Mohon tunggu...
aldis
aldis Mohon Tunggu... Arsitektur Enterprise

Arsitektur Enterprise, Transformasi Digital, Travelling,

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Luka Tersembunyi Transformasi Digital : Shadow IT dan Sindrom Not Invented Here

20 September 2025   08:13 Diperbarui: 20 September 2025   13:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Fenomena staf yang membangun aplikasi sendiri di luar sistem resmi dikenal sebagai Shadow IT. Istilah ini merujuk pada semua perangkat lunak atau sistem informasi yang digunakan tanpa persetujuan, kontrol, atau integrasi dengan divisi teknologi informasi. Shadow IT sering muncul dari niat baik. Pegawai ingin bekerja lebih cepat, ingin solusi yang praktis, ingin membuktikan diri mampu menyiasati keterbatasan.

Namun niat baik tidak selalu berbuah manis. Aplikasi-aplikasi kecil yang dibangun secara mandiri sering kali hanya memecahkan masalah sesaat. Mereka tidak mengikuti standar keamanan, tidak terintegrasi dengan sistem utama, bahkan kadang menyimpan data di perangkat pribadi tanpa perlindungan yang memadai. Lama-kelamaan, aplikasi semacam ini justru menciptakan silo digitalisasi. Data terpecah-pecah, laporan menjadi berbeda versi, dan pimpinan kebingungan menentukan angka mana yang valid.

Dalam konteks ERP, Shadow IT ibarat jalan tikus di samping jalan tol. ERP dibangun layaknya jalan tol yang megah, berkapasitas besar, mahal, dan terintegrasi. Namun karena masuk ke jalan tol butuh aturan, tiket, dan kesabaran, sebagian pengguna memilih jalan tikus. Mereka merasa lebih cepat, lebih fleksibel, padahal jalan itu sempit, tidak standar, dan ujungnya sering buntu. Akibatnya, lalu lintas organisasi menjadi semrawut.

Fenomena Shadow IT juga memperlambat penerimaan ERP. User acceptance, yang seharusnya diperoleh melalui pelatihan dan adaptasi, malah terganjal karena pegawai merasa ada alternatif lain. ERP pun dipandang sebagai beban, bukan solusi. Investasi besar menjadi kehilangan makna.

Resistensi Perubahan dan Digitalisasi Parsial

Mengapa fenomena ini begitu kuat? Jawabannya terletak pada psikologi perubahan. Resistensi terhadap sistem baru adalah hal lumrah. Pegawai terbiasa dengan cara lama, mereka nyaman dengan rutinitas. Ketika ERP hadir dengan tampilan kompleks, menu panjang, dan aturan ketat, rasa nyaman itu terguncang.

Sebagian pegawai bereaksi dengan menolak secara diam-diam. Mereka memang tidak menyuarakan protes, tetapi mereka mencari jalan alternatif. Jalan itu berupa digitalisasi parsial yang mereka buat sendiri. Inilah yang disebut sebagai Isolated Digitalization atau digitalisasi silo. Unit kerja hanya fokus pada kebutuhannya, tidak peduli dengan ekosistem organisasi.

Akibatnya, lahirlah puluhan aplikasi kecil. Ada aplikasi cuti buatan staf A, aplikasi monitoring keuangan buatan staf B, dan aplikasi inventaris buatan staf C. Semua berdiri sendiri, tidak saling bicara. Ketika pimpinan meminta laporan terpadu, IT harus bekerja ekstra keras untuk menggabungkan data dari berbagai sumber. Hasilnya sering tidak sinkron, menimbulkan ketidakpercayaan pada data.

Di balik itu semua, kita menemukan jurang besar bernama technology misalignment. Strategi organisasi jelas menginginkan integrasi melalui ERP. Namun praktik di lapangan justru menunjukkan perpecahan. Hal ini menunjukkan lemahnya tata kelola TI. Tanpa governance yang kuat, digitalisasi akan tumbuh liar, seperti rumput yang menutupi taman yang seharusnya indah.

Jalan Keluar dari Bayang-Bayang

Apa yang bisa dilakukan instansi untuk mengatasi fenomena ini? Pertama, harus ada pemahaman bahwa teknologi bukan hanya soal perangkat lunak. Teknologi adalah bagian dari transformasi organisasi. Karena itu, manajemen perubahan menjadi kunci. Sosialisasi, pelatihan, bahkan pendekatan persuasif perlu dilakukan agar pegawai merasa memiliki ERP, bukan sekadar dipaksa menggunakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun