Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Putusan DKPP Tidak Bisa Menganulir Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres

7 Februari 2024   19:29 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:45 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putusan DKPP Tidak Bisa Menganulir Gibran Rakabuming Raka Sebagai Cawapres

Oleh: Sultani

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya karena  telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Presiden 2024. Putusan yang dibacakan langsung oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito pada 5 Februari 2024 mengacu pada beberapa materi sidang perkara yang semuanya mempersoalkan pendaftaran Gibran sebagai cawapres ke KPU pada Pemilu 2024 (CNNIndonesia.com, 5/2/2024).

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," kata Heddy.

Perkara-perkara yang menjerat jajaran KPU diajukan oleh sejumlah pengadu kepada DKPP lantaran mereka tidak terima dengan tindakan KPU yang dinilai melanggar prosedur dalam membuat aturan penerimaan calon presiden dan wakil presiden.


Dugaan pelanggaran oleh KPU ini berlandas pada keengganan KPU untuk mengubah terlebih dahulu klausul syarat usia capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 90 Tahun 2023.

Mereka berdalih, KPU harus mengubah terlebih dahulu Peraturan KPU (PKPU) terkait syarat usia tersebut setelah keluarnya putusan MK yang menambah ketentuan syarat usia capres-cawapres dari minimal 40 tahun menjadi boleh di bawah 40 tahun asalkan pernah dan atau sedang menduduki jabatan sebagai kepala daerah (CNNIndonesia.com, 5/2/2024).

Alih-alih mengubah PKPU, lembaga penyelenggara pemilu itu malah langsung mengeluarkan pedoman teknis dan imbauan untuk mematuhi putusan MK tersebut. Para pengadu menilai KPU telah lalai sehingga Gibran Rakabuming Raka yang usianya masih di bawah 40 tahun lolos pendaftaran menjadi cawapres.

"Tindakan para teradu menerbitkan keputusan a quo tidak sesuai dengan PKPU nomor 1 tahun 2022, seharusnya yang dilakukan oleh para teradu adalah melakukan perubahan PKPU terlebih dahulu, baru kemudian menerbitkan teknis. Para teradu terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggaraan pemilu" kata Ketua DKPP.

Ketua KPU Hasyim Asy'arie bersama anggotanya, yaitu Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu yang terkandung dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.

Wewenang DKPP

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa DKPP merupakan lembaga yang menyelenggarakan pemilihan umum sebagai satu kesatuan bersama Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Namun, secara fungsional DKPP lebih fokus pada tugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

Dalam pelaksanaan tugasnya, DKPP mempunyai wewenang untuk memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik, dan memutus pelanggaran kode etik. Wewenang ini ditujukan pada subjek penanganan perkara DKPP (subjectum litis) yang terdiri dari Pengadu dan Teradu.

Yang dimaksud dengan Pengadu dalam UU Pemilu tahun 2017 adalah Peserta Pemilu, Tim Kampanye, Masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi dengan identitas pengadu kepada DKPP. Sementara teradu adalah unsur KPU, unsur Bawaslu, dan Jajaran Sekretariat Penyelenggara Pemilu.

Sumber: dkpp.go.id
Sumber: dkpp.go.id

Fungsi menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu memberikan wewenang DKPP sebatas menjatuhkan sanksi dan memutus pelanggaran kode etik. Fungsi dan wewenang DKPP ini hanya bisa memberi sanksi dan membuktikan adanya unsur pelanggaran kode etik. DKPP sama sekali tidak bisa membatalkan atau mengubah putusan yang dianggap melanggar kode etik tersebut.

Artinya, sekeras apa pun sanksi peringatan adanya pelanggaran kode etik terhadap Hasyim Asy'ari dan semua jajaran anggota KPU, DKPP tidak bisa menganulir Putusan MK Nomor 90 yang sudah meloloskan Gibran menjadi cawapres.

Realitas ini bisa dilihat dari penegasan Ketua DKPP ketika membacakan putusan tersebut. Menurut Heddy putusan DKPP terhadap KPU hanya berkaitan dengan etik dan sama sekali tidak mengganggu pencalonan Gibran.

"Ini kan murni putusan etik, nggak ada kaitannya dengan pencalonan. Nggak ada," kata Heddy (CNNIndonesia, 5/2/2024).

Polemik Putusan

Keluarnya putusan DKPP tentang adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres tentu sarat dengan kontroversi sehingga mudah menciptakan polemik dalam masyarakat. Apalagi putusan ini keluar ketika bangsa ini sudah memasuki tahapan yang semakin dekat dengan hari pemilihan presiden pada 14 Februari 2024.

Putusan DKPP ini tidak saja mengandung polemik tetapi juga dinilai berlebihan karena sangat rentan untuk dipolitisasi oleh pihak-pihak yang selama ini selalu mempermasalahkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka. Memang, DKPP sudah menyatakan bahwa putusannya hanya terkait pelanggaran kode etik oleh KPU, tidak ada hubungannya dengan keabsahan status Gibran sebagai cawapres sekarang. Meski demikian, potensi dipolitisasi tetap bisa terjadi karena putusan ini akan dikoleksi untuk menjadi amunisi yang bisa men-downgrade paslon nomor urut 2.

Alasan DKPP menjatuhkan sanksi pelanggaran kode etik kepada Pimpinan KPU dan jajarannya karena KPU tidak mengubah PKPU tidak bisa langsung diterima. Pasalnya, Putusan MK sudah serta merta membatalkan ketentuan UU yang dibatalkan MK dan peraturan turunan lainnya, termasuk PKPU. Selain itu, KPU juga tidak bisa disalahkan karena menerima pendaftaran cawapres sebelum mengubah PKPU. Jika KPU tidak melaksanakan putusan MK karena harus mengubah PKPU terlebih dahulu, justru bisa menimbulkan persoalan baru.

Sumber: Antaranews.com
Sumber: Antaranews.com

Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI), Abdul Chair Ramadhan justru berpendapat bahwa Putusan DKPP mengandung rekayasa dan kesesatan terselubung, mengacu pada pertimbangan putusan (ratio decidendi) putusan. Dalam pertimbangan putusannya, DKPP menyebutkan bahwa tindakan Para Teradu menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan Konstitusi. Frasa 'tindakan yang sudah sesuai dengan konstitusi', sepertinya tepat, namun kalimat tersebut tidak konsisten dan tidak tepat (Detik.com, 6/2/2024).

Secara substantif putusan DKPP ini tidak dapat mengubah penetapan batas usia capres dan cawapres yang sudah divonis MK. Vonis MK ini bersifat final, mengikat umum (erga omnes), dan harus langsung dilaksanakan (selfexecuting). Oleh karena itu, untuk melaksanakan putusan MK ini, KPU tidak perlu menunggu revisi terhadap UU. Kondisi ini juga berlaku bagi regulasi di bawah UU, termasuk PKPU.

Tindakan KPU menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres merupakan komitmen  KPU untuk mewujudkan keadilan dan substansial berkaitan perubahan yang terjadi terkait pencalonan presiden dan wakil presiden. Langkah-langkah yang ditempuh KPU sudah sejalan dengan hukum progresif untuk mewujudkan keadilan. KPU wajib menerima  pendaftaran pencalonan presiden dan wakil presiden, termasuk Prabowo-Gibran, ketimbang merevisi terlebih dahulu PKPU.

Gibran Tetap Cawapres

Mantan Ketua KPU RI yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Gibran, Juri Ardiantoro meminta masyarakat untuk tidak terlalu merisaukan putusan yang dianggapnya berlebihan tersebut. Sebab ia menilai secara prinsip pencalonan Gibran Rakabuming Raka sudah sesuai konstitusi. KPU sudah menjalankan kewajiban konstitusionalnya sehingga status Gibran sebagai cawapres tidak terganggu meski DKPP menyatakan telah terjadi pelanggaran kode etik dalam proses pendaftarannya.

Sumber: Kompas.com
Sumber: Kompas.com

Untuk kepastian posisi Gibran sebagai cawapres ini sudah dikonfirmasi oleh komisioner KPU Idham Holik bahwa KPU sudah memproses pencalonan bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan benar sesuai peraturan perundang-undangan. Hal senada juga diungkapkan dengan jelas oleh Ketua DKPP sehingga putusannya tidak memengaruhi pencalonan Gibran sebagai cawapres karena sudah sesuai dengan konstitusi.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar sependapat dengan pernyataan KPU dan DKPP tersebut. Dia menyebut bahwa putusan DKPP terkait pelanggaran etik Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya tidak bisa menganulir keikutsertaan atau pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Menurut dia, waktu untuk merevisi UU dan PKPU yang bisa menganulir status pencalonan Gibran sekurang-kurangnya 60 hari. Sekarang ini waktu pemilu tinggal sepekan lebih sehingga mustahil untuk menganulir status Gibran sebagai cawapres.

REFERENSI

https://www.cnnindonesia.com/nasional, Putusan DKPP: Ketua KPU Langgar Kode Etik Terima Gibran Jadi Cawapres, 5/2/2024, diakses pada 7/2/2024 pukul 11:05 WIB

https://www.cnnindonesia.com, Pakar Buka Suara soal Putusan DKPP dan Pencalonan Gibran, 5/2/2024, diakses pada 7/2/2024 pukul 10:42 WIB.

https://news.detik.com/pemilu, Eks Ketua KPU Sebut Putusan DKPP Berlebihan dan Rentan Dipolitisasi, 6/2/2024

https://news.detik.com,  Pakar Hukum Soroti Putusan DKPP soal Pelanggaran Etik KPU, 6/2/2024, diakses pada 7/2/2024 pukul 10:48 WIB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun