Lintang, mahasiswa tadi, mengaitkannya dengan teori psikologi modern. "Kan ada istilah post-traumatic growth. Orang bisa tumbuh lebih kuat setelah melewati konflik. Kayaknya ini sama aja dengan maksud Socrates," ujarnya kepada temannya.
Humor dalam Kebijaksanaan
Yang membuat kutipan Socrates menempel di kepala orang adalah nada humornya. Ia tidak menakut-nakuti tentang risiko menikah, melainkan menyajikannya seakan-akan semua hasil pernikahan adalah kemenangan.
Kalau bahagia---syukur. Kalau penuh drama---ya, itu pelajaran hidup.
Di tengah dunia yang sering memandang pernikahan dengan beban serius, humor Socrates mengajak kita untuk santai. Seolah-olah ia berbisik: "Tenang saja, apa pun yang terjadi, kamu tetap dapat hadiah."
Generasi Muda dan Ketakutan Akan Komitmen
Fenomena fear of commitment marak di generasi muda. Banyak yang menunda pernikahan dengan alasan karier, kebebasan, atau trauma melihat rumah tangga orang tua.
Namun, Socrates memberi perspektif baru. Menikah bukan soal menjamin hidup selalu bahagia, melainkan tentang kesiapan untuk belajar, menerima, dan tumbuh.
Dalam sebuah survei global (Pew Research, 2023), mayoritas generasi Z menyatakan bahwa pernikahan ideal bukan yang sempurna tanpa konflik, melainkan yang memberi ruang untuk saling belajar. Pandangan ini sejalan dengan kebijaksanaan klasik Socrates.
Antara Satir dan Realitas
Bayangkan jika Socrates hidup hari ini dan membuka akun TikTok. Mungkin kutipan itu akan viral dengan tagar #MarriageAdvice. Komentar netizen pun bisa diprediksi: ada yang menganggapnya motivasi, ada juga yang menilainya satire kejam.