Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Berpikir yang Berpusatkan Injil

18 Agustus 2018   00:18 Diperbarui: 18 Agustus 2018   01:12 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah berkembangnya masalah perpecahan dan bentrokan dalam berbagai institusi kekristenan yang disebabkan masalah korupsi dan integritas para pejabatnya. Mungkin kita cenderung melihat integritas hanya dari sudut pandang korupsi dan pencucian uang, tetapi mungkin kita lupa bahwa integritas sangat terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Hidup kita penuh tantangan integritas. Mungkin seringkali tidak seorangpun di antara kita yang berani mengaku bahwa dirinya sudah hidup dengan penuh integritas. Memang tanpa disadari, kita berpikir, berkata, dan berperilaku seperti tanpa diketahui Tuhan. Kita tidak menyadari bahwa setiap detik hidup kita diamati oleh Tuhan (Coram Deo). Mungkin di gereja kita terlihat sangat saleh, tetapi di sekolah, di kampus, atau di kantor, hidup keseharian kita tidak ada bedanya dengan orang-orang non Kristen. Bahkan mungkin secara etika, mereka jauh lebih baik daripada kita.

Saya mengetahui integritas seseorang bernama Eric Liddell yang pernah mengikuti olimpiade pada cabang lari. Dia memilih tidak ikut bertanding karena hari perlombaan itu dilaksanakan pada hari Minggu di mana seharusnya dia beribadah. Dia dicap sebagai orang yang berpandangan sempit dan tidak loyal. Dalam memperjuangkan kualitas moral, seringkali ada sesuatu yang harus dikorbankan. Mungkin saja itu adalah sesuatu yang sangat kita sukai. Biarkan orang melihat kita apa adanya. Di dalam segala sesuatu, jagalah integritas kita di manapun berada.

Mungkin kita harus menerima kenyataan bahwa kita terkena macet karena mematuhi peraturan lalu lintas. Namun ketahuilah, integritas lebih berharga daripada waktu yang terbuang di tengah kemacetan. Integritas jauh lebih berharga daripada bensin yang dihabiskan di tengah kemacetan. Jangan pernah mengambil jalan pintas jika itu ternyata melanggar peraturan.

Apakah orang lain di sekitar kita menghargai kita karena kita punya kualitas moral yang baik? Semua yang berkaitan dengan kualitas moral kita, itulah yang harus kita pikirkan. Ketika kita dihargai orang lain karena punya uang yang banyak, penampilan yang mahal, gaya hidup yang mewah, maka sebetulnya kita adalah pribadi yang tidak pernah dihargai. Orang hanya menghargai uang kita dan segala sesuatu yang kita punya. Namun apabila kita menjadi a man of character, a man of integrity, maka di manapun kita, dalam situasi apapun, kita tetap akan menjadi orang yang dihargai oleh orang lain.

Yang ketiga adalah "semua yang adil" (hosa dikaia). Kata "dikaios" bisa berarti "benar" (NASB/NIV) atau "adil" (KJV/RSV/ESV). Arti mana yang sedang dipikirkan oleh Paulus cukup sukar untuk ditentukan. Secara pribadi saya lebih memilih arti yang pertama. "Benar" dalam arti sesuai dengan kepatutan (1:7 "sudahlah sepatutnya"), misalnya seorang anak patut menaati orang tuanya (Ef. 6:1 "haruslah demikian"). "Benar" juga dalam arti sesuai dengan standar ilahi. Dengan kata lain, benar di sini mengarah pada kondisi "benar di hadapan Allah" (Rm. 1:13; 3:10; Gal. 3:11). Pendeknya, "dikaios" di sini mengarah pada kesesuaian dengan standar moralitas manusia maupun standar kekudusan Allah. Ada dua sisi yang seimbang: diperkenan oleh manusia dan diperkenan oleh Allah. Konsep ini perlu didengungkan kembali di dalam kehidupan rohani yang dikotomis. Ada orang yang terlihat sangat berapi-api mencintai Tuhan, tetapi menjadi batu sandungan di hadapan manusia. Ada orang yang terlalu suka kompromi dengan kebenaran sehingga dia tidak bisa benar di hadapan Tuhan. Inikah yang disebut orang yang dikaios?

Yang keempat adalah "semua yang suci" (hosa hagna). NET/KJV/RSV secara tepat menerjemahkan kata sifat "hagnos" di sini dengan "murni" (pure). Kemurnian dalam arti terbebas atau terpisah dari segala yang najis dan jahat, tidak bercampur dengan yang lain dan tidak dinodai oleh yang lain. Jemaat Korintus seharusnya menjadi perawan yang suci (murni) bagi Kristus (2Kor. 11:2). Di tempat lain Paulus menyebut jemaat Korintus "tidak bersalah (murni) dalam segala perkara itu" (2Kor. 7:11). Timotius dinasihatkan untuk tidak terburu-buru menumpang tangan atas seseorang, sehingga turut terlibat dalam kesalahan; dia perlu menjaga kemurnian dirinya (1Tim. 5:22). Jadi, ide pokok yang disiratkan dalam tulisan-tulisan lain menunjukkan bahwa kata ini seringkali merujuk pada penjagaan diri dari semua yang najis atau jahat.


Dengan kata lain, kata "hagnos" dapat berarti kehati-hatian supaya kita tidak dinodai oleh yang lain. Kehati-hatian kita supaya terpisah dari sesuatu yang mencemarkan. Semua yang hagnos ini, harus kita pikirkan terus-menerus. Apakah yang ada dalam pikiran kita setiap hari? Apakah yang kita pikirkan adalah hal-hal yang suci/murni? Apakah yang ada dalam pikiran kita adalah pornografi? Kalau pikiran kita diisi oleh hal-hal yang kotor semacam itu, kalau kita tidak bisa mengontrol pikiran kita, maka hidup kita dengan mudah akan terseret menuju dosa yang lebih parah.

Apabila Iblis mulai meracuni pikiran kita, maka Iblis akan membuat kita tidak puas dengan apa yang kita bayangkan, sehingga kita mulai mengkonsumsi gambar-gambar porno. Lebih jauh, Iblis akan membuat kita muak dengan gambar-gambar itu sehingga kita akan mencari video-video porno. Pada waktu kita sudah terjebak dengan video-video porno, maka Iblis akan membuat kita bosan dengan semua video itu dan kita akan tergoda untuk masturbasi atau langsung melakukannya dengan orang lain.

Istilah "masturbasi" (istilah lain yang berkaitan adalah "onani") merujuk pada aktivitas pemuasan seksual yang dilakukan sendiri dan juga untuk diri sendiri. Melalui aktivitas ini, seseorang bisa menikmati kepuasan seksual tanpa bantuan orang lain. Sebagian orang terjebak pada rutinitas semacam ini, baik yang belum atau sudah menikah. Apakah tindakan ini berdosa?

Walaupun secara psikologis ada beragam jenis masturbasi, saya hanya menyoroti aktivitas yang biasa dilakukan oleh mereka yang belum menikah (para remaja dan pemuda). Jika dibatasi semacam ini, jawaban terhadap pertanyaan di atas menjadi sedikit lebih mudah. Masturbasi atau onani adalah dosa, karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab.

Hal ini tentu saja tidak berarti ada sebuah teks khusus di dalam Alkitab yang melarang masturbasi secara eksplisit dan langsung. Kejadian 38:8-10 yang sering dipakai sebagai dasar larangan ternyata tidak relevan. Dosa Onan yang menyebabkan dia dibunuh adalah ketidakmauannya untuk menaati hukum levirat. Ketidaktaatannya menyiratkan sikap egois terhadap kakaknya. Dia seharusnya memberikan keturunan bagi kakaknya yang sudah meninggal dunia. Di samping itu, kasus Onan tidak tepat disebut "onani" dalam pengertian modern, karena melibatkan orang lain dalam sebuah hubungan seksual biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun