Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Bhineka Tunggal Ika", Semangat Pemersatu Bangsa

4 Juni 2018   10:24 Diperbarui: 4 Juni 2018   10:31 4175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Juni menorehkan tonggak sejarah sebagai hari lahirnya Pancasila, dasar negara Kesatuan Republik Indonesia, yang ditetapkan tanggal 1 (satu), dengan Keputusan Presiden No.24 Tahun 2016. Masih dalam suasana memperingati lahirnya Pancasila, relevan mengulik istilah "Bhinneka Tunggal Ika" yang terbentang sebagai pijakan kaki burung Garuda Pancasila yang kokoh mencengkeram. "Bhineka Tunggal Ika", berarti berbeda-beda tetapi tetap satu, sebagai semboyan kesatuan dan persatuan bagi masyarakat Indonesia.

Kata Bhineka Tunggal Ika berasal dari Bahasa Jawa Kuna, yang dikutip dari buku Sutasoma karangan Mpu Tantular pada abad ke-14, semasa kerajaan Majapahit. Konsep persatuan nusantara berasal dari sumpah Maha Patih Gadjah Mada, yang terkenal dengan Amukti Palapa pada tahun 258 Saka atau 1336 Masehi. Intinya Maha Patih Gadjah Mada tidak akan berhenti berjuang sebelum dapat mempersatukan Nusantara. Sumpah Palapa Patih Gadjah Mada tersebut diikrarkan depan Ratu Majapahit Tribuwana Tunggadewi. Sumpah ini dapat dikatakan sebagai embrio persatuan dan kesatuan negara Indonesia.

Hal ini mengingat posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Jumlah gugusan pulau 16.056, dengan posisi geografis di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, diantara benua Asia dan Australia secara ekonomi sangat strategis. Beragam suku, bahasa, agama, budaya, adat istiadat, adalah anugerah yang patut disyukuri, keanekaragaman itu sebagai aset persatuan dan kesatuan dalam satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia.

Keberagaman menjadi modal dasar membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa Indonesia, lambang negara burung Garuda yang memiliki azas Pancasila dengan untaian pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. 

Hakekat Bhinneka Tunggal Ika mengandung nilai-nilai persatuan dan kesatuan untuk mencapai tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Dalam kehidupan sehari-hari, apalagi memasuki tahun politik 2018, ke-Bhineka-an Tunggal Ika menjadi energi positif yang terus berproses dalam menghadapi perbedaan. Filosofi Bhineka Tunggal Ika adalah hasil perenungan jiwa mendalam para pendiri bangsa dituangkan dalam suatu sistem sebagai kekuatan dalam menghadapi era global yang tanpa batas wilayah, dan tanpa batas Negara. Kalau tidak mempunyai landasan yang kokoh, proses alkulturasi (saling mempengaruhi dan meniru) di era global, tanpa disadari dapat melunturkan jati diri bangsa Indonesia.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempengaruhi jati diri dengan lunturnya sikap gotongroyong menjadi individual, egois dan menonjolnya sikap materialistis, etika dan moral. 

Harkat dan martabat manusia diukur dari materi/harta benda, bahkan suara politik pun didapatkan berdasarkan besarnya uang yang diberikan (money politic). Nilai-nilai kejujuran semakin langka, budaya instan, potong kompas (tanpa melalui proses) menjadi kebiasaan tanpa sanksi. Kejahatan transnasional sebagai hal biasa, misalnya narkoba, pencucian uang (money laundering), terorisme.  Sungguh mengerikan !.

Oleh karena itu membangun dan membina integrasi nasional sangat diperlukan, yang menunjukkan persatuan dan kesatuan bangsa. Bhinneka Tunggal Ika menjadi sarana untuk membangun negeri. Masih ada secerah harapan rasa persatuan dan kesatuan itu dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai jiwa kepedulian rasa persatuan dan kesatuan. Simak saat terjadi bencana tsunami Aceh (2004), gempa bumi Yogyakarta (2006), erupsi Merapi (2010), jatuhnya pesawat Sukhoi (2012) dan bencana lain alam dimanapun. 

Secara spontanitas mengaplikasikan sila-sila Pancasila, tanpa komando memberikan empati dan simpati. Para relawan, dermawan, secara spontan, tanpa diminta dengan senang hati memberikan sumbangan (tenaga, materi, pikiran) untuk meringankan beban para korban. Mereka bergerak dan bekerja tanpa sekat agama, suku, ras, bahasa, budaya,  pandangan politik. Semua bersatu padu dengan satu tujuan, untuk segera memberi pertolongan berdasarkan rasa kemanusiaan, semangat gotong royong, dan kekeluargaan.

Betapa indahnya pelangi itu memancarkan sinar "mejikuhibiniu"(merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu), yang muncul setelah hujan reda membasahi bumi pertiwi. Masing-masing warna dalam pelangi tidak pernah bercampur dan tidak pernah saling mengganggu. Komposisi warna pelangi yang indah itu terjadi karena masing-masing warna tidak pernah saling bertukar posisi antara warna yang diatas dengan warna lainnya. Masing-masing warna tidak pernah saling mendominasi, superior diatas inferior. Justru karena itulah pelangi semakin menakjubkan, indah, dan menyenangkan di pandang mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun