Mohon tunggu...
Sugeng Riyadi
Sugeng Riyadi Mohon Tunggu... Diaspora Indonesia di Qatar

Registered General Nurse | Tim Kesehatan FIFA World Cupâ„¢ 2022 | Praktisi Mengajar 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggagas 'Zero Tolerance' untuk Kekerasan di Tempat Kerja terhadap Perawat

26 Juli 2025   04:38 Diperbarui: 26 Juli 2025   05:02 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ilustrasi AI oleh chatGPT

Mereka yang Selalu Ada, Tapi Tak Selalu Dijaga

Pernahkah kita membayangkan, saat kita terbaring lemah di rumah sakit, ada sosok yang selalu hadir tanpa banyak kata namun penuh perhatian? Perawat. Mereka adalah garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, hadir selama 24 jam, melayani pasien dari awal hingga akhir kehidupan. Tapi tahukah kita, bahwa di balik seragam putih itu, banyak dari mereka menjadi korban kekerasan saat bekerja?

Kekerasan terhadap tenaga keperawatan bukan lagi kasus langka. Ia menjadi fenomena berulang di berbagai rumah sakit, puskesmas, hingga klinik. Ironisnya, kekerasan itu justru datang dari mereka yang seharusnya menjadi bagian dari proses penyembuhan: keluarga pasien, pasien sendiri, bahkan rekan kerja atau atasan. 

Sudah saatnya kita berhenti menormalisasi kekerasan terhadap perawat. Kini, waktunya kita menggagas kebijakan "Zero Tolerance" --- sebuah sikap tegas untuk mengatakan: "Tidak ada ruang untuk kekerasan terhadap perawat." 

Realitas Kelam: Data yang Tak Bisa Dibantah 

Data dari Penelitian Terkini

Dalam sebuah studi terhadap Perawat jiwa di Bandung, mereka mengalami kekerasan di tempat kerja oleh pasien maupun keluarga pasien. Penyebab tersering dari pasien adalah kekerasan verbal (49,4%), diikuti oleh kekerasan fisik (28,8%), kekerasan psikologis (16,5%), dan kekerasan seksual (8,2%). Jenis kekerasan fisik yang paling sering terjadi dari keluarga adalah kekerasan verbal (46%) dan kekerasan fisik (30%). (Yosep et. al. 2022).

Pidada & Wahab (2024) melakukan studi terhadap 482 tenaga kesehatan di tujuh rumah sakit di Yogyakarta. Hasilnya cukup mencengangkan: 13,6% responden pernah mengalami kekerasan, dengan 9,8% di antaranya adalah perawat. Angka ini mungkin tampak kecil, namun para peneliti mengungkapkan kemungkinan kuat terjadinya underreporting karena korban menganggap kekerasan sebagai bagian dari "risiko kerja."

Studi di Aceh menemukan fakta lebih kelam: 64,4% perawat mengalami kekerasan emosional selama satu tahun terakhir (Putra et al., 2024). Angka ini memperlihatkan bahwa kekerasan bukan sekadar insiden, melainkan epidemi diam-diam di dunia keperawatan. 

Kasus Viral 2024--2025: Luka yang Menjadi Sorotan 

  1. Makassar (26 Mei 2025): Seorang perawat dicekik dan diseret oleh anak pasien saat menangani jenazah. Walau korban melapor, pelaku belum ditetapkan sebagai tersangka. 
  2. Bogor (30 Mei 2025): Perawat IGD RS UMMI dipukul oleh keluarga pasien karena kesalahpahaman soal ruang perawatan. Pelaku tidak langsung ditahan.
  3. Papua Tengah (Nov 2024): Perawat bernama Zulhaida nyaris diperkosa dan dianiaya oleh orang tak dikenal di rumah dinasnya. Ia menderita luka serius tanpa perlindungan hukum yang jelas.
  4. Cirebon (Des 2024): Seorang perawat mengalami kekerasan seksual oleh Kepala Puskesmas Pembantu di Kecamatan Babakan, Cirebon. Korban mengalami trauma dan merasa direndahkan oleh atasannya.
  5. Ngawi (Maret 2025): Kepala puskesmas membentak seorang perawat hingga korban harus dilarikan ke IGD. PPNI menyatakan kasus semacam ini terjadi secara berulang dan jarang diproses. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun