Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
Pajak Pigouvian membantu mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Kebijakan ini sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama dalam pengendalian perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya alam secara bijak.
Contoh di Indonesia:
Pajak karbon (carbon tax) dalam UU HPP 2021 bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengarahkan investasi ke energi bersih.
Cukai plastik bertujuan menekan konsumsi kantong plastik yang mencemari lingkungan.
Pajak Pigouvian bertujuan memasukkan biaya eksternal ke dalam harga pasar sehingga pelaku ekonomi terdorong untuk mengurangi aktivitas yang merugikan masyarakat. Konsep ini sangat relevan dalam konteks Indonesia, mengingat tantangan lingkungan yang semakin meningkat.
Pajak Pigouvian dikenakan pada aktivitas atau produk yang menimbulkan eksternalitas negatif. Tarif pajak idealnya sama dengan nilai kerugian sosial marjinal yang diakibatkan aktivitas tersebut. Dengan demikian, harga pasar akan mencerminkan biaya sosial sebenarnya.
Eksternalitas negatif muncul ketika aktivitas ekonomi menyebabkan dampak buruk kepada pihak ketiga tanpa kompensasi. Contohnya adalah polusi industri, emisi kendaraan bermotor, dan limbah rumah tangga.
Indonesia belum secara eksplisit menerapkan pajak Pigouvian secara menyeluruh. Namun, terdapat beberapa kebijakan yang mengandung unsur Pigouvian, seperti:
Pajak kendaraan bermotor progresif untuk mendorong pengurangan emisi.
Rencana Pajak Karbon (Carbon Tax) dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) 2021.