mana saja ketika mereka sedang beraktivitas.

Membaca diyakini sebagai obor penerang masa depan. Karena itu mereka membiasakan diri untuk membaca buku di mana pun dan dan kapan pun. Misalnya di atas bus atau kereta, di stasiun, taman kota, tempat rekreasi, bahkan sambil menunggu pesanan makanan di kafe atau restoran. Jadi, membaca tidak hanya dilakukan pada jam-jam belajar di sekolah atau kampus


Orang Jepang juga mengenal budaya visual di era internet sekarang. Mereka punya akun media sosial, namun kurang begitu aktif. Pada dasarnya orang Jepang sangat menjaga privasinya di dunia maya. Mereka tidak suka berkeluh kesah di medsos, tidak suka menebar perasaan, apalagi memprovokasi demi konten. Media sosial hanya dipakai kegiatan  yang ada manfaatnya untuk orang lain.

Ternyata kebiasaan membaca ini tersebar merata di kalangan anak muda maupun manula atau lansia. Di Jepang, membaca bukan monopoli anak-anak muda saja. Para manula di Jepang juga masih kuat berdiri atau duduk sambil asyik membaca di depan toko buku, mal, atau tempat-tempat keramaian yang lain.

Tachiyomi

Kalau kalian browsing untuk mencari tahu tentang kegilaan orang Jepang dalam membaca, cobalah ketikkan kata tachiyomi pada mesin pencari yang kalian gunakan. Tunggu beberapa saat, dan di layar gawai kalian akan berjejer foto-foto orang-orang Jepang lagi berdiri di toko buku sambil membaca dengan serius. Kalau yang dicari teks maka akan keluar narasi yang mendeskripsikan tentang kebiasaan membaca sambil berdiri yang kerap dilakukan oleh orang Jepang ketika mampir ke toko buku.

Tachiyomi sebetulnya fenomena khas masyarakat Jepang yang identik dengan membaca. Budaya baca yang melanda seluruh kalangan masyarakat Jepang mendorong semua toko buku selalu memberikan pelayanan terbaik dan tempat baca yang nyaman untuk semua pengunjung.  Toko buku menjadi salah satu tempat favorit untuk membaca karena banyak sekali toko buku yang tersebar yang mudah dijangkau, dan berada sangat dekat dengan masyarakat Jepang.

Ilustrasi Tachiyomi atau budaya baca sambil berdiri (Sumber: Tensai-Indonesia.com)
Ilustrasi Tachiyomi atau budaya baca sambil berdiri (Sumber: Tensai-Indonesia.com)

Toko buku selalu menjadi ekosistem dalam mengembangkan budaya baca di Jepang. Karenanya, semua toko buku di Jepang selalu menutup tokonya lebih larut daripada mal dan supermarket. Dengan menutup lebih larut, toko buku tetap menyediakan buku kepada para konsumen yang datangnya malam hari.

Para konsumen ini punya kebiasaan tachiyomi yaitu datang ke toko buku hanya sekadar membaca sambil berdiri di toko buku tanpa membeli. Mereka cenderung menjadikan kegiatan membaca buku sebagai cara melepas kebosanan di malam hari. Bukan sebuah rutinitas, namun dari tachiyomi ini,  tidak sedikit para pengunjung akan mengakhiri malam mereka di toko buku dengan membeli satu atau dua buku sebagai oleh-oleh.

Bahkan, banyak penerbit memanfaatkan toko buku dengan segala dinamikanya sebagai ajang promosi yang dilakukan melalui media televisi. Acaranya diformat dengan menghadirkan artis dan aktor untuk mempresentasikan referensi sebuah buku. Setelah sesi presentasi para artis yang hadir sebagai peserta akan menawar lalu membeli buku tersebut. Dari program promosi ini para pengunjung akan mendapat insight terlebih dahulu sebelum membeli buku.

Perpustakaan juga menjadi salah satu ekosistem dalam mempromosikan budaya baca di Jepang. Sama seperti toko buku, perpustakaan pun sangat mudah dijumpai di seluruh pelosok hingga ke pedesaan. Kalau di toko buku para pengunjung terbiasa membaca dalam suasana ramai dan bising.

Di perpustakaan, para petugas keamanan akan berkeliling untuk menjamin bahwa tidak ada kebisingan yang muncul selama aktivitas membaca berlangsung. Pengunjung tidak diperbolehkan untuk membuat kebisingan karena dianggap mengganggu orang lain yang sedang membaca. Setiap tahunnya tercatat lebih dari 100 juta buku telah dipinjam pengunjung perpustakaan dan menjadi peminjaman buku koleksi perpustakaan yang terbanyak di dunia.

Kenyamanan dalam membaca di toko buku, perpustakaan, ruang publik, transportasi publik, atau taman bacaan adalah bentuk apresiasi masyarakat terhadap orang-orang yang membaca. Warga tidak akan mengganggu orang-orang yang sedang membaca. Sebaliknya, para "kutu buku" tersebut diapresiasi untuk melahap semua isi buku yang ada di tangan mereka. Orang-orang yang senang membaca dihormati sebagai pemburu ilmu pengetahuan yang diyakini sangat berguna untuk negara. 

Literasi Tinggi

Jepang adalah negara yang memiliki tingkat literasi yang terbaik di dunia. Fakta ini terungkap dari hasil studi yang dilakukan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) terhadap 166.000 partisipan yang berasal dari 24 negara. Mereka berada dalam rentang usia 16-65. Studi tersebut mengungkapkan bahwa orang dewasa Jepang mempunyai kemampuan super ketimbang peserta dari negara lain.

Studi ini menguji kemampuan literasi dengan mengukur tingkat kesulitan membaca, memakai skala 1 sampai 5. Angka 5 merupakan poin tertinggi yang menguji kemampuan dalam mengolah informasi serta kemampuan dalam mencari dari teks-teks yang padat.

Hasilnya, ternyata 1 dari 5 orang Jepang mendapatkan skor 4 atau 5. Cuma 4,9 persen orang Jepang yang mendapatkan skor 1 atau kurang. Selain kemampuan membaca, orang Jepang juga memiliki kemampuan menulis yang lebih baik, jauh di atas orang Italia dan Spanyol.

Ilustrasi orang Jepang yang literasinya tinggi (Sumber: Tempo.co)
Ilustrasi orang Jepang yang literasinya tinggi (Sumber: Tempo.co)

Fakta ini diperkuat dengan data hasil penelitian lembaga yang sama tentang indeks literasi penduduk dunia tahun 2018. Dalam penelitian yang melibatkan 70 negara di dunia tersebut menempatkan Jepang pada peringkat ke-6 negara dengan indeks literasi paling tinggi, yaitu di atas 500 poin. Dalam penelitian tersebut indeks literasi Jepang mencapai 520 poin.

Intelektualitas yang tinggi dan mentalitas yang kuat memberi anugerah kepada negara ini untuk berkembang dengan cepat. Jepang adalah satu-satunya negara Asia yang namanya melejit karena inovasi produk dan teknologi berkualitas tinggi. Jepang langsung dikenal sebagai negara produsen seiring dengan diterimanya produk-produk buatan mereka di pasar dunia.

Kekuatan Jepang yang membuat mereka layak disebut sebagai negara produsen adalah kemandirian dalam membangun negara melalui SDM yang ditempa dengan nilai budaya nenek moyang mereka. Keunggulan Jepang sebagai negara produsen menunjukkan komitmen pemerintah dan rakyatnya untuk merawat budaya literasi yang telah terbentuk menjadi bagian dari kultur dan kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang.

Untuk mengharmonisasi kebijakan negara dengan budaya literasi, pemerintah Jepang memformulasi sistem pendidikan yang bertujuan untuk mengintegrasikan intelektualitas dan mentalitas orang Jepang.

Depok, 26 Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun