Mohon tunggu...
Sudiono
Sudiono Mohon Tunggu... Lainnya - I Owner Vpareto Travel Indonesia I Konsultan Ausbildung I https://play.google.com/store/apps/details?id=com.NEWVPARETOTOURNTRAVEL.android&pli=1

Pemerhati Masyarakat, Field study : Lychee des metiers des sciences et de I'industrie Robert Schuman, Le Havre (2013). Echange France-Indonesie visite d'etudes des provisieur - Scolaire Descrates Maupassant Lychee de Fecamp. Lycee Louis Modeste Leroy, Evreux (2014), Lycee Professional Jean Rostand, Rouen (2014), Asean Culinary Academy, Kuala Lumpur (2012). Departement of Skills Development Ministry of Human Resources Malaysia (2013). Seoul Technical High School (STHS) 2012. Jeju Self Governing School (2012), Assesor BNSP Marketting (2016), Assesor Akreditasi S/M (2015), Pelatihan CEC Coach Wiranesia (2022), pemilik Vpareto travel Indonesia,

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pungli dan Kebiasaan

28 Januari 2024   10:19 Diperbarui: 28 Januari 2024   10:19 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sana Pungli, di sini Pungli dimana-mana ada Pungli...

Di pasar, jalan, pertigaan, tikungan, perempatan, masuk ke tol....

Kita tidak pernah akan tahu seperti apa kisah awal terjadinya upeti, pungli atau pungutan liar di Indonesia. Kalau di pikir-pikir lebih mendalam, bahwa pungli pada hakikatnya adalah pungutan yang dilakukan oleh orang/badan kepada orang perserorangan. Secara historik perilaku pungli terdapat dua kekuatan yaitu pihak superior yang melakukan pungutan dan pihak inferior yang terkena pungutan. Mengapa dikatakan superior ? Sebab pihak pemungut memiliki kekuasaan tinggi untuk menjalankan pungutan. Punya perangkat atau aparat untuk menindak perorangan yang menolak dan punya sederet peraturan yang melindungi pelaku pemungutan liar. Bentuk pungli bisa berwujud natura berupa barang dan jasa juga bisa berupa uang. 

kalau kita bolak balik membaca catatan sejarah kerajaan-kerajaan besar dunia mengapa selalu diiringi dengan pemberontakan, dan  peperangan ? ternyata salah faktor utama penyebabnya adanya upeti, pungutan. Pungutan apakah sama dengan pajak ? nanti di kesempatan lain akan saya bahas. Pungutan di tarik dari suatu wilayah, daerah atau kerajaan diibaratkan sebagai tanda tunduk atas penaklukan dari kerajaan yang lebih superior,  lebih kuat terutama dari sisi kekuatan militer atau angkatan perang. 

Tahun 1293 masih ingat dalam pikiran kita bagaimana Serbuan ini merupakan ekspedisi Yuan Mongol Kubilai Khan China untuk menghukum Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari, di Jawa yang menolak membayar upeti dan bahkan melukai utusan Dinasti Mongol.  

Di Eropa legenda Robin Hood merupakan  tokoh dalam cerita rakyat Inggris. Ia adalah seorang bangsawan yang menjadi musuh Sheriff of Nottingham atau Prince John, melawan pejabat yang korupsi untuk kepentingan rakyat. Ia memimpin 140 orang yang disebut "Merry Men".   Mengapa penguasa Korup ? karena uang pajak yang di tarik terlalu tinggi sehingga kemakmuran dan kesejahteraan yang di dambakan rakyat tidak terwujud. 

Sedangkan upeti/pungli terus menerus dilakukan tidak lagi melihat bagaimana keadaan perekonomian masyarakat dan banyak lagi kisah pemberontakan yang  menyebabkan sebuah Revolusi seperti yang terjadi di Perancis. Di mana  Ratu Antoinette istri Raja Louis XIV semena-mena menarik upeti dan pungli lainnya semata-mata untuk mempertahankan gaya hedonisme bagi Ratu di lingkaran kekuasaannya.

Upeti, pungli adalah buruk bagi masyarakat karena memakmurkan hanya pribadi, golongan dan kelompok tertentu saja. Lantas bagaimana ini bisa terus dipertahankan di dalam masyarakat Indonesia. ?

Pungli seperti nafas, perhatikan dengan seksama saat anda membayar duaribu rupiah untuk parkir kendaraan di sebuah minimarket. Transaksi belanja anda mau 1,2 atau 5 menit tetap harus bayar walau tertulis parkir gratis. Mau pagi, siang, sore atau malam kalau ada petugas pemungut parkir liar tetap anda harus membayar. 

Kalau pembayaran itu mengatasnamakan uang jago, asal penyebutan uang jaga demi keamanan, menjaga kendaraan tetap terlindungi dari pencurian bukankah itu sudah menjadi ranah pengelola minimarket ? Bayangkan kalau transaksi itu dilakukan dalam satu hari, minggu, bulan dan satu tahun padahal jumlah minimarket jumlahnya mungkin ratusan ribu se-Indonesia. 

Usut punya usut ternyata pungli yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar kita terjadi secara struktur. Pelaku pungli biasanya memakai nama sebuah organisasi, organisasi itu meminta kepada oknum RT/RW untuk mengelola sebuah tempat belanja/pertokoan/perkantoran. Seolah melakukan pungli bukan hal haram mereka berbagi pendapatan bagi oknum pengurus RT/RW dengan dalih untuk menambah kas guna membiayai kegiatan warga. 

Ada lagi pungli yang menambahkan sekian rupiah yang di lakukan saat pembayaran pembayaran pajak tahunan motor dan mobil. oknum Petugas penerima pembayaran menambahkan 2000/transaksi tanpa diketahui sang pembayar pajak. Bagi masyarakat nilai 2000 rupiah apalah artinya jika harus menggunakan biro jasa. Bayangkan kalau transaksi itu dilakukan dalam satu hari, minggu, bulan dan satu tahun. 

Kasus lain jalur hijau yang peruntukan untuk area terbuka, di tanami pohon penghijaun malah dipakai untuk kios-kios yang bentuknya asal jadi tergantung kemampuan uang pedagang. Ini pun terjadi pengalihan fungsi lahan dikarenakan ada premanisme yang membekingi serta kerjasama dengan petugas desa setempat. 

Berpuluh-puluh tahun kios-kios liar di jalur hijau tidak tersentuh oleh aparat hukum penertiban. Ya, itu tadi laporan perangkat desa tidak menjadikan kios-kios liar itu sebagai sasaran penggusuran/penertiban. Kalau ditanya oleh warga kenapa praktek pungli atas kios liar tidak dilakukan tahun ini alasan mereka karena belum di anggarkan. 

Pelanggaran demi pelanggaran berupa pungli secara terang-terangan sudah dilakukan oleh para oknum mulai dari LSM /Organisasi, dari oknum yang menyembunyikan identitas diri hingga yang menggunakan atribut LSM/Organisasi dan berbaju dinas. Apakah pungli ini suatu kebiasaan yang dilakukan dan terjadi di masyarakat sebuah hal wajar atau tidak wajar ? Bisa kita analisis dari berbagai aspek. 

Aspek kewajaran, masyarakat yang menerima tulus bahwa pungli  adalah hal wajar karena mereka memang tidak peduli terhadap pungli itu sendiri. Mereka berkaca bahwa nilai rupiah yang diserahkan kepada oknum pemungut pungli nilainya tidak seberapa, saking mereka tidak peduli maka mereka menyipakan uang pecahan rupiah baik di konsole mobilnya atau di dalam dompet. 

Pungli bisa di asosiasikan sebagai wujud peduli karena memang susahnya mencari pekerjaan. Pungli bisa juga dimaknai sebagai kepedulian kepada nasih hidup pelaku yang uangnya  bisa untuk membiayai keluarga. Wajar kata masyarakat pungli itu, karena memang sejak jaman dahulu sudah ada pungli. 

Hanya pungli jaman dulu dengan jaman sekarang berbeda bentuknya. Masyarakat menerima pungli ini juga terjadi karena sudah mendarahdaging bahkan bisa di sebut sebagai habits sifat manusia Indonesia yang  memiliki sifar Dermawan. Lantas jika begitu adakah hubungannya antara dermawan dengan kebiasaan pungli yang terpelihara sepanjang masa ?

Aspek Ketidakwajaran, jika ada masyarakat menilai Pungli adalah sebagai bentuk ketidakwajaran masuk akal. Pungli tidak dibenarkan menurut norma sosial karena bertentangan dengan yang berlaku di masyarakat sifat saling asah, asih dan asuh. setidaknya saling asih di sini bukanlah asih yang tulus melainkan asih yang di dasari untuk mendapatkan dan menerima sesuatu dari orang lain. Terkadang sudah masuk gedung  ambil tiket parkir resmi, saat mau parkir  atau keluar parkir di dalam gedung eh, tiba-tiba ada petugas yang mengatur keluar masuk area parkir.  

Pungli masuk aspek ketidakwajaran karena di larang oleh ajaran agama. Pungli di anggap meresahkan sebab kenyamanan menjadi terganggu. Kalau ada anggota masyarakat dalam yang melakukan perjalanan bisa moving dari jalan satu ke jalan lainnya dengan kondisi seperti ketidakwajaran maka berapa rupiah yang harus disiapkan. Pungli itu hampir ada disepanjang perjalanan. Kalau anda ingin memutar, tikungan, pertigaan, perempatan bahkan mau masuk jalan tol pun siap-siap Pungli mengincar.

Pungli sangat menggiurkan dan praktek  tersebut sebenarnya menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Pungli sungguh amat menyihir sehingga kegiatan ini seperti sudah mendarah daging dan bahkan si pelaku berani mengokupasi lahan orang lain dengan dalih simbiosis. Bagi pelaku pungli mereka merasa benar karena praktek yang mereka lakukan membantu masyarakat saat tertentu. Lantas bagaimana menolak Pungli tersebut ? Beberapa langkah menolak pungli antara lain :  Cukup mengucapkan kata maaf kepada pelaku pungli. Jangan meninggalkan kendaraan tapi mintalah orang di sebelah anda yang keluar saat berbelanja. Pada saat keluar dari pertokoan tak berparkir resmi ucapkan kata maaf.  Parkirlah kendaraan yang memang tersedia parkir resmi, apabila memang tidak selalu urgen bawa kendaraan tuk belanja kebutuhan sehari-hari gunakanlah aplikasi online. Kebutuhan anda paling lambat 30 menit di antar datang ke rumah.

Kedermawanan masyarakat Indonesia memang begitu tinggi sehingga praktek pungli berjalan aman-aman saja. Tak ada lagi pernyataan pemerintah bagaimana solusi atasi pungli seperti tahun 1980-an Bapak Laksmana Sudomo di era Presiden Suharto yang melarang pungli dengan punishmet efek jera pada pelaku. Pungli bisa dikurangi diminimalisir jika lapangan pekerjaan tersedia dengan banyak, ormas tidak menjadikan lahan parkir dan sejenisnya sebagai lumbung kas, adanya kesadaran warga untuk tidak memberikan tips, pungli tak menjadi kebiasaan jika infrastruktur jalan dan lahan komersial diintervensi dengan regulasi yang sesuai kearifan lokal.  Pungli dan kebiasaan saling melengkapi Transformasi Pungli dari Ilegal menjadi legal akankah ? Lagi-lagi tergantung dari kebiasaan warga sehari-hari. Jelasnya Pungli bila meresahkan akan menjadi buruk dan melanggar syariat dan hukum negara. Stop Pungli dan kebiasaan melestarikan pungli. Wallahu'alam bis sawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun