Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Beras Sintetis Beredar, Coba Pangan Lokal Penggantinya

25 Mei 2015   09:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:38 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_367578" align="aligncenter" width="420" caption="Enthok-enthok dari jagung sebagai alternatif pengganti beras (dok. Suci)"][/caption]

Akhir-akhir ini  masyarakat diresahkan dengan temuan beras sintetis alias beras palsu yang mulai beredar di beberapa  kota.  Tak pelak lagi, saat membeli beras, ibu-ibu harus lebih ekstra hati-hati dan waspada karena diliputi kecemasan sekaligus kecurigaan.  Kalau beberapa waktu sebelumnya ibu-ibu percaya saja dan tidak terlalu jlimet memilih beras, kali ini mau tidak mau harus lebih teliti.  Beragam pertanyaan terlontarkan kepada penjual beras, yang juga merasa binggung untuk menjawab saat pertanyaan atau lebih tepatnya  interograsi dari pembelinya  meluncur beruntun dengan penuh rasa  tidak percaya.  Yang menyebalkan karena untuk mengenali beras juga dibutuhkan ketelitian karena beras sintetis dicampur dengan beras asli.

Saya ikut binggung juga saat melihat pedagang  mencoba sabar (menurut pengamatan saya) saya menjelaskan ke pembeli, sementara pembeli terkesan 'cerewet'  tanya ini itu tanpa lelah dan memilih beras sambil bicara terus menerus. Pembeli yang sudah lama menjadi pelanggan maupun pembeli baru semuanya bersikap sama, WASPADA. Bisa dibilang, pedagang harus esktra memberikan penjelasan kalau masih mau berasnya laku.

Beredarnya beras sintetis  membuat ibu-ibu juga dihujani pertanyaan dari suami dan anaknya. Hampir sama, semua was-was kalau-kalau ibu salah memasak beras.

[caption id="attachment_367579" align="aligncenter" width="420" caption="Gethuk yang terbuat dari singkong, enak, manis, gurih dan mudah memasaknya (dok. Suci)"]

14325200581478923961
14325200581478923961
[/caption]

Sebenarnya tidak harus was-was dan khawatir. Kalau saat ini informasi beras mengkhawtirkan,  ibu perlu berinovasi dengan pangan lokal lainnya.  Beragam pangan lokal bisa menjadi alternatif  makanan pokok penganti beras. Singkong, ubi, jagung dan beragam pangan lokal dari berbagai daerah bisa dicoba untuk disajikan sebagai pengganti nasi.

Di Jawa Tengah, pengalaman memasak singkong menjadi nasi thiwul sudah ada sejak jaman dahulu, tetapi memang sekarang jarang orang mengolah singkong menjadi thiwul. Lebih banyak yang mengandalkan beras yang diolah menjadi nasi.

[caption id="attachment_367580" align="aligncenter" width="420" caption="Emh gurihnya enthok-enthok ini (dok. Suci) "]

14325201381416757717
14325201381416757717
[/caption]

Selain singkong, boleh dicoba mengolah jagung. Mungkin lebih banyak yang mengenal nasi jagung atau olahan gronthol (jagung dikukus). Nah, kalau mau mencoba alternatif lain mengolah jagung menjadi enthok-enthok  gak ada salahnya.

Cara pengolahannya juga  mudah,  jagung yang sudah kering di tumbuk menjadi tepung. Kemudian tepung di campur parutan kelapa dan dibungkus daun pisang. Kemudian adonan tersebut di kukus hingga matang. Aromka enthok-enthok tercium khas ditambah daun pisang yang layu karena dikukus. Makanan tradisional tersebut enak dimakan hangat-hangat atau saat sudah dingin. Silahkan dijadikan penganti nasi , dimakan dengan sayur atau lauk, tetapi nikmat juga dimakan tanpa sayur dan lauk, selayaknya makanan ringan lainnya. Mudah, cepat, murah dan bergizi. Bisa menjadi alternatif pengganti nasi atau selingan agar tidak bosan makan nasi. Dan yang penting agar tidak tergantung kepada beras dan menguarkan makanan pokok selain beras. Ayo kita manfaatkan pangan lokal, jangan  hanya tergantung kepada beras.

Alternatif ibu !!!

Solo, 25 Mei 2015

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun