Mohon tunggu...
Stefani Rantemanda Pabendon
Stefani Rantemanda Pabendon Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar yang gemar menulis dan mempublikasikannya di platfrom ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Bunda

30 November 2024   18:38 Diperbarui: 30 November 2024   18:38 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sang Bunda

Begitu indah dan elok rupa sang bunda. Ditinggikanlah nama sang bunda oleh anak. Kami para anak dilepasnya menjelajahi dunia. Dilepaskannya kami dari jangkauan matanya, dibebaskan kami menjadi apa yang kami inginkan. Kebebasan yang fana membutakan mata para anak, tak mereka lihat lagi tempat pulang bertemu sang bunda. Di manakah rumah tempat para anak pulang sekarang ini?

Tempat para anak terkasihnya pulang, selalu ada sosoknya, kapan pun itu. Tak ada bosan ataupun jenuh bagi dirinya untuk menunggu kehadiran para anak. Hadirlah para anak, tetapi tak menyadari lagi tempat pulang bagi mereka. Sadarkah mereka, bahwa tempat yang mereka tempati sebagai tempat duniawi, hadir sang bunda yang rindu akan kehadiran mereka sebagai para anak? Durhakalah para anak jika tak menyadari lagi kehadiran sang bunda.

Dikotorinya tempat sang bunda menunggu mereka, para anak yang setia mereka tak pedulikan. Dibutakan oleh apakah mata kalian yang tidak dapat melihat lagi tempat bunda menunggu kalian? Dalam diam, anak yang setia senantiasa pulang karena kerinduannya akan sang bunda. Pantaskah dia yang setia dan taat selalu membereskan rumah sang bunda akibat mereka yang melupakan sang bunda? Bersungut-sungutlah hati dia yang setia, merasa bahwa dia yang tak setia layak mendapat pembalasan. Tak layak sang bunda mendapat perlakuan semacam ini dari kami anak yang dia kasihi, tak layak lagi kami dikasihi. Tetapi bukan itu yang dikehendaki sang bunda.

Apakah salah jika meletakkan kata sedih dan prihatin kepada sang bunda? Mengapa begitu sulit hari saat mengingat akan kebusukan para anak kepada sang bunda. Barulah sang anak tersadar, sang bunda telah mengalami bahkan rasa kehilangan yang besar daripada dirinya. Kesedihan dan kehilangan yang dirasakan oleh para anak saat ini tidaklah seberapa dengan yang telah dilewati oleh sang bunda.

Sang bunda tak ingin anak-anaknya hanya mengasihani tetapi juga merasakan. Biarkanlah hal itu tak membuat mereka hanya mengeluarkan kata-kata tak berarti, tetapi juga solusi dan karya nyata demi penyelesaian suatu masalah demi sebuah kemuliaan. Seorang anak mencerminkan sikap sang bunda. Tak ada gunanya menangisi orang lain ketika diri sendiri mesti ditangisi. Sungguh, sang bunda ingin menunjukkan hal itu kepada sang anak.

Bersungut-sungut tak masalah sebab hanya manusia kita, asal jangan berlebih. Tenangkanlah hati, ada sang bunda di sisi kalian yang setia bahkan tidak. Lakukanlah yang menurut kalian baik, dengarlah, sang bunda sedang berbicara padamu. Ia peduli padamu, sang bunda senantiasa ada, tempat pulang itu sesungguhnya ada di dalam hatimu, tetapi hargailah tempat yang telah disediakan untukmu. Tenanglah hati jika menyadarinya.

Sabtu, 30 November 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun