Di bangku sekolah menengah, mimpi tentang profesi masa depan sering saja diarahkan ke guru, dokter, insinyur, arsitek, atau pekerja kreatif seperti seniman dan entrepreneur. Profesi perawat jarang masuk deret teratas pilihan siswa. Namun ironisnya, di dunia nyata, perawat adalah profesi yang paling banyak dibutuhkan dalam sistem layanan kesehatan --- seringkali menjadi ujung tombak pelayanan.
Menurut data Kementerian Kesehatan per Maret 2025, terdapat 784.515 perawat aktif di Indonesia. Itu menunjukkan rasio sekitar 2,5 perawat per 1.000 penduduk (antaranews).
Sementara sumber lain yaitu portal Perawat.org mencatat jumlah sedikit berbeda: 581.105 perawat aktif terdistribusi pada Juni 2025. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh definisi aktif (STR queue, atau fasilitas) namun keduanya sepakat satu hal: perawat adalah tenaga kesehatan terbanyak di Indonesia.
Distribusi pun sangat timpang: tersebar di rumah sakit (62,7%), puskesmas (26,8%), dan fasilitas lainnya seperti klinik atau praktik mandiri (10,4%). Pulau Jawa mendominasi jumlah tenaga keperawatan, dengan provinsi seperti Jawa Timur (~12,6%), Jawa Barat (~12,5%), Jawa Tengah (~11%), dan DKI Jakarta (~7%). Sebaliknya, daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) seperti Papua Pegunungan hanya punya sekitar 1.538 perawat -- sangat jauh di bawah kebutuhan (perawat.org).
Mengapa Profesi Ini Tak Banyak Diimpikan
- Kurang glamor: dibanding dokter atau pengusaha, profesi perawat jarang glamor. Minim exposure di media populer.
- Miskin aspirasi: sebagian siswa kurang mengenal jenjang karir perawat profesional (STR, spesialis).
- Kesejahteraan belum menjanjikan: meski tanggung jawab besar, gaji sering dianggap kurang sebanding dengan bebannya. Walaupun banyak yang menerima gaji diatas Upah Minimum Regional (UMR), namun tak sedikit yang masih menerima gaji dibawah UMR. Memprihatinkan!
- Kesalahpahaman sosial: meski tugas mereka sebagai tenaga kesehatan, masih banyak yang memandang perawat sebagai pembantu dokter---bukan mitra kerja professional.
Tapi... Kehadirannya Tetap Sangat Dibutuhkan
- Garda terdepan layanan kesehatan: Perawat bekerja di berbagai lini: tidak hanya rumah sakit besar, tetapi juga puskesmas, klinik umum, klinik kecantikan, klinik sunat, praktik mandiri, klinik khusus di pertambangan, pengeboran lepas pantai, klinik bandara, klinik stasiun kereta, ambulans gawat darurat, dan fasilitas kesehatan lainnya. Bahkan perawat juga hadir di area bencana.
- Tenaga terbanyak: tenaga utama: Menurut data Kementerian Kesehatan per April 2024, dari total hampir 1,97 juta tenaga kesehatan terdaftar, 694.154 orang (35%) adalah perawat, yang merupakan kelompok terbesar dibanding dokter (12,6%) dan bidan (24,8%) (kemkes.go.id).
- Peran teramat penting di pandemi dan situasi gawat: Saat pandemi COVID 19, perawat adalah kelompok yang paling banyak bertugas langsung ke lapangan---bekerja tanpa henti, bahkan meninggal dunia dalam tugas. Hampir 2000 tenaga kesehatan meninggal saat pandemi covid-19. Per 17 Agustus 2021, tercatat ada 1.891 tenaga kesehatan yang meninggal sepanjang pandemi Covid-19. Rinciannya 640 dokter; 637 perawat; 377 bidan; 98 dokter gigi; 34 ahli gizi; 33 ahli teknologi laboratorium, dan 13 ahli kesehatan Masyarakat (BBC-30/08/2021).
Pengorbanan di Tempat Kerja dan Masyarakat -- Yang Tak Banyak Diketahui
Beberapa hal yang sering terlewat pandang masyarakat:
- Jam kerja panjang & lembur tanpa kompensasi memadai. Perawat sering bekerja shift panjang, jam kerja melebihi standar, tanpa jaminan lembur atau kompensasi yang adil. Pada masa pandemi, banyak perawat tak pulang selama berminggu-minggu.
- Risiko tinggi -- fisik dan mental. Tiap hari berhadapan dengan pasien sakit berat, risiko paparan penyakit menular, stres emosional dari menangani kematian, tekanan keluarga pasien, dan stigma. Ini bukan persoalan sementara---banyak perawat yang mengalami burnout dan gangguan kesehatan mental yang tidak banyak dilaporkan.
- Penghargaan sosial yang tipis. Lewat cerita dari perawat sendiri di forum publik, mereka sering diperlakukan seperti "pembantu" bukan tenaga profesional: "Menghormati perawat = menghargai perawat, masih ada pasien/keluarga yang memperlakukan perawat ibarat pembantu". Begitu pula soal gratifikasi---dihindari karena potensial ketimpangan layanan dan risiko sogokan, sehingga institusi sulit memberi apresiasi sederhana seperti bonus atau hadiah kecil.
- Distribusi tak merata -- butuh penempatan khusus ke 3T. Meski total nasional besar, daerah 3T mengalami kekurangan signifikan. Kemenkes mengatakan mendistribusikan perawat ke daerah-daerah ini melalui penugasan khusus, peluang ASN, atau beasiswa, tapi tantangan geografis dan kurangnya insentif tetap besar.
- Kesejahteraan belum terbentuk kuat. IDN Times-25/03/2022 mencatat apa yang disampaikan Harif Fadhillah---Ketua Umum DPP PPNI bahwa tenaga honorer perawat berupah berkisar Rp500 ribu per bulan. Kami punya kajian, seorang perawat dengan berbagai perlindungan jaminan sosial, layaknya mendapat tiga kali UMP---Upah Minimum Provinsi. Sebuah fakta dan realita yang sangat menyedihkan. Bukan berharap penghargaan bak pahlawan, setidaknya diberi pendapatan layak. Jika buruh saja punya aturan upah minimum yang ketat, mengapa aturan itu tak diberlakukan untuk tenaga kesehatan professional? Yang notabene kuliah bertahun-tahun dan mengeluarkan biaya puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Apa Arti Semua Ini Bagi Kita -- Refleksi dan Harapan
- Pendidikan dan sosialisasi profesi perlu diperluas ke siswa SMA agar mereka mengenal kapasitas dan jenjang karir perawat profesional.
- Pemerataan distribusi perawat ke daerah 3T harus diikuti dengan insentif yang memadai, bukan sekadar penempatan.
- Kesejahteraan perawat harus lebih baik: upah sesuai tanggung jawab, jaminan sosial, dan perlindungan hukum.
- Penghormatan sosial: masyarakat harus melihat perawat sebagai mitra profesional, bukan pembantu, menghargai keahlian dan dedikasi mereka.
- Kesempatan internasional bisa dimanfaatkan: bukan hanya soal gaji, tapi juga transfer pengetahuan dan pembentukan reputasi global perawat Indonesia.
Perawat: Si Pemimpi Keampuhan dalam Kesederhanaan
Profesi perawat mungkin tidak banyak dijadikan mimpi besar di sekolah menengah. Tidak ada kemewahan sorotan seperti selebriti, tidak ada kilau eksklusif seperti eksekutif papan atas. Namun nyatanya, dalam ketenangan citra itu tersembunyi kekuatan luar biasa: mereka adalah garda terdepan kemanusiaan.
Dalam keadaan sehat dan sakit, di kota besar maupun desa terpencil, di puskesmas, klinik keliling, maupun saat menghadapi krisis pandemi---perawat selalu jadi penengah antara harapan dan kenyataan, antara luka dan penyembuhan.
Mereka bukan sekadar tenaga kesehatan dengan seragam putih---mereka adalah manusia yang berani mengorbankan waktu, tenaga, bahkan keselamatan demi orang lain. Mengapa kita tak bermimpi menjadi perawat? Mungkin karena kita kurang mengenal kedalaman profesi ini. Tapi ketika kita sungguh melihat---langsung dari pelayanan, dari dedikasi yang tersembunyi---kita akan paham bahwa perawat adalah mimpi kemanusiaan yang nyata.
Dukhan, 27 Juli 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI