Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisruh Lembaga ACT, Humanitarian Business atau Humanitarian for Business?

5 Juli 2022   08:10 Diperbarui: 12 Juli 2022   23:15 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ACT / Harian Nusa.com

Aksi Cepat Tanggap (ACT), salah satu lembaga kemanusiaan terbesar di Indonesia sedang dilanda masalah. 

Menurut majalah Tempo edisi 2 Juli 2022, ada penyimpangan dana yang diperoleh dari masyarakat untuk kepentingan pengurusnya. Selain untuk kepentingan pribadi, dana tersebut juga digunakan untuk memberikan fasilitas berupa mobil mewah kelas Alphard dan Pajero serta gaji ratusan juta perbulan untuk petingginya. 

ACT juga dianggap berbisnis kemanusian karena banyak melakukan promosi untuk menggaet dana masyarakat. Dana promosi itulah yang juga dianggap penyalahgunaan dana umat karena seharusnya digunakan untuk menolong masyarakat. 

Sebagai mantan pekerja sosial yang bekerja di bidang Humanitarian Business  (bisnis kemanusiaan), saya sedikit sedikit tahu tentang bagaimana sebuah lembaga kemanusiaan (LK) bekerja. 

Humanitarian Business ini jangan diartikan sebagai program kemanusiaan yang dibisniskan, tetapi sebagai cara bagaimana program kemanusian tersebut dikelola dan dijalankan. 

Dalam menjalankan humanitarian business, sebuah lembaga kemanusiaan (LK) biasanya membagi dana yang didapatnya menjadi 2 yaitu dana program dan dana operasional. 

Dana program adalah sejumlah uang yang dialokasikan khusus untuk semua kegiatan di masyarakat. Pembangunan fisik, pemberian modal atau bea siswa, pelatihan, rehabilitasi, pengobatan, adalah contoh kegiatan kemanusiaan tersebut. 

Sedangkan dana operasional adalah dana yang disisihkan untuk mendukung kegiatan diatas, termasuk diantaranya gaji, sarana prasarana kantor, sosialisasi dll. 

Sebuah lembaga kemanusiaan juga memerlukan biaya sosialisasi (promosi). Tujuan dan hasil kegiatan tersebut bukan dipakai untuk mencari keuntungan baik pribadi maupun lembaga, tetapi lebih kepada keberlanjutan program masyarakat dan jalannya roda organisasi.

Pemerintah sudah membatasi bahwa dana operasioal lembaga kemanusiaan tidak lebih dari 10% dari dana yang didapat. Namun prosentasi tersebut sering tidak mencukupi biaya yang dibutuhkan. 

LK yang bekerja di wilayah terpencil membutuhkan dana besar untuk operasionalnya. Selain transpotasi yang mahal, barang barang kebutuhan juga lebih tinggi harganya dibanding di perkotaan. 

Lembaga kemanusiaan juga berkeinginan untuk memperluas wilayah kerjanya agar semakin banyak masyarakat yang bisa dibantu. Hal itu tentu saja memerlukan biaya tersendiri yang tidak bisa dimasukkan ke dalam dana kegiatan masyarakat. 

Lantas bagaimana cara mengetahui sebuah humanitarian business bukan humanitarian for business? 

Agak sulit untuk mendeteksinya.

Di lembaga tempat saya bekerja dulu, ada kunjungan dari Kemensos sebagai bagian dari audit program dalam rangka pengawasan. Mungkin sebuah LK sebesar ACT juga mendapat perlakuan yang sama.

Sebenarnya ACT juga sudah menerbitkan laporan keuangan yang bisa diakses publik sebagai bagian pertanggung jawaban sumber dananya dari masyarakat. Tetapi kita sama sama tahu bahwa laporan keuangan bisa saja di manipulasi, baik dari internal atau kerjasama dengan pihak auditor. 

Memang sulit melihat penyimpangan sebuah LK hanya dari laporan keuangannya saja. 

Salah satu cara lebih mudah untuk mendeteksinya adalah dengan melihat fasilitas yang diberikan sebuah LK. 

Dalam kasus ACT, mobil kelas Toyota Alphard atau Mitsubishi Pajero untuk kegiatan para petingginya adalah sebuah kemewahan bagi sebuah misi kemanusiaan. 

Jika melakukan kunjungan kerja ke masyarakat terutama di daerah daerah minus, mobil mobil kelas tersebut akan kesulitan menembus jalan tertentu pun kedatangannya juga akan menghebohkan. 

Demikian pula gaji yang diberikan sebesar puluhan hingga ratusan juta per bulan. Karena mendapat fasilitas nyaman dan gaji tinggi, tentu sulit bagi petinggi LK untuk berbaur ke tengah masyarakat dengan kondisi kekurangan. Kunjungan mereka akan lebih mirip kunjungan seorang pejabat daripada kunjungan pekerja kemanusiaan. 

Mobil mobil mewah tentunya memerlukan biaya perawatan dan operasional tinggi yang menggerus dana operasional. 

LK juga akan kesulitan memberikan gaji sedemikian tinggi saat dana operasional terbatas karena pemasukan sedikit. Darimana kemudian gaji petinggi dibayarkan, tentu saja dana programlah yang dipotong.

Ketika dananya dikurangi kegiatan di masyarakat rawan tertunda atau dilaksanakan dengan kualitas yang tak semestinya. Dari sini masyarakat bisa saja menaruh kecurigaan ada penyelewengan ketika situasi dan kondisi sebuah program tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. 

Selain fasilitas dan program, dugaan penyimpangan dana bisa dideteksi dari perubahan gaya hidup pengurusnya. 

Jika sebelum menjabat mereka mempunyai taraf hidup biasa saja kemudian setelah menjadi pengurus hidupnya menjadi luar biasa punya segalanya, kondisi itu bisa menjadi pertanda. Tanpa bisnis yang sukses, tanpa warisan harta bejibun, orang tak bisa menjadi kaya mendadak. 

Saya tidak tahu bagaimana sistem kepengurusan di dalam organisasi ACT. 

Di organisasi kami dulu ada dewan pengawas dan direktur pelaksana. Mereka mempunyai masa jabatan terbatas dan dipilih berdasar rekam jejak yang baik dalam hal kemampuan dan integritas. Figur yang dikenal publik silih berganti menempati berbagai posisi di dewan pengawas dan direktur pelaksana. 

Masa jabatan terbatas tentu meminimalisir penyalahgunaan jabatan akibat konflik kepentingan. Nama nama yang  sudah dikenal publik membuat 'mutu' lebih terjamin. 

Berbeda jika sebuah LK nasional bahkan internasional yang didirikan dan dioperasikan oleh seseorang atau kelompok tertentu tanpa pergantian. Dana yang besar dengan pengawasan minim akan membuat orang orang yang semula idealis dan berintegritas baik menjadi sosok yang doyan uang. 

Pengumpukan dana berkedok agama dan kemanusiaan sangat rawan diselewengkan. Masyarakat yang menyumbang tak terlalu peduli dana tersebut diapakan. Bagi mereka, menyumbang adalah bentuk kepedulian yang berbuah pahala.

Oleh sebab itu ada saja LK yang dibisniskan. Dana yang diraup memang dipergunakan untuk kegiataan kemanusiaan. Namun hanya sedikit saja, sisanya yang banyak dibuat bancakan pengurusnya. 

Kita harus hati hati jika ingin menyumbang atau bekerja sama dengan sebuah LK. Perlu melihat rekam jejak terlebih dahulu sebelum memutuskan melakukannya. Jangan sampai niat baik malahan menjadi sarana penyelewengan. Walaupun mereka adalah sebuah Lembaga Kemanusiaan berkaliber nasional bahkan Internasional, tak menutup kemungkinan dananya disalah gunakan. 

Beberapa uraian diatas bisa menjadi pertimbangan. 

Semoga bermanfaat. 

Salatiga 050722.128

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun