Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sistem Pemilu Noken di Papua Bertentangan dengan Logika Hukum

16 Juli 2018   18:07 Diperbarui: 4 September 2018   13:30 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara deskriptif dapat digambarkan bahwa peradaban manusia diseluruh penjuru dunia tidak terkecuali Indonesia, dari dahulu hingga kini akan terus menerus berkembang. Salah satu perjuangan umat manusia yang mendasar adalah penghargaan / penghormatan atas hak asasi manusia ("HAM"). 

Corak hukum yang demokratis adalah salah satu tuntutan umat manusia dalam rangka menggapai cita-cita terwujudnya keadilan. Dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan, warga negara sebagai subyek hukum privat, dan negara sebagai subyek hukum publik, tidak boleh saling merugikan dalam berinteraksi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Perimbangan hak dan kewajiban dalam hukum salah satunya pada akhirnya timbulah prinsip-prinsip hukum yang bersumber dari nilai-nilai demokrasi antara lain persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law). Indonesia sebagai negara hukum (rechts staad) sudah pasti akan terus menerus berjuang baik melalui pembangunan legislasi nasional maupun melalui praktek-praktek dalam putusan pengadilan yang pada puncaknya akan menghasilkan sumber hukum berupa yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI.

Betapa penting dan mahalnya suara rakyat, sebagai implimentasi dari perjuangan hak asasi manusia ("HAM"). Dari zaman kezaman, sehingga munculah adegium, Suara Rakyat adalah Suara Tuhan (Vox Populi,Vox Dei), sebagaimana telah diakui sebagai semangat umat manusia, dari seluruh dunia untuk keluar dari kesewenang-wenangan penguasa. 

Suara rakyat adalah suara Tuhan, sesungguhnya suatu ungkapan yang hendak membangun peradaban manusia, agar supaya tidak saling merugikan secara tidak adil dalam praktek berbangsa dan bernegara. Jangan sampai terjadi kepentingan kaum yang lemah, selalu dikalahkan atau tertindas oleh kaum yang kuat, dalam pola permainan yang tidak adil dalam penerapan pembangunan hukum nasional.

Bahkan Filosof sekaligus ahli hukum Montesque, betapa penting dan urgensinya soal nilai-nilai keadilan agar supaya tidak terjadi model kekuasaan yang otoriter dan absolute, telah merumuskan perlunya membatasi kekuasaan dalam suatu negara agar supaya terjadi atau tercipta nilai-nilai demokrasi dalam suatu negara/pemerintahan. Dengan terciptanya teori Trias Politika yaitu dipisahkannya antara kekuasaan eksekutif, legeslatif dan yudikatif sebagaimana teori Mostesque tersebut, maka perilaku-perilaku penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan, dapat dilakukan kontroling secara hukum.

Indonesia merdeka juga bagian dari perjuangan peradaban rakyat, untuk keluar dari kungkungan kekejaman penguasa (kolonial). Bahkan penguasa dalam suatu negara merdeka, yang sah dan legitimate, jika prilakunya sudah menunjukkan otoriter dan semena-mena, rakyatpun akan bersatu padu menggulingkan kekuasaan yang sah. 

Lebih-lebih jika bangunan legislasi, tidak lagi berpihak kepada rakyat, maka secara alamiah dengan semangat suara rakyat adalah suara Tuhan, rakyat akan berbondong-bondong dengan berbagai argumentasi guna menjatuhkan penguasa yang sedang berkuasa. Intinya penghormatan terhadap HAM dalam segala aspek kehidupan adalah bagian fundamental dari peradaban manusia. Jika penghormatan tersebut tidak dihiraukan atau diabaikan, maka setiap saat seperti halnya bom waktu yang akan meledak.

Pemilu Sistem Noken bertentangan dengan akal sehat

Inti dari filsafat hukum itu adalah bagaimana membangun peradaban hukum yang paling mampu mendekati rasa keadilan. Rasa keadilan itu, erat kaitannya dengan logika manusia secara umum, suatu putusan pengadilan itu, semakin logis dan dapat diterima akal sehat (common sense) akan semakin baik, karena logikanya, dapat dimengerti dan diterima oleh akal sehat manusia pada umumnya. 

Jika putusan pengadilan logika dasarnya sulit diterima oleh akal sehat, maka putusan pengadilan tersebut akan berpotensi semakin jauh dari rasa keadilan. Contoh kongkrit, sebagai ilustrasi semisal ada orang tua miskin berumur 70 tahun mencuri sepotong roti. Oleh Polisi di tangkap dan ditahan, oleh Jaksa Penuntut Umum dituntut hukuman, oleh Hakim dihukum 1 tahun penjara.

Tentu saja hakim tidak salah dalam menjatuhkan putusannya. Secara formalistik Hakim dalam menjatuhkan putusannya memiliki dasar hukum, demikian pula Polisi dan Jaksa, tidak ada yang salah secara hukum. Namun demikian perilaku para penegak hukum tersebut, cara memandang hukum hanya dari satu pandangan, yaitu aspek formalistik saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun