Mohon tunggu...
Subagiyo Rachmat
Subagiyo Rachmat Mohon Tunggu... Freelancer - ◇ Menulis untuk kebaikan (titik!)

(SR Ways) - Kita mesti peduli dengan sekeliling kita dan bisa berbagi sesuai kapasitas, kadar dan kemampuan masing-masing sebagai bagian dari masyarakat beradab.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Munculnya Para Tokoh Pembaharu Pendidikan Abad 21

3 Agustus 2020   14:30 Diperbarui: 3 Agustus 2020   14:32 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa Yang terjadi dengan Sistem Pendidikan Kita?
Kurikulum dan metode belajar kita belum menganut sistem HOTS (Higher Order Thinking Skills). Indonesia masih menggunakan metode Lower-Medium Order Thinking. Menurut para ahli dan pengamat pendidikan, kurikulum Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia walau sudah berkali-kali ganti kurikulum, bahkan ada sebuah stereotype di masyarakat “ Ganti Menteri ganti ganti kurikulum”, selalu saja belum membuat anak-anak didik mempunyai daya saing global berdasarkan survey PISA. 

Kurikulum kita dikatakan belum menganut sistem HOTS,yaitu sebuah turunan metode belajar yang dicetuskan oleh Benjamin Bloom lewat teori “Taksonomi Bloom” 1956 sebuah ide sistem untuk merespon sistem pendidikan yang masih berbasis hafalan- yang menurutnya, menghafal adalah tingkatan terendah dari kemampuan berpikir, kemudian dibuatlah hierarki kemampuan berpikir yang disebut Taksonomi Bloom.

Menghafal, Memahami, dan Mengaplikasikan masuk pada kategori Lower-Order Thinking Skills (LOTS). Berdasarkan survei PISA kemampuan siswa-siswi di Indonesia masih berada di kategori LOTS ini. Sementara tiga level diatasnya adalah analisis, evaluasi, dan penciptaan yag disebut kategori HOTS. Kurikulum di Indonesia masih berbasis LOTS, sehingga membuat daya saing siswa Indonesia selalu tertinggal dari negara-negara lain sesuai survei OECD.

Pendidikan di Indonesia dalam Konteks Politik dan Pemerintahan. 
Sudah saatnya Indonesia meninggalkan kebiasaan-kebiasaan ingin mencapai hasil-hasil melalui proses instant, tanpa melalui proses matang melalui tahapan-tahapan yang realistis. 

Konsep dan diadakannya Ujian nasional (UN), konon mengacu pada HOTS (Higher Order Thinking Skills) tetapi tanpa didukung sebuah kurikulum berbasis HOTS, sehingga seolah UN dianggap sebagai sebuah langkah instant tanpa proses berbasis kurikulum- Hal ini menjadikan siswa-siswi Indonesia selalu kesulitan ketika mengerjakan soal-soal yang mengacu pada konsep HOTS, seperti yang dilakukan pada survei OECD. Survei OECD berikutnya akan dilakukan pada 2021, kemudian 2024, dan seterusnya setiap tiga tahun. 

Jika kita tidak melakukan perubahan-perubahan terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menangah dengan tahapan-tahapan yang realistis maka selamanya daya saing generasi belia kita secara global akan selalu tertinggal.

Semoga Negara kita, Pemerintahan saat ini, dan legislatif memprioritaskan upaya meningkatkan kemampuan daya saing anak-anak didik kita, melalui proses dan perubahan kurikulum yang benar-benar disiapkan, dengan tahapan yang realistis, tidak terburu-buru (jawa=kesusu) dan instant seperti kebiasaan kita selama ini.

Harapan kepada Pak Jokowi dan Mas Nadiem yang kini sedang berada di pemerintahan, agar kegelisahan atas ketertinggalan dunia pendidikan kita, tidak direspon dengan menempuh cara-cara instan seolah bisa cepat melihat hasilnya,  hal ini yang selalu membuat kita gagal- dengan ketidaksabaran kita dalam melakukan proses yang realistis untuk mencapai tujuan Pendidikan, salah satunya menjadikan siswa-siswi kita punya daya saing secara global.

Tahun 1970-80an kita masih banyak mengekspor guru-guru dan dosen terbaik ke negara tetangga kita untuk mengajar dan membantu membuat kurikulum-kurikulum pendidikan, mereka bersabar 20-30 tahun, akhirnya mereka meninggalkan kita. Kini saatnya kita mesti juga mau bersabar untuk melakukan perbaikan-perbaikan melalui tahapan yang realistis, ilmiah dan terukur, demi anak-anak didik kita, generasi masa depan yang merupakan aset terbesar dan harapan bangsa.

Pahlawan Nasional dan Tokoh Pambaharu Pendidikan Abad 20.
Dekade pertama sampai ketiga abad 20 merupakan tonggak besar bagi bangsa Indonesia pada dunia kependidikan. Dalam suasana kemiskinan dan kebodohan masyarakat bangsa terjajah- telah lahir tokoh-tokoh besar yang begitu berempati pada masyarakat- pada anak-anak negeri dan pribumi agar bisa keluar dari kebodohan melalui kesempatan mendapatkan pendidikan.  

Dewi Sartika pada 1904 mendirikan sekolah untuk perempuan di Pendopo Kabupaten Bandung, yang kemudian berkembang di Jawa barat, dan pada 1929, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi. Kartini pada 1912 di Semarang mendirikan Sekolah Kartini, sekolah khusus untuk perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun