Mohon tunggu...
SUGITO
SUGITO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UMB, NIM (55521120038) Dosen Prof. Dr, Apollo. M.Si.,Ak

Pendidikan Terakhir S1 Mahasiswa Profesi Konsultan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 1_Memahami Manajemen Pajak terhadap Pemeriksaan Pajak dan Pemotongan/Pemungutan Pajak PPh

21 September 2022   16:13 Diperbarui: 21 September 2022   17:07 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memahami Manajemen Pajak terhadap pemeriksaan Pajak dan Pemotongan/Pemungutan PPh 

Dalam Undang-Undang Pajak memuculkan Reformasi pajak terkait dengan perubahan siitem pemungutan pajak yang semula Official Assesment System, menambahkan nya dengan sistem pemungutan Self Assesment System dan Withholding Assessment System. Sebenernya sistem perpajakan di indonesia menganut sistem Self Assesment System yang mana wajib pajak di berikan kepercayaaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak nya, akan tetapi Direktorat Jenderal Pajak di berikan kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaaan terhadap wajib pajak dalam rangka menguji kepatuhannya.

Dalam rangka menjalankan pengawasannya, petugas KPP menerbitkan SP2dk sebaai awal pintu masuk dalam menjalankan pengawasannya dan klarifikasi kepada wajib pajak yang pada akhirnya menjadi awal terjadi nya pemeriksaan pajak. Pada akhir akhir ini Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SP2dk sehingga wajib pajak banyak yang membicarakan dan di keluhkan sebagian dari wajib pajak. Dimana data data yang menjadi bahan untuk di kalrifikasi dari pihak KPP masih berupa data bersifat mentah belum di olah sehingga sebagian wajib pajak menganggap data ini tidak benar dan merepotkan karena wajib pajak di berikan waktu untuk menjawab SP2dk tersebut yang telah di tentukan. dari banyak nya surat SP2dk yang di terbitkan oleh DJP memunculkan statement bahwa kinerja AR di tentukan oleh banyaknya SP2dk yang di terbitkan dan banyak setoran pajak yang di hasilkan. dampaknya AR di dalam prakteknya akan berupaya menerbitkan SP2dk sebanyak banyak nya.sehingga wajib pajak mengalami gesekan ataupun ketidak puasan dari kasus kasus tertentu.

Dalam hal Wajib pajak masuk ke Daftar Perioritas, maka perlu untuk lebih responsif terhadap Sp2dk dan memperhatikan resiko resiko jika wajib pajak tidak kooperatif. Dampak adanya selisih selisih yang muncul dari surat tanggapan SP2dk maka SP2dk ini akan di lanjutkan pemeriksaaan pajak.

Sesuai dengan pasal 1 Ayat (2)PMK 184/PMK.03/2015, yang mana pemeriksaan merupakan suatu proses menghimpun, mengolah data, keterangan dan atau bukti yang di laksanakan bagi petugas fiskus berdasarkan suatu standar pemeriksaan secara profesional demi menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pelaksaan perpajakannya dan atau demi tujuan lain dalam rangka menjalankan sesuai ketentuan undang-undang pepajakan.

Sehingga sesuai dengan pasal 29 UU KUP menjelaskan tujuan pemeriksaan demi menguji kepatuhan wajib pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh petugas fiskus untuk pelaporan pajak dalam tahun pajak atau periode tertentu.

Dalam kenyataannya ada beberapa indikator indikator yang di menjadi potensi wajib pajak di lakukan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dalam pelaporan, pembayaran kurang bayar di SPT tidak benar dan tidak tepat waktu.

b. Profil Wajib Pajak dinilai mencurigakan bagi KPP karena Profil yang ada di SPT dan kondisi dilapangan berbeda atau tidak sesuai dengan Profil tertera di AKTA yang terdaftar.

c. Perbedaan Rekonsiliasi pajak yang di sajikan antara laporan keuangan dengan pengakuan fiskal. sebagai contoh pengakuan pada biaya biaya yang di sajikan wajib pajak di laporan keuangan SPT Tahunan dengan biaya di laporan SPT Masa berbeda, ataupun pengakuan omset/penjualan yang disajikan di SPT Tahunan berbeda dengan laporan pengakuan omset di PPN setiap bulannya.

d. Analisis Gros Profit Margin/Net Profit Margin (NPM), Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR) yang berbeda jauh dibandingkan dengan ( Benchmarking ) dengan industri sejenis bagi KPP. sebagai contoh nya perusahaan tersebut sebagai penjual peralatan atau ATK, yang mana wajib pajak menyajikan laporan keuangan di SPT Tahunan dengan margin keuntungan 2% dari total penjualan. sedangkan dari bencmarking dalam usaha sejenis tersebut dinilai oleh KPP memiliki margin keuntungan 10%. Dengan demikian petugas KPP menjadikan hal ini sebagai indikator dalam pemeriksaan.

e. Menerbitkan faktur pajak kepada customer Non NPWP lebih dari 25 % dari total faktur pajak yang di terbitkan. Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi petugas KPP dengan mengamsumsikan terjadi mal administrasi yang di sengaja oleh wajib pajak.

f. Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (baik kepemilikan, pengendalian dan hubungan keluarga). Hal ini menimbulkan adanya kesengajaan dalam pengakuan penjualan yang tidak di laporkan oleh wajib pajak.

g. Selama 3 tahun wajib pajak belum pernah di lakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak.

Dengan adanya indikator indikator tersebut, wajib pajak merasa khawatir atau takut di periksa oleh petugas KPP. karena pemeriksaan membutuhkan proses lama dan memakan tenaga dan waktu serta psikologis wajib pajak. yang menjadi kegelisaan wajib pajak saat setelah di periksa oleh petugas KPP dengan munculnya Statment " Ya pokok nya ini hasil pemeriksaan kami, kalau saudara tidak setuju silahkan mengajukan keberatan".

Dengan demikian wajib pajak menyimpulkan untuk mengantisipasi terjadi nya pemeriksaan yang di lakukan oleh petugas KPP dengan melakukan manajemen pajak terhadap pemeriksaan pajak.

Adapun strategi strategi yang di lakukan oleh wajib pajak sebagai berikut :

1. Bila terjadi Lebih Bayar, wajib pajak di harapkan untuk meng klaim restitusi pajak dengan tidak perlu khawatir.

2.  Melakukan pencatatan dan pembukuan sesuai dengan baik , jujur dan benar.

3. Melaksanakan Rekonsiliasi Komersial Fiskal sesuai dengan aturan yang berlaku.

4. Melakukan penelitian pembali atas pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah di jalankan selama ini, dan selebih ke depannya mulai siap mental serta berfikir positif jika petugas pemeriksa pajak melakukan kesalahan atau kekeliruan dalam menjalankan tugasnya sehingga wajib pajak mampu menyanggahnya dengan dalil dalil sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

5. Diharapkan wajib pajak taat pajak dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya dengan kata lain mengindari pengelapan pajak atau penghindaraan pajak dengan cara Ilegal.

6. Menguasai peraturan pajak dengan baik dengan cara mengupdate aturan pajak dan aturan pemeriksaan pajak. dengan tetap berharap bisa di gunakan di dalam hal menjawab sanggahan atas temuan-temuan dari petugas pemeriksa pajak guna mempertahankan besarnya pajak yang sudah di bayar oleh wajib pajak sehingga endingnya tidak ada tambahan besaran pajak yang harus di bayar.

Penghasilan sebenernya terutang pajak setahun sekali pada akhir tahun dan di laporkan ataupun di tunaikan dalam SPT Tahunan (Surat Pemberitahunan). Mengapa perlu adanya pemotongan pajak penghasilan dan mengapa di lakukan Pemotongan/pemungutan ( Pot-Put) ?

Telah di ketahui bersama, jika pemungutan pajak yang di gunakan dalam hal menghitung besarnya pajak terutang dan harus di bayarkan oleh wajib pajak, hal ini sering di kenal dengan sebutan Stesel Pajak.

Untuk menjawab pertanyaan terkait dengan perlu nya di lakukan pemotongan/pemungutan pajak ialah :

1. Negara memerlukan Dana Segera.

2. Hal ini di perlukan segera karena fungsi pajak disini sebagai ;

  • Budgetair (alat sumber memasukan uang dari Rakyat ke kas Negara).
  • Redistribusi fungsi pajak sebagai wujud dari sistem gotong royong yang ada pada diri pemerintah, hal ini berguna dalam pembangunan demi kemaslahatan rakyat.
  • Regularan, fungsi pajak sebagai alat untuk memanage demi mencapai tujuan tertentu terkait dengan bidang Poleksosbudhankam.

3. Asas pemungutan Convinience Of Payment

Asas pungutan ini berarti bahwa pemungutan pajak yang di pungut telah sesuai dengan saat dimana tidak menyulitkan wajib pajak yang bersangkutan. Hal ini di maksudkan apabila wajib pajak penerima penghasilan memperoleh penghasilan dalam bentuk apapun, maka saat itulan wajib pajak tersebut di potong pajak atas penghasilan yang di peroleh atau di terima tersebut.

4. Time Value Of Money

5. Data pemotongan penghasilan telah terpatau oleh sistem Direktorat Jendral Pajak.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Withholding Assessment System bisa di artikan sebagai wajib pajak diberikan kepercayaan terkait dengan memotong/memungut pajak, menyetorkan pajak ke kas negara dan melaporkan pajak atas pemotongan/pemungutan pajak tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan indikator yang mengatakan jika adanya perbedaan Rekonsiliasi antara biaya yang di sajikan di SPT Tahunan dengan pengakuan Biaya yang di laporkan di SPT masa, dengan ini wajib pajak perlu untuk memahami untuk melaksanakan manajemen pajak dari segi pemotongan/pemungutan PPh baik itu PPh 21/26, PPh 23, PPh 4 Ayat 2 ataupun PPn atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

Pemotongan/pemungutan Objek pajak PPh 21.

Objek pajak PPh 21 ialah tambahan penghasilan yang di terima berkaitan dengan pekerjaan, kegiatan /jasa yang di peroleh oleh wajib pajak dalam nama dan bentuk apapun.

Penghasilan berkaitan dengan Objek Pajak PPh 21 sebagai berikut :

1. Benefit In Cash ( BIC)

Didalam pasal 4 ayat 1 huruf a, UU PPh mengatur jenis objek pajak serta menjelaskan objek pajak pasal PPh 21 berupa penggantian/imbalan yang di peroleh/diterima misalnya Gaji, Upah, Tunjangan,Honorium, komisi, uang pensiun ataupun imbalan dalam bentuk lainnya.

2. Benefit In Kid ( BIK)

Didalam pasal 4 ayat 3 huruf d, UU PPh mengatur trerkait hal bukan Objek Pajak PPh 21 atas penggantian/imbalan yang diterima sehubungan dengan pekerjaan/ jasa atau dalam bentuk natura/kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali di berikan oleh ;

  • Bukan Objek wajib Pajak
  • Wajib pajak yang dikenakan pajak final
  • Wajib pajak menggunakan perhitungan norma khusus.

Dalam hal Pemotongan/pemungutan Objek pajak PPh 21 mengenal 3 metode sebagai berikut :

a. Net Method , Sebuah metode yang pemotongan atas objek pajak pph 21, yang mana pajak atas penghasilan tersebut ditanggung oleh perusahaan.

b. Gross Method , sebuah metode pemotongan atas Objek Pajak PPh 21, dimana pajak PPh 21 tersebut ditanggung oleh pegawai atau penerima penghasilan.

c. Gross Up Method, Sebuah metode pemotongan atas objek pajak PPh 21 dimana pegawai atau penerima penghasilan diberikan tunjangan pajak tetapi besaran jumlah tunjangan pajak tersebut nilainya sama dengan jumlah pajak yang dipotong dari si penerima penghasilan tersebut.

Kesimpulan dari metode pemotongan/pemungutan atas objek Pajak PPh 21 di peroleh jika metode Net dan Gross Up Method, merupakan pemotongan/pemungutan pajak PPh 21 dimana jumlah pajak pph 21 yang terutang manjadi beban perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus perlu mempertimbangkan aspek pajak PPh Badan. Dari aspek pajak PPh Badan di peroleh jjika perusahaan mengunakan Metode Gross Up hasilnya pajak PPh Badan yang terutang lebih rendah dari pajak pph badan yang terutang dengan metode Net.

Strategi Efisiensi Pajak PPh 21 dan PPh Badan sehubungan dengan biaya kesejahteraan si penerima penghasilan, dimana hal ini tergantung dari situasi dan kondisi perusahaan.

a. Apabila perusahaan yang bersangkutan memilki penghasilan atau peredaran bruto Usaha lebih dari 50 M. dengan demikian perusahaan tersebut tidak memperoleh fasilitas pengurangan tarif PPh dan pengenaan PPh Badan nya menjadi tidak final. Atas hal itulah perusahaan wajib untuk menghindari transaksi pemberian kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk Natura ataupun kenikmatan (Benefit In Kid), yang mana pemberian natura/kenikmatan tersebut tergolong Non Deductible Expense ( tidak bisa di kurangkan dari penghasilan/peredaran Bruto Usaha).

b. Apabila perusahaan yang bersangkutan masih mengalami kerugian, maka pemberian Natura/Kenikmatan ( Benefit in Kid)  tersebut bisa di lakukan guna mengurangi pajak pph 21 terutang turun, sementara PPh badan tetap Nihil.

Strategi  Pemotongan/pemungutan Objek pajak PPh 21 sehubungan dengan biaya Entertainment dan pemberian Tip 

a. Apabila perusahaan sering memberikan uang tip pada setiap transaksi nya berupa pengeluaran atas pengurusan dokumen atau Izin, ataupun pengeluaran biaya yang di peruntukan dalam penujang projek seperti acara penjamuan Tamu/direksi. dari transaksi tersebut perusahaan tidak bisa menjelaskan ataupun melengkapi bahwa atas pengeluaran tersebut ke dalam lampiran daftar normatif. Dengan demikian konsekuensi dari pengeluaran tersebut di koreksi fiskal positif saat menghitung PPh Badan. Walaupun perusahaan tersebut melengkapi nya dengan Daftar Normatif atas pengeluaran tersebut, nantinya transaksi tersebuut akan direview kembali mana yang termasuk dengan biaya terkait kegiatan usaha atau kegiatan di luar Usaha.

Sebagian besar perusahaan melakukan hal tersebut guna menghindari dalam rangka penghematan pajak dengan melaksanakan mereklasifikasi biaya tersebut dalam bentuk honor ataupun pemberian imbalan kepada pihak ketiga. Hal ini perlu di perhatikan di dalam perlakuan aspek pajaknya ialah dengan melaksanakan pemotongan/pemungutan pajak secara Gross UP Method . Dengan demikian, penghematan pajak yang telah di lakukan oleh perusahaan bisa optimal.

b. Apabila perusahaan bersangkutan masih mengalami kerugian, maka hal ini pula berlaku PPh Badan Nihil. Sehingga biaya entertainment tetap di sajikan di dalam laporan keuangan yang mana hal tersebut tidak memperngaruhi karena perusahaan masih mengalami kerugian.

Pentingnya Perusahaan melakukan Prosedur Equlisasi biaya terkait dengan Objek Pajak PPh 21 setiap akhir periode tahun pajak. berikut prosedur Equlisasi Objek Pajak PPh 21:

a. Akun-akun yang merupakan objek pajak PPh 21 dikumpulkan menjadi 1 baik itu dari akun-akun Objek PPh 21 yang telah dilaporkan di SPT Masa PPh 21 ataupun dari akun-akun dari General Ledger/Jurnal dari masa januari s/d desember. Jika muncul perbedaan antara jumlah biaya gaji yang di laporkan di SPT Masa PPh 21 selam satu tahun periode dengan total biaya gaji dari General Ledger/Jurnal maka wajib pajak perlu menjelaskan apa sebab perbedaan tersebut muncul.

b. Jika masih terdapat perbedaan atau selisih, maka hal tersebut perlu di lihat kembali penghasilan yang diterima oleh karyawan, karena akun yang menampung iuran jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan tersebut merupakan bukan objek pajak PPh 21. dimana Biaya terkait dengan jumlah iuran jaminan Hari Tua (JHT) tidak masuk sebagai penambah penghasilan bagi si karyawan.

Pemotongan/pemungutan Objek Pajak PPh Selain Objek Pajak PPh 21.

Manajemen Pajak terkait dengan Pemotongan/pemungutan Objek Pajak PPh Selain Objek Pajak PPh 21 meliputi Objek Pajak PPh pasal 22, PPh Pasal 23/26.

Pemotongan pph 22 di atur di PMK 110/PMK.010/2018, dengan di ketahui bahwa PPh 22 dipungut atas kegiatan perdagangan barang bukan atas pengahsilan.

Subjek Pajak PPh 22 ialah wajib pajak yang di tunjuk oleh menteri keuangan bendahara pemerintah, badan-badan tertentu, dan Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Objek pajak PPh 22 yang dipungut ialah :

a. Impor

b. Ekspor Komoditas tambang batubara, mineral Logam, dan bukan logam oleh eksportir.

c. Pembelian Barang dan atau bahan keperluan kegiatan usaha.

d. Pembelian Barang.

e. Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas.

f. Penjualan hasil produksi kepada distributordi dalam negeri pada industri kertas,semen, Otomotif Baja,farmasi, dan kendaraan oleh ATPM.

g. Pembelian Bahan bahan berupa hasil Kehutanan, perkebunan, pertanian.

h. Pembelian batu bara, mineral logam dan bukan logam

i. Penjualan emas batangan.

Subjek Pajak PPh 23 ialah wajib pajak OP Dalam Negeri, Wajib pajak Badan Dalam Negeri dan Badan Usaha Tetap. Objek Pajak Penghasilan 23 berupa :

a. Deviden, sebagaimana yang di maksud di pasal 4 Ayat (1) huruf g

b. Bunga, sebagaimana yang di maksud di pasal 4 Ayat (1) huruf f

c. Royallty,

d. Hadiah, penghargaan, Bonus selain yang telah di potong PPh pasal 21 Ayat (1) huruf e UU PPh.

e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengggunaan harta kecuali sewa dan penghasilan lain yang telah di kenai Pasal 4 Ayat (2).

Pemotongan/pemungutan Objek Pajak PPh Selain Objek Pajak PPh 21 meliputi Objek Pajak PPh pasal 22, PPh Pasal 23/26 yang di lakukan oleh perusahaan sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan manajemen pajak terkait dengan WHT ialah dengan memperhatikan terlebih dahulu klausal pajak yang tercantum di perjanjian ataupun kontrak. Apabila dalam kontrak ini mencangkup beberapa hal yang perlu di telaah sebelum di tanda tangani oleh kedua belah pihak. hal yang perlu di perhatikan di sini ialah terkait dengan jenis pekerjaan, termin pembayaran, jenis pajak, tarif pajak dan siapa yang menanggung pajak. Dengan demikian bisa menentukan potensi pajak pemotongan/pemungutan yang timbul dari jenis pekerjaan yang tertera di kontrak.

2. Memperhatikan posisi sebagai pemotong/pemungut ataupun sebagai pihak yang dipotong/dipungut. Hal ini di perlukan karena kewajiban perpajakan berbeda yang mana kewajiban memotong/memungut, menyetor, melaporkan pajak tersebut memiliki perlakuan yang berbeda antara pihak pemotong/pemungut dan pihak di potong/dipungut.

3. Memafaatkan Grey Area dalam ketentuan pepajakan yang telah di atur dalam ketentuan PPh Pot put. di peroleh melalui riset atau kasus-kasus putusan pajak,konsultan pajak ataupun private Ruling. Dimana Private Ruling merupakan surat wajib pajak yang di tunjukan kepada Direktorat Jendral Pajak dalam hal pengajuan surat klarifikasi meminta penegasan terkait dengan bagaimana peraturan/ketentuan aturan pajak tersebut di terapkan dalam transaksi ataupun dalam situasi pajak tertentu.

4. Diperlukan divisi keuangan terkait dengan bukti Potong dan akuntansi saat pencatatan jurnal transaksi serta penyesuaian dengan meminta bukti pemotongan pajak / bukti setor pajak dalam rangka pencatatan jurnal dengan memperhatikan prinsip Accrual Basis VS Cash Basis.

5. Diperlukan Equalisasi PPh Pot Put

Dalam hal ini ialah dengan melakukan equalisasi pos beban di LR komersial dengan post beban sesuai dengan SPT Masa dan SPT Tahunan. Hal ini berlaku bagi pihak si pemotong/pemungut pajak.

6. Equalisasi pendapatan Bruto Usaha/omset dan pendapatan di luar Usaha di Laporan Laba Rugi Komersial Versus bukti bukti potong/pungut oleh pihak ketiga. Hal ini berlaku bagi pihak yang dipotong/dipungut pajak.

7. Menghindari pengenaan sanksi pajak.

Wajib pajak perlu memperhatikan kapan saat terutang pajak, kapan batas waktu penyetoran pajak, kapan batas waktu pelapran pajak. Sehingga si pemotong/pemungut harus mengetahui sanksi sanksi pajak yang timbul dari keterlambatan penyetoran, pelaporan pajak serta besaran sanksi pajak yang harus di bayarkan.

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun