Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Mudik Pertama dengan Mobil Sendiri

17 Maret 2024   11:53 Diperbarui: 17 Maret 2024   18:53 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah hawa panas tadi yang sempat menyergap kabin langsung hilang saat itu. AC kembali terasa dingin, anak-anak kembali bercanda riang dalam perjalanan ini. Laju mobil tersendat kembali setelah mendekat ke simpang Jomin yang menjadi pusat pertemuan kendaraan dari semua arah.

Para petugas terlihat tertib dalam mengatur kendaraan dan membagi jatah untuk jalan dari tiap-tiap jalur yang membuat gerak mobil jadi tersendat. Sebentar jalan, sebentar berhenti. Mobil bergerak begitu terus hingga kami melewati simpang Jomin. Cuaca di jalanan sangat menyengat  karena terik matahari sangat terang dan panas.  

Ilustrasi kepadatan lalu lintas di simpang Jomin pada mudik lebaran 2014 (Sumber: Republika.co.id)
Ilustrasi kepadatan lalu lintas di simpang Jomin pada mudik lebaran 2014 (Sumber: Republika.co.id)

Selepas simpang Jomin mobil kami masuk ke jalur jalan Pantura yang menghubungkan Jakarta dengan Cirebon. Di sini mobil mulai merangkak, karena kondisi lalu lintasnya padat merayap. 

Masalah hawa panas muncul kembali di jalur Pantura ini. Kali ini benar-benar parah karena kondisi macetnya benar-benar panjang. Tapi mobil kami tetap bergerak meski merangkak bersama dengan mobil-mobil yang lain. Dalam perjalanan di jalur ini Saya menjumpai beberapa mobil diparkir di pinggir jalan dengan kap mesin terbuka. Sementara mobil-mobil lain berhenti hanya untuk rehat dari panas sekaligus makan siang. 

Anak-anak sudah mulai rewel karena hawa panas ini sudah tidak terkendali lagi oleh AC. Terpaksa AC saya matikan dan harus buka kaca jendela. Begitu kaca diturunkan, angin dari luar langsung merangsek ke dalam kabin dan mengusir hawa panas yang sudah mengganggu dari tadi. Kondisi mobil terbuka ini memang sangat membantu mengatasi kendala hawa panas, tetapi membawa masalah baru yang cukup ruwer juga. 

Masalahnya adalah, angin yang masuk tadi ikut membawa debu yang berasal dari tanah kering di sepanjang jalan. Hanya dalam hitungan menit debu-debu tersebut sudah terlihat menempel di dashboard mobil, rambut anak-anak, dan kaos singlet yang mereka pakai. Bahkan, bekal makan yang dibuka untuk memberi makan anak, juga tidak luput dari debu.  

Hari semakin siang, posisi matahari sekarang sudah berada di atas kami. Mobil masih bergerak merayap di tengah kondisi lalu lintas yang padat merayap. Masalah debu kami abaikan dulu, karena tidak ada pilihan lain. Kami biarkan debu menempel di mana saja asalkan ada angin yang bisa mengusir hawa panas dari dalam mobil. 

Perjalanan mulai nyaman karena mendapat asupan angin dari area persawahan yang ada di sisi jalan. Kondisi mobil aman, tidak rewel sedikit pun apa lagi mogok. Kata teknisi yang memperbaiki mobil, mesin mobilnya masih tokcer, mau dibawa jauh ke mana pun tidak akan rewel. Dan betul, sampai ke rumah mertua mobil ini tidak mogok meskipun mesinnya hidup terus sepanjang jalan. Kuncinya adalah servis rutin, ganti oli, air radiator normal, dan bensin selalu penuh. 

Sampai di etape Pantura ini, kondisi badan mulai lemas karena lapar dan kantuk sudah mulai menyerang. Akhirnya saya putuskan untuk mampir di salah satu warung  pinggir jalan, di daerah Subang. Selama di sini kami gunakan waktu untuk makan, bersih-bersih badan, bersih-bersih dashboard mobil, benahin barang bawaan dalam kabin yang berantakan. Dan tidak lupa untuk shalat jamak-qashar karena musafir. 

Perjalanan kami lanjutkan sekitar jam satu lewat mengikuti arus lalu lintas ke arah Cirebon. Kondisi jalan masih padat merayap di atas aspal yang sangat panas terkena terik matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun