Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Penulis

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keberagaman Karya dalam Pameran Bertajuk Rima Rupa

28 Oktober 2021   17:19 Diperbarui: 29 Oktober 2021   05:19 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Agus Yusuf dibeli oleh kolektor. Pameran JDA Rima Rupa/foto milik Mbah Bowo 

Pandemi telah menghambat pertumbuhan di berbagai sektor, tidak kecuali bidang seni. Banyak pelaku seni mengeluh karena tertutupnya ruang apresiasi, Namun, tidak untuk JDA, Jogya Disability Art.

Jogya Disability Art (JDA),  berdiri pada saat pandemi melanda dunia yakni Februari 2020. JDA merupakan organisasi seni yang mewujudkan partisipasi penuh dan kesamaan disabilitas dalam bidang seni budaya di tingkat nasional atau internasional.

Mengutip dari laman solider.id, Sukri Budi Dharma, akrab dipanggil Mas Butong, mengatakan, "Mereka seolah hanya sebagai pemenuhan wacana dalam bernegara. Di Indonesia masih jarang diadakan agenda seni secara khusus yang melibatkan difabel."

Tidak berlebihan jika Jogya Disability Art yang dipimpin oleh Sukri Budi Dharma, memberi wadah kepada pelaku seni khususnya penyandang disabilitas untuk mengapresiasikan karyanya melalui pameran.

Pameran dengan bertajuk Rima Rupa, dilaksanakan di Galeri RJ Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, pada tanggal 18-30 Oktober 2021. Pembukaan pameran, Jumat 15 Oktober 2021, pukul 15.00 WIB, oleh Yenny Wahid.

Ini kali pertama pameran dilaksanakan di Yogyakarta. Dua tahun berikutnya ada kemungkinan diselenggarakan di negara lain, karena event ini diagendakan satu kali dalam dua tahun.

Rima Rupa

Kata "Rima Rupa" bagi sebagian orang terasa berbeda, tetapi, sangat indah didengar. Kita bisa perhatikan dua kata ini mengandung makna. Rima Rupa, dalam kamus sastra, mengandung arti bentuk, tampak serupa, tetapi bunyinya berlainan.

Mas Butong, sapaan untuk Sukri Budi Dharma, mengatakan bahwa, tema "Rima Rupa" diambil untuk menandai keberagaman dan kebebasan dalam berekspresi secara visual baik pilihan gaya dalam seni rupa, teknik, maupun ide para peserta yang mengikuti pameran.

Seperti halnya sebuah rima, pameran yang berulang dalam keragaman dan kebebasan ini akan berusaha untuk menemukan irama dan keindahannya dalam bahasa rupa.

Keberagaman teknik, gaya, usia, kultur, pendidikan dan disabilitas disatukan dalam satu pameran sebagai bentuk berbagi pengetahuan dalam bidang seni rupa. Pameran bertujuan menjalin satu harmoni dan sinergi ke depan untuk kemajuan bersama melalui jalan berkesenian bagi disabilitas.

Peserta pameran

Peserta pameran bagi para kolektor seni dan perupa, sudah tidak asing lagi. Mereka para perupa yang tidak diragukan lagi karyanya. Berbagai event di Indonesia atau luar negeri sering mereka ikuti, seperti Agus Yusuf, Faisal Rusdi, Anfield Wibowo, Bagaskara, Yuni Daud, Mbah Bowo dan masih banyak lagi pelukis hebat lainnya.

Mas Butong selaku ketua JDA juga melakukan seleksi dan dipilih 35 seniman difabel Indonesia berasal dari 15 kota. Selain dari Indonesia juga ada dari 10 negara lainnya, Filipina, Korea, Mesir, Brazil, Colombia, Afrika selatan, Australia, New Zeland, Kroasia, serta United Kingdom.

Perupa Agus Yusuf, anggota  AMFPA (Association Mouth and Foot Paintings Artist), dengan kelebihannya bisa menghasilkan karya seni bertema Borobudur dan alam dengan bahan cat minyak di atas kanvas. Lukisan ini telah dipinang oleh kolektor seni.

Faisal Rusdi sebagai penyandang cerebral palsy, anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists. Dia melukis di kanvas dengan cara "memegang" kuas menggunakan mulutnya, sama seperti Agus Yusuf. Dalam pameran kali ini dia memamerkan dua karya, salah satunya berjudul Jembatan Rusak.

Seniman Jason Cora Lejo dari Filipina, menampilkan karya berjudul The City (2021) dengan obyek yang mirip dengan situasi sehari-hari di Yogyakarta. Ada andong dan suasana keramaian orang-orang pada sebuah pasar dan toko. 

Di bagian lain, Brenton Swartz, memberi warna berbeda pada karyanya. Dia melukis dengan cat air, menampilkan obyek sebuah kursi kosong di tengah taman yang sepi dan kering. Suasana ngelangut hadir dari lukisan penuh impresi itu. (baca di sini)

Selain karya-karya di atas, masih banyak lagi karya seni yang dipamerkan. Besar harapan dengan adanya pameran ini bisa menghapus stigma terhadap disabilitas. Momen sumpah pemuda milik kita bersama, tak perlu membela negara dengan tenaga. Bagi penyandang disabilitas khususnya dan kita umumnya, membela negara bisa dengan berkarya, membawa nama Indonesia ke dunia.

Semangat sumpah pemuda.

28 Oktober 2021

Sumber bacaan Solider.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun