Mohon tunggu...
Subagiyo Rachmat
Subagiyo Rachmat Mohon Tunggu... Freelancer - ◇ Menulis untuk kebaikan (titik!)

(SR Ways) - Kita mesti peduli dengan sekeliling kita dan bisa berbagi sesuai kapasitas, kadar dan kemampuan masing-masing sebagai bagian dari masyarakat beradab.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mas Nadiem, Setelah Minta Maaf Terus Bagaimana?

1 Agustus 2020   01:15 Diperbarui: 1 Agustus 2020   01:44 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik, kritis dan sedikit Provokatif  tulisan bapak Mochamad Syafei berjudul “ Nadiem orang baik, kenapa kursinya Hendak Kau Rebut?”

Saya tentu respect dengan pendapat bapak Syafei, salam kenal- dan saya juga tidak akan menanggapinya dari sisi pribadi mas Mendikbud, tapi lebih ke arah kebijakan publik dan latar belakangnya.

Saya kira kasus POP (Program Organisasi Penggerak) ini mesti menjadi puncak pembelajaran bagi mas Nadiem sebagai Mendikbud, pejabat politik dalam birokrasi pemerintahan yang merupakan bidang sama sekali baru bagi beliau,

Membaca Arah Pikiran Mas Nadiem.

Latar belakang Mas Nadiem yang masih muda (36 tahun), energic dan kreatif, Alumni Harvard Business School, pendiri Gojek yang sukses dan fenomenal-sebuah perusahaan transportasi dan penyedia jasa berbasis online yang sudah beroperasi di beberapa negara termasuk Indonesia. 

Berbagai pernyataannya setelah ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan dan kebudayaan Oktober 2019, jika kita ringkas dan garis bawahi secara tebal, pemikiran beliau lebih ke soal-soal teknologi, masa depan, efisiensi, link & match. Hal-hal yang sifatnya tradisional dan masa lalu, agama dan budaya hampir-hampir luput dari pernyataan dan pandangannya.

Bidang kependidikan bagi mas Nadiem adalah bidang yang sama sekali baru, juga sama sekali baru bagaimana beliau bekerja dalam pemerintahan dan birokrasi, dan jabatan Menteri adalah jabatan politik yang dituntut kepiawaian dalam menjalin komunikasi (bisa dikatakan) dengan semua pemangku kepentingan (stakeholders), dalam hal ini adalah pemangku kepentingan dalam kependidikan Nasional- apalagi dengan para pemangku kepentingan utama, seperti Muhammadiyah, NU dan PGRI.

Bagaimana membaca Kasus keluarnya Muhammadiyah, NU dan PGRI dari POP?

Kita semua tahu bahwa ketiga organisasi ini merupakan bagian dari pemangku kepentingan utama dalam pendidikan nasional, sehingga tanpa keterlibatan ketiganya sudah barang tentu akan mengurangi legitimasi dari program kemendikbud tersebut, termasuk POP yang sedang menjadi kontroversi, karena dianggap tidak jelas dan tidak transparan- dan dianggap abai terhadap ketiga organisasi tersebut- akhirnya ketiga organisasi tersebut menyatakan mundur dari keikutsertaan POP (Program Organisasi Penggerak).

Mas Nadiem melakukan langkah bijak dengan mendatangai Muhammadiyah untuk meminta maaf, dan berjanji akan mengevaluasi program POP ini. Evaluasinya seperti apa?

Kita belum tahu sehingga kita belum bisa berkomentar lebih jauh lagi, sembari diharapkan menteri Nadiem bisa membangun komunikasi lagi yang lebih baik dan produktif dengan ketiga organisasi tersebut, sehingga terbangun mutual respects. Kita tunggu aja evaluasi atau perbaikan seperti apa yang akan dilakukan menteri Nadiem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun