Mohon tunggu...
sri agustina
sri agustina Mohon Tunggu... Tenaga pengajar

Hobi menulis, meneliti

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penerapan Pajak Pigouvian dalam Sistem Perpajakan Indonesia: Instrumen Ekonomi untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif

4 Oktober 2025   19:15 Diperbarui: 4 Oktober 2025   17:17 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak Pigouvian merupakan instrumen fiskal yang dikenakan untuk mengoreksi eksternalitas negatif yang timbul dari aktivitas ekonomi, seperti polusi dan kerusakan lingkungan. Artikel ini membahas konsep dasar pajak Pigouvian, penerapannya dalam konteks kebijakan pajak lingkungan di Indonesia, serta tantangan dan peluang implementasinya. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki beberapa kebijakan berbasis pajak lingkungan, penerapan pajak Pigouvian masih terbatas dan membutuhkan dukungan regulasi serta kelembagaan yang kuat.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat seringkali disertai dengan meningkatnya aktivitas produksi dan konsumsi yang berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti pencemaran udara, air, dan emisi karbon. Dampak negatif tersebut merupakan bentuk eksternalitas, yaitu biaya sosial yang tidak tercermin dalam harga pasar. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah perlu campur tangan melalui kebijakan fiskal, salah satunya dengan pajak Pigouvian, sebagaimana dikemukakan oleh Arthur Cecil Pigou.

Tujuan Penerapan Pajak Pigouvian

Menginternalisasi Eksternalitas Negatif

Pajak Pigouvian bertujuan untuk memasukkan biaya sosial dari suatu aktivitas ekonomi ke dalam harga pasar. Misalnya, jika suatu pabrik menyebabkan polusi udara, maka pajak Pigouvian akan menambah biaya produksi mereka sehingga harga produk mencerminkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dengan demikian, pihak pelaku ekonomi ikut menanggung biaya sosial, bukan masyarakat luas.

Mendorong Perubahan Perilaku Ekonomi

Dengan adanya tambahan biaya melalui pajak, pelaku usaha atau konsumen terdorong untuk mengurangi aktivitas yang merugikan lingkungan. Contoh: pajak emisi karbon dapat mendorong perusahaan beralih ke teknologi yang lebih ramah lingkungan.

Meningkatkan Efisiensi Ekonomi

Pajak Pigouvian membantu mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien. Harga pasar yang mencerminkan biaya sosial sebenarnya akan mengarah pada jumlah produksi dan konsumsi yang optimal secara sosial (socially optimal level), sehingga mengurangi kegagalan pasar.

Menghasilkan Penerimaan Negara

Selain fungsi korektif, pajak Pigouvian juga dapat menjadi sumber penerimaan negara. Dana yang terkumpul dari pajak ini dapat digunakan untuk program lingkungan, rehabilitasi, atau subsidi teknologi bersih.

Mendukung Pembangunan Berkelanjutan

Pajak Pigouvian membantu mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Kebijakan ini sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama dalam pengendalian perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya alam secara bijak.

Contoh di Indonesia:

Pajak karbon (carbon tax) dalam UU HPP 2021 bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengarahkan investasi ke energi bersih.

Cukai plastik bertujuan menekan konsumsi kantong plastik yang mencemari lingkungan.

Pajak Pigouvian bertujuan memasukkan biaya eksternal ke dalam harga pasar sehingga pelaku ekonomi terdorong untuk mengurangi aktivitas yang merugikan masyarakat. Konsep ini sangat relevan dalam konteks Indonesia, mengingat tantangan lingkungan yang semakin meningkat.

Pajak Pigouvian dikenakan pada aktivitas atau produk yang menimbulkan eksternalitas negatif. Tarif pajak idealnya sama dengan nilai kerugian sosial marjinal yang diakibatkan aktivitas tersebut. Dengan demikian, harga pasar akan mencerminkan biaya sosial sebenarnya.

Eksternalitas negatif muncul ketika aktivitas ekonomi menyebabkan dampak buruk kepada pihak ketiga tanpa kompensasi. Contohnya adalah polusi industri, emisi kendaraan bermotor, dan limbah rumah tangga.

Indonesia belum secara eksplisit menerapkan pajak Pigouvian secara menyeluruh. Namun, terdapat beberapa kebijakan yang mengandung unsur Pigouvian, seperti:

Pajak kendaraan bermotor progresif untuk mendorong pengurangan emisi.

Rencana Pajak Karbon (Carbon Tax) dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) 2021.

Retribusi dan cukai lingkungan, misalnya cukai plastik dan rencana cukai minuman berpemanis.

Meskipun demikian, efektivitas implementasi masih terbatas karena kurangnya data akurat untuk menghitung eksternalitas, lemahnya penegakan hukum, serta tantangan politik dan ekonomi.

Pajak Pigouvian berpotensi menjadi instrumen kebijakan penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Namun, penerapan yang efektif membutuhkan:

Perhitungan nilai eksternalitas yang tepat.

Regulasi yang jelas dan konsisten.

Koordinasi lintas sektor dan dukungan publik.

Transparansi penggunaan dana pajak untuk kegiatan lingkungan.

Ke depan, integrasi pajak Pigouvian dalam sistem pajak nasional dapat membantu Indonesia mengurangi kerusakan lingkungan sekaligus memperkuat penerimaan negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun