Apakah kerja keras tanpa henti benar-benar membawa hidup yang layak, atau hanya menghapus kesempatan untuk menjadi manusia yang utuh?
Bagi banyak pekerja, libur akhir pekan adalah satu-satunya hal yang ditunggu. Namun ironinya, libur pun sering dirampas pekerjaan. Telepon atasan, pesan mendadak, atau tugas menumpuk tetap mengikat, sehingga istirahat menjadi semu.
Kenyataan ini menunjukkan betapa rapuhnya garis antara bekerja untuk hidup dan hidup untuk bekerja. Waktu, tenaga, dan mimpi pribadi tenggelam dalam kewajiban bertahan.
Banyak pekerja hanya bisa menabung mimpi dalam kepala. Mereka berharap suatu hari bisa menekuni kembali hal-hal yang dicintai, tetapi sering berhenti pada angan.
Banyak pekerja memilih diam, bukan karena tidak tahu haknya, melainkan karena takut kehilangan pekerjaan. Diam menjadi perlawanan sunyi yang justru sering diabaikan.
Diam itu berteriak lewat tubuh yang kelelahan, wajah yang muram, dan waktu yang habis tanpa sisa. Diam itu ingin berkata, "Aku ingin hidupku kembali," tetapi dunia sibuk menghitung angka produktivitas untuk mendengarnya.
Tulisan ini tidak memberikan jawaban pasti, justru menyisakan pertanyaan yang penting untuk digenggam.
Apakah kita manusia yang bekerja, atau mesin yang digerakkan waktu?
Mengapa mimpi pribadi sering kalah oleh kewajiban mencari nafkah?
Apakah keadilan bisa hadir dalam sistem yang memaksa pekerja memilih antara hidup layak dan mimpi tulus?
Pertanyaan-pertanyaan ini adalah cermin, bukan sekadar wacana.
Pada akhirnya, pulang bagi banyak pekerja hanyalah ritual singkat. Pulang bukan kesempatan menyentuh mimpi, melainkan jeda sebelum kembali bekerja. Pulang bukan berarti beristirahat, tetapi mempersiapkan diri untuk habis lagi esok hari.
Pekerja yang pulang sebelum mimpinya selesai adalah potret sebuah generasi. Generasi yang diajarkan untuk belajar agar mandiri, tetapi justru tumbuh dalam ketergantungan sistem yang tidak adil. Generasi yang diajarkan kerja keras akan membawa bahagia, tetapi justru mendapati bahwa kebahagiaan sering tertinggal di belakang jam lembur.