Mohon tunggu...
Rai Sukmaning
Rai Sukmaning Mohon Tunggu... Administrasi - Perekayasa

Tinggal di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sama Sekali Tak Tercium Aroma Bunga maupun Setanggi

3 Juli 2015   00:24 Diperbarui: 3 Juli 2015   00:24 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di mulut jendela cahaya matahari baru saja menerobos masuk, membawa udara hangat bersamanya. Segera saja ruangan dipenuhi dengan warna kekuningan. Dari jendela hingga lantai kulihat sebentuk garis-garis samar memanjang dengan titik-titik kecil yang banyak bersambungan diantaranya. Mereka menjulukinya sebagai penyusup yang tak pernah gagal. Aku rasa mereka benar. Kini, aku merasa lebih hidup. Meski seluruh bau rumah sakit seakan berkumpul di ruangan ini dan membuatku mual. Aku pikir, beberapa hari ke depan akan berlalu dengan hal semacam ini.

Aku menatap jendela itu lekat-lekat. Bentuknya aneh dan tak begitu sesuai dengan keseluruhan desain ruangan. Terlalu kuno. Lalu, terkesan olehku satu kejanggalan yang lumayan lama kusadari. Kenapa tak seorangpun berusaha menutup gorden jendela itu? Bahwa sebelumnya mereka tahu aku belum siuman dan takkan sempat melihat bintang. Jadi, buat apa mereka membiarkan korden itu terbuka? Ah, itu dia. Matahari baru terbit. Aku lihat perempuan itu lagi. Kantung matanya gelap. Siapa perempuan ini?

Aku menanyakan namanya. Dia tak menjawab. Dia malah menyarankan agar aku segera mengabarkan pada keluarga kondisiku sekarang. Meski menyebalkan mendengar sarannya, aku bersyukur dia kembali bicara. Tidakkah itu perlu, dia bertanya dengan memberi penekanan pada kata “perlu.” Tidak sama sekali, jawabku. Menurutku itu tidak penting. Bukan masalah akan membuat mereka khawatir atau tidak, namun aku sudah di rumah sakit dan kurasa itu cukup. Agaknya jawabanku itu mengganggu pikirannya. Jadi, aku mengatakan padanya, aku telah di rumah sakit dan masih hidup, sehingga keadaanku ini akan kukabarkan suatu hari nanti melalui sepotong cerita pada keluargaku. Aku melihat raut kecewa di wajahnya. Tapi toh aku sudah mengatakannya.

“Kalau begitu maumu,” katanya, “sekarang aku lebih baik mencari hiburan di luar.” Namun, saat itu, sama sekali tak tercium aroma bunga maupun setanggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun