"Hati-hati ko jalan, licin sekali itu lumpur dari sungai," teriak Mama Rindang di ujung tangga.
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar dari kejauhan. Orang-orang yang berada di jalan berteriak kaget. Dari arah ujung jalan yang terdapat gunung tandus terdengar gemuruh mengerikan. Rupanya datang lagi tumpahan air sungai dari hulu karena langit sedemikian gelap di bagian sana. Aku berteriak ketakutan saat menyeberang jalan. Aku harus tiba dengan selamat di rumahku. Kulihat orang-orang porak poranda lari menyelamatkan diri. Bergegas kumasuki pekarangan. Saat kakiku menjejak anak tangga pertama, deru air telah berada di bawah kolong. Aku menjerit berlari ke atas tangga menyelamatkan diri. Sendal jepit usang yang kusimpan di kaki tangga terbawa hanyut oleh air yang menggila. Aku mengucapkan doa syukur karena sudah berada di rumah saat air bah datang. Tidak dapat kubayangkan bagaimana nasib orang yang masih berada di jalan. Kulihat bungkusan bubur Manado panas dalam pelukanku dan bungkusan obat dalam kantong plastik.
"Aman sudah mereka ini," ucapku dalam hati.
"Doni, kamu harus minum obat ini supaya cepat sembuh," kuberlari masuk ke dalam kamar menjumpai adikku dibarengi doa syukur karena tubuhku tidak terbawa air bah yang datang dadakan pagi ini (srn).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI