Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Konsolidasi Politik Jokowi Terus Mengancam Kohesifitas PDIP Jateng

10 Februari 2024   23:05 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:40 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Sultani

Pemilihan Umum 2024 adalah pemilu terberat bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam mengonsolidasi kekuatan politiknya yang mulai porak-poranda oleh manuver kader terbaiknya, Joko Widodo. 

Partai yang terkenal solid sejak zaman Orde Baru ini mulai gamang ketika Ketua Umum partai Ibu Megawati Soekarnoputri dengan Joko Widodo berdiri pada dua kubu yang berbeda dalam pemilihan presiden.

Kegamangan ini sangat beralasan karena kedua sosok inilah yang membuat PDIP sangat solid dan sulit terkalahkan selama dua kali Pemilu dan dua kali Pilpres. PDIP adalah partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019 sementara Joko Widodo adalah presiden yang menang dalam 2 pilpres tersebut. Artinya, konsolidasi yang terbentuk melalui integrasi sosok Jokowi dengan PDIP mampu melahirkan kekuatan politik yang tidak tertandingi di legislatif dan eksekutif.

Konsolidasi Politik Jokowi


Jokowi adalah satu-satunya tokoh politik Indonesia saat ini yang berhasil membangun basis kekuatan politiknya melalui pengalaman dan prestasi kepemimpinan di eksekutif melalui pemilihan yang demokratis. 

Mantan pengusaha mebel ini menapaki karier politiknya dari jabatan eksekutif sebagai Wali Kota Surakarta 2 periode (2005-2012), Gubernur DKI Jakarta (2012-2014), dan Presiden RI ketujuh 2 periode (2014-2024).

Konsolidasi politik Jokowi yang sukses mengantarkan dirinya menjadi orang nomor satu di republik ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kemanusiaan secara langsung kepada rakyat, tanpa unsur kekerasan apa pun.

Strategi blusukan yang menjadi brand politik Jokowi selama ini adalah bentuk konsolidasi yang melibatkan sosok Jokowi sebagai Presiden dalam mendekati rakyat secara personal.

Konsolidasi yang melibatkan pendekatan personal inilah yang membuat nama Jokowi sebagai satu-satunya pemimpin lokal yang kerap menjadi buah bibir para elite politik nasional sebagai sosok yang potensial dalam suksesi kepemimpinan nasional kelak.

Popularitas Jokowi  melambung melalui gebrakannya dalam merelokasi pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Monumen '45 Banjar Sari. Keberhasilan Jokowi dalam merelokasi PKL tanpa kekerasan ini menjadi ikon kepemimpinan Jokowi yang dialogis dan mengedepankan aspek kemanusiaan.

Sumber: Kompas.id
Sumber: Kompas.id

Dalam kasus relokasi PKL Banjar Sari ini Jokowi memilih untuk menggunakan pendekatan dialog secara budaya sebagai sesama orang Solo dan wong cilik untuk membicarakan rencana penataan kota yang hendak dilakukan oleh pemerintah kota. 

Pendekatan ini melalui proses dialog hingga 54 kali pertemuan dalam kurun waktu kurang lebih 7 bulan lamanya, sebelum mereka bersedia untuk direlokasi ke Pasar Notoharjo Semanggi pada 2006.  

Dalam menghadapi para PKL yang kerap dianggap sebagai biang kesemrawutan kota, Jokowi memegang prinsip bahwa tugas pemerintah memberi ruang kepada pedagang kecil untuk maju, bukan menggusur mereka. Jokowi percaya bahwa pemimpin yang baik adalah yang mengikuti keinginan rakyat yang dipimpinnya. 

Untuk itu Jokowi selalu menggunakan model dialogis tatap muka secara langsung dengan rakyatnya dalam rangka nguwongke wong cilik, yang berarti memberi martabat kepada orang kecil. "Diuwongke" atau dimanusiakan, adalah memperlakukan rakyat kecil sebagai manusia terhormat dengan mempermudah cara mereka mencari uang.

Jokowi melanjutkan kepemimpinannya sebagai Wali Kota Solo pada 2010 dan berhenti pada 2012 karena terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dua tahun menjabat sebagai Gubernur Jakarta, karier politik mantan Wali Kota Solo menanjak ke tampuk kepemimpinan nasional setelah terpilih menjadi Presiden RI yang ketujuh.

Perjalanan dan sukses politik yang diraih Jokowi sejak menjadi Wali Kota Surakarta pada 2005 hingga menjadi Presiden RI tahun 2014 telah disokong oleh PDIP, terutama kader-kader dan pemilih PDIP Jateng. Namun, di sisi lain, Jokowi adalah sosok yang menjadi daya tarik di balik peningkatan suara PDIP.

Daya tarik Jokowi bagi  PDIP adalah coattail effect atau efek ekor jas dari elektabilitas Jokowi yang berimbas kepada partai pengusungnya ini. PDIP sebagai partai sponsor utama pencalonan Jokowi sudah pasti mendapatkan coattail effect paling besar dari elektabilitas Jokowi tersebut.

Fenomena coattail effect dari Jokowi ini berlaku dalam waktu yang cukup panjang, sehingga PDIP pun bisa memperoleh kemenangan selama Jokowi menjadi capres dua periode. Coattail effect inilah yang sering disebut sebagai Jokowi effect dalam tata kelola pemerintahan dan relasi kuasa yang berpusat pada Jokowi.

Getarkan Jateng

Dinamika politik menjelang Pemilu dan Pemilihan Presiden 2024 menyajikan pemandangan yang sangat kontras dengan kontestasi serupa pada 2019 dan 2014. Kontestasi Pilpres kali ini menempatkan Jokowi dengan PDIP dalam dua poros yang berlawanan sehingga intrik dan konflik antara keduanya sulit dihindari.

Hubungan yang tidak harmonis antara Presiden Joko Widodo dengan PDIP ini berdampak langsung pada kohesifitas PDIP di Jateng. Daerah yang dijuluki sebagai kandang banteng ini mulai menghadapi dilema ketika Jokowi memutuskan untuk keluar dari barisan PDIP yang memilih Ganjar Pranowo sebagai capres. Jokowi lebih memilih untuk mendukung capres Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. 

Sumber: Presidenri.go.id
Sumber: Presidenri.go.id

Pilihan Jokowi ini belum menggoyang soliditas pemilih PDIP, tapi sudah bisa menggetarkan basis utama pendukung Ganjar Pranowo ini. Dalam berbagai survei elektabilitas, posisi pemilih Ganjar memang masih tertinggi di Jateng. Ini menunjukkan, suara pemilih banteng masih solid untuk mempertahankan keunggulan Ganjar Pranowo di kandangnya sendiri.

Namun, dari hasil survei yang dipublikasikan Litbang Kompas pada 11 Desember 2023 menunjukkan fenomena penurunan dukungan terhadap Ganjar yang sangat signifikan nilainya. 

Mengacu pada data survei terakhir bulan Desember 2023, elektabilitas Ganjar Pranowo menempati peringkat paling tinggi di Jateng, yaitu 31,6 persen; disusul Prabowo dengan elektabilitas 29,6 persen; dan Anies sebesar 4,1 persen.

Elektabilitas Ganjar meskipun paling tinggi, faktanya tingkat keterpilihan mantan Gubernur Jateng ini turun drastis dibanding survei periode Agustus 2023. Pada saat itu elektabilitas Ganjar mencapai 62,0 persen. Sementara Prabowo elektabilitasnya sebesar 19,6 persen, dan Anies hanya 1,6 persen. 

Dinamika elektabilitas Ganjar dan Prabowo di kandang banteng ini memperlihatkan turunnya dukungan pemilih Jateng untuk Ganjar. Nilai penurunannya sangat signifikan karena mencapai 30,4 persen. Sementara elektabilitas Prabowo justru meningkat hingga 10 persen.

Sumber: Antaranews.com
Sumber: Antaranews.com

Turunnya elektabilitas Ganjar Pranowo di Jateng ini membuktikan bahwa Jokowi effect itu sangat terasa dampaknya di Jateng yang selalu menjadi benteng kemenangan terkuat PDIP di Indonesia. 

Jokowi telah menggetarkan Jateng yang sudah menjadi basis terkuat PDIP sejak tahun 1999. Jateng yang selama ini diandalkan sebagai satu-satunya basis PDIP yang selalu menang dalam pemilu dan pilkada se-Indonesia, kini sedang gamang karena dihantam oleh Jokowi effect.

Jokowi akan menjadi tokoh pertama bahkan satu-satunya tokoh politik yang bisa memporakporandakan kohesivitas pemilih PDIP Jateng, kalau dia berhasil memenangkan pasangan Prabowo-Gibran dan Partai Gerindra dalam Pilpres dan Pemilu 2024 di provinsi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun